ASBABUN AN-NUZUL
karya ; Ratna, dkk
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Al – Quran adalah kalamullah ( firman Allah )
yang di wahyukan kepada nabi Muhammad saw. melalui malaikat Jibril di gua Hira
. Al – Quran merupakan kalam Allah yang mengandung mukjizat yang tertulis dalam
mushaf, disampaikan kepada kita secara mutawatir yang apabila kita membacanya
di anggap sebagai ibadah. Allah SWT mewahyukan Al – Quran kepada nabi Muhammad
secara berangsur – angsur artinya tidak secara utuh seperti apa yang kita kenal
sekarang. Al – Quran terdiri atas 30 juz, 114 surah dan 6666 ayat. Tentunya
dengan surah pertama yang diturunkan Allah adalah surah Al – Iqra Ayat 1 – 5.
Allah SWT menurunkan Al – Quran kepada nabi
Muhammad sebagai mukjizat yang di berikan kepada nabi Muhammad saw. tentunya
bukan tanpa alasan atau sebab. Al – Quran disini sebagai pedoman umat Islam
dalam hidup dan kehidupannya sehari – hari dalam hal ibadah dan sebagainya.
Melihat seberapa pentingnya Al – Quran dalam kehidupan maka kita perlu
mengkajinya agar isi kandugan dari Al – Quran dapat menjadi pedoman dan
dilaksanakan serta di kaji untuk dapat di jadikan petunjuk bagi umat manusia
dalam kehidupan sehari – hari.
Mengingat hal bahwa Al – Quran itu sangat
penting maka kita perlu mengetahui Asbab An – Nuzul Al – Quran agar kita dapat
memahami nya karena tidak seorang pun yang dapat memahami secara utuh dan benar
sebagaimana yang dimaksud oleh Allah.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang di atas adalah sebagai
berikut :
1.2.1 Mengapa kita harus mengetahui Asbab An - Nuzul ?
1.2.2 Apa yang di maksud Asbab An - Nuzul ?
1.2.3 Bagaimana kaidah – kaidah Asbab An – Nuzul ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari rumusan masalah di atas adalah sebagai
berikut :
1.3.1 Untuk mengetahui pentingnya Asbab An – Nuzul .
1.3.2 Untuk mengetahui apa yang dimaksud Asbab An – Nuzul.
1.3.3 Kaidah – kaidah yang terkandung dalam Asbab An – Nuzul.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan dari tujuan penulisan di atas adalah
sebagai berikut :
1.4.1 Untuk masyarakat muslim pada umumnya
diharapkan mampu mengkaji
lebih dalam mengenai Asbab An – Nuzul agar
kita dapat memahami isi
Al
– Quran dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari.
1.4.2 Untuk pembaca, diharapkan agar bisa untuk lebih mendalami
pemahaman Asbabu An - Nuzul yang sebagai
sarana menambah pengetahuan pembaca.
1.5 Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang dilakukan dalam rangka proses pembuatan makalah ini dengan mengumpulkan
beberapa referensi buku serta sumber guna membantu dalm proses penyelesaian
makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Asbab An – Nuzul
Ungkapan Asbab An – Nuzul merupakan bentuk
idhafah dari kata “Asbab “ dan “Nuzul “. Secara etimologi, Asbab An – Nuzul
adalah sebab – sebab yang melatarbelakangi terjadiya sesuatu. Meskipun segala
fenomena yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu bisa disebut asbab An – Nuzul
namun dalam pemakaiannya, ungkapan asbab An- Nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan
sebab – sebab yang melatarbelakangi turunnya Al – Quran, seperti halnya asbab
Al – Wurud yang secara khusus digunakan bagi sebab – sebab terjadinya hadits.
Banyak pengertian
terminologi yang dirumuskan oleh para ulama, diantaranya sebagai berikut :
1. Menurut Az – Zarqani
“Asbab An – Nuzul “ adalah khusus atau sesuatu yang terjadi serta ada
hubungannya dengan turunnya ayat Al – Quran sebagai penjelas hukum pada saat
peristiwa itu terjadi.
2. Menurut Ash – Shabuni
“Asbab An – Nuzul “ adalah peristiwa atau kejadian yang menyebutkan
turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan
kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau
kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.
3. Menurut Shubhi Shalih
ما نز لت الأ أوالا يا ت بسببه متضمنة له أو مجيبة عنه أو
مبينة لحكمه ز من و قوعه
Artinya :
“Asbab An –
Nuzul adalah segala sesuatu yang menjadi sebab turunya satu
atau
beberapa ayat al – Qur’an (ayat –ayat ) terkadang menyiratkan
peristiwa itu, sebagai respon
atasnya. Atau sebagai penjelas terhadap
hukum – hukum disaat peristiwa itu
terjadi. “
4. Menurut Mana’ Al – Qthathan
ما نزل قران بشأ نه وقت و قو عه كحا د ثة أو
سؤال
Artinya :
“Asbab An – Nuzul adalah peristiwa – peristiwa yang menyebabkan turunnya Al
– Quran berkenaan dengan peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau
berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi. “
Meskipun redaksi – redaksi pendefinisian sediit
berbeda, namun semuanya
dapat disimpulkan bahwa Asbab An- Nuzul adalah
kejadian atau peristwa yang melatarbelakangi turunnya ayat Al – Quran. Ayat
tersebut dalam rangka menjawab, menjelaskan dan menyelesaikan masalah – masalah
yang timbul dari kejadian – kejadian tersebut. Asbab An – Nuzul merupakan
bahan- bahan sejarah yang dapat dipakai untuk memberikan keterangan –
keterangan terhadap lembaran – lembaran dan memberinya konteks dalam memahami
perintah – perintahnya. Sudah tentu bahan – bahan sejarah ini hanya melingkupi
peristiwa – peristiwa pada masa Al – Quran masih turun.
Bentuk – bentuk peristiwa yang melatarbelakangi turunnya Al –
Quran itu sangat beragam, diantaranya berupa :
a. Konflik sosial, seperti ketegangan yang terjadi antara suku Aus dan suku
Khazraj
b. Kesalahan besar, seperti kasus salah seorang sahabat yang mengimami shalat
dalam keadaan mabuk.
c. Pertanyaan – pertanyaan yang diajukan oleh salah seorang sahabat kepada
Nabi, baik berkaitan dengan sesuatu yang telah lewat ,sedang atau yag akan
terjadi.
Persoalan apakah seluruh ayat Al – Quran memiliki
asbab An – Nuzul atau
tidak,ternyata telah menjadi bahan kontroversi
diantara para ulama. Sebagian ulama berpendapat bahwa tidak semua ayat Al
–Quran memiliki asbab An – Nuzul. Sehingga, diturunkan tanpa ada yang
melatarbelakangi nya (ibtida’), dan adapula ayat Al – Quran itu diturunkan
dengan dilatarbelakangi oleh suatu peristiwa (ghair ibtida’).
Pendapat tersebut hampirmerupakan konsensus
para ulama. Akan tetapi, ada yang mengatakan kesejahteraan Arabia pra –Quran
pada masa turunnya Al – Quran merupakaan latar belakang makro Al – Quran.
Sementara riwayat – riwayat asbab An – Nuzul merupakan latar belakang mikronya.
Pendapat ini berarti menganggap bahwa semua ayat Al – Quran memiliki sebab –
sebab yang melatarbelakanginya.
2.2 Fungsi
Asbab An – Nuzul
1. Mengetahui sebab nuzul adalah cara terbaik
untuk memahami makna Quran
dan menyingkap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat – ayat yag dapat
ditafsirkan tanpa mengetahui sebab nya.
Contohnya dalam ayat :
“Sesungguhnya Safa dan Marwa adalah sebagian dari syi’ar Allah. Maka barang
siapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya
untuk mengerjakan sa’i diantara keduanya. Dan barang siapa mengerjakan suatu
kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri
kebaikan dan Maha Mengetahui. “ (Al – Baqarah [2] : 158)
Lafal ayat ini secara tekstual tidak menunjukkan
bahwa sa’i itu wajib, sebab ketiadaan dosa untuk mengerjakannya itu menunjukan
kebolehan dan bukannya kewajiban. Sebagian ulama juga berpendapat demikian,
karena berpegang pada arti tekstual ayat tersebut, yaitu bahwa para sahabat merasa keberatan bersa’i antara Safa
dan Marwa karena perbuatan itu berasal dari perbuatan jahiliah. Di safa
terdapat Isaf dan di Marwa terdapat Na’ilah. Keduanya adalah berhala yang biasa
diusap orang jahiliah ketika mengerjakan sa’i.
2. Asbab An –Nuzul dapat menerangkan tentang kepada siapa
ayat itu diturunkan sehingga ayat tersebut tidak diterapkan kepada orang lain
karena dorongan permusuhan dan
perselisihan.
3. Mengetahui hikmah diundangkannya suatu hukum dan
perhatian syara’
terhadap
kepentingan umum dalam menghadapi segala peristiwa, karena sayagnya kepada
umat.
4. Mengkhusukan (membatasi) hukum yang diturunkan dengan
sebab yang
terjadi, bila hukum
itu dinyatakan dalam bentuk umum.
5. Apabila lafal yang diturunkan itu lafal yang umum dan
terdapat dalil atas
pengkhususannya, maka pengetahuan mengenai asbabun nuzul membatasi
pengkhususan
itu hanya kepada yang selain bentuk sebab.
2.3 Cara-cara
Mengetahui Riwayat Asbab An-Nuzul
Yang menjadi dasar bagi ulama dalam mengetahui
asbabun nuzul adalah sahnya riwayat itu dari Nabi SAW atau dari sahabat. Kalau
hanya berita dari sahabat, maka berita ini hendaknya terang-terangan. Disini
tidak boleh dengan ra’I (berfikir). Berita sahabat ini mempunyai kedudukan
hukum lebih tinggi. Selain berdasarkan periwayatan (pentranmisian) yang benar
(naql ash-shalih) dari orang-orang yang melihat dan mendengar langsung tentang
turunnya ayat Al-Qur’an. Dengan demikian, seperti halnya periwayatan pada
umumnya, diperlukan kehati-hatian dalam menerima riwayat yang berkaitan dengan
asbab An-nuzul.
1.
Menurut
Al-wahidy
Pembicaraan asbab an-nuzul, tidak dibenarkan, kecuali dengan
berdasarkan riwayat dan mendengar dari mereka yang secara langsung menyaksikan
peristiwa nuzul, dan bersungguh-sungguh dalam mencarinya.
Tidak boleh hanya perkataan saja dalam segi asbabun nuzul,
melainkan dengan riwayat, atau didengar sendiri dari orang yang menyampaikan
turunnya itu. Mereka ini berdiri di atas sebab-sebab. Mereka membahas dengan
ilmunya dan mendapatkan apa yang dicarinya.
Al Wahidiy mengambil dari Ulama - ulama
yang hidup di masanya untuk memudahkan tentang hal menyelidiki riwayat asbabun
nuzul. Membuang yang dianggap bohong, memberi
peringatan mereka dengan ancaman.
Mereka itu takut kepada ancaman Allah. Sebab mereka itu mengatakan tiap-tiap
orang sekarang ini dapat menciptakan sesuatu, juga menciptakan tipuan dan
hal-hal yang bohong. Kekang itu harus dipasang, yaitu
memasang kekang kejahilan. Ancaman itu ditujukan kepada orang-orang yang tidak
tahu tentang asbabun nuzul.
2.
Menurut
Ulama Salaf
Sangatlah keras dan ketat dalam menerima berbagai riwayat yang
berkaitan dengan asbab an-nuzul. Keketatan mereka itu dititikberatkan pada
seleksi peribadi si pembawa riwayat (para rawi), sumber riwayat (isnad) dan
redaksi berita (matan). Bukti keketatan itu diperlihatkan oleh ibn Sirin ketika
menceritakan pengalamannya sendiri.
Akan tetapi, perlu dicatat bahwa sikap kekritisan mereka tidak
dikenakan terhadap materi asbab an-nuzul yang diriwayatkan oleh sahabat Nabi.
Mereka berasumsi bahwa apa yang dikatakan sahabat nabi, yang tidak masuk dalam
lapangan penukilan dan pendengaran dapat
dipastikan ia mendengar ijtihadnya sendiri. Karena itu pula Ibn
shalah, Al-hakim dan para ulama hadits lainnya
menetapkan ”seorang sahabat nabi yang mengalami masa turun wahyu, jika ia
meriwayatkan suatu berita tentang asbab an-nuzul, riwayatnya itu berstatus
marfu’.
3.
Menurut
sayuthiy
Apabila perkataan tabi’in itu terang - terangan
dalam masalah asbabun nuzul itu maka ini dapat diterima. Jadi musnid yang
dianggap sah ialah yang diperdapat oleh ulama tafsir dari sahabat , seperti
mujahid, izrimah, dan sa’id bin jubair. Dalam usahanya
itu ia dibantu oleh mursal yang lain.
2.4 Bentuk-bentuk
Redaksional Asbabun Al-Nuzul
Ada dua jenis redaksi yang digunakan oleh para perawi dalam
mengungkapkan riwayat asbab an-nuzul yaitu :
1.
Sharih
(visionable/jelas)
Artinya riwayat yang sudah
jelas menunjukan
asbab al-nuzul, dan tidak mungkin pula menunjukan yang lainnya. Redaksi yang
digunakan termasuk sharih bila perawi mengatakan:
سبب نزول هذه الاءية
هذا...
Artinya:
Sebab
turun ayat ini adalah…
Atau
ia menggunakan kata “maka” (fa taqibiyah) setelah ia mengatakan peristiwa
tertentu. Misalnya ia mengatakan
حدث هذا... فنزلت الأية
Artinya:
Telah
terjadi…,maka turunlah ayat…
سئل رسول الله عن كذا...فنزلت الأءية...
Artinya:
Rasulullah
pernah ditanya tentang…,maka turunlah ayat…
Contoh riwayat asbab al-nuzul yang menggunakan
redaksi sharih adalah sebuah riwayat yang dibawakan oleh Jabir bahwa
orang-orang yahudi berkata, “Apabila seorang suami mendatangi “qubul” istrinya
dari belakang, anak yang lahir akan juling.” Maka
turunlah ayat :
نساءكم حرث لكم
فأتواحرثكم انى شئتم
Artinya:
“Istri-istri
mu adalah (seperti) tanah tempat kaum bercocok tanam, maka datangilah tanah
tempat bercocok tanam mu itu bagaimana saja kamu hendaki.” ( Q.s
Al-baqarah:223).
2.
Muhtamilah
(impossible/kemungkinan)
Cara ini ditempuh apabila variasi riwayat-riwayat
Asbab Al-Nuzul ini
menggunakan redaksi muhtamilah (Tidak pasti).
Misal satu versi menggunakan versi: “ ayat ini diturunkan berkenaan dengan...”.
dan versi lain menggunakan redaksi : “ Saya kira ayat ini diturunkan berkenaan
dengan...”.
Variasi riwayat Asbab Al-Nuzul diatas tidak perlu di permasalahkan,
karena yang dimaksud oleh setiapvariasi itu hanyalah sebagian tafsir belaka dan
bukan sebagai Asbab Al-Nuzul itu berbwda bila ada indikasi jelas yang
menunjukan bahwa salah satunya memaksudkan Asbab Al-Nuzul.
Apabila perawi mengatakan :
نزلت هذه الأيةفى كذا....
Artinya:
“ayat
ini turun berkenaan dengan…
Misalnya, riwayat ibnu umar yang mengatakan:
نزلت فيل اتيان النساءفي أدبارهن.
Artinya:
“Ayat,
istri-istri kalian adalah (ibarat) tanah tempat bercocok tanam, turun berkenaan
dengan mendatangi (menyetubuhi) istri dari belakang.” (H.R. Bukhari)
Atau perawi mengatakan:
أحسب
هذه الأيةنزلت فى كذا...
Artinya:
“saya
kira ayat ini turun berkenaan dengan…”
Atau
ماأحسب نزلت هذه الأيةالأفى كذا...
Mengenai riwayat asbab an-nuzul yang menggunakan redaksi “muhtamilah”,
Az-Zarkasy menuturkan dalam kitabnya Al-Burhan fi’ulum Al-Quran:
قدعرف من عادةالصحابةوالتابعين أن أحدهم
اذاقال:نزلت هذه الأيه فى كذافاءنه يريدبذالك أنهاتتضمن هذاالحكم لا أن
هذاكانالسبب في نزولها.
Artinya:
“Sebagaimana diketahui telah terjadi kebiasaan
para sahabat Nabi dan tabi’in, jika seorang diantara mereka berkata,’ ayat ini
diturunkan berkenna dengan…’.maka yang dimaksud adalah ayat itu mencakup
ketentuan hukum tentang ini atau itu, dan bukan bermaksud menguraikan sebab
turunnya ayat.”
3.
Mengambil versi riwayat yang sahih (valid)
Cara ini digunakan apabila seluruh riwayat itu menggunakan redaksi
sharih (pasti), tetapi kualitas salah satunya tidak shalih. Misalnya dua
riwayat Asbab Al-Nuzul kontradiktif yang berkaitan dengan diturunkannya ayat
2.5 Jenis -
jenis Asbab An - Nuzul
Riwayat-riwayat
Asbab al-Nuzul dapat di golongkan dalam dua kategori, yaitu riwayat-riwayat
pasti dan tegas dan riwayat-riwayat yang tidak pasti.
Kategori
pertama, para periwayat dengan tegas menunjukkan bahwa peristiwa yang
diriwayatkannya berkaitan erat dengan asbab al-Nuzul, misalnya Ibn Abbas
meriwayatkan tentang turunnya Q.S. al-Nisa /4:59 :
Yang artinya :“Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul (Nya), dan orang-orang yang
memiliki kekuasaan (ulil Amr) di antara kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul
(Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Abdullah ibn Hudzaifah
ibn Qais ibn Adi ketika Rasul menunjuknya sebagai panglima sariyya (detasemen,
sebuah satuan tugas tentara).
Sedangkan kategori kedua (mumkin) periwayat tidak menceritakan
dengan jelas bahwa peristiwa yang diriwayatkannya berkaitan erat dengan asbab
al-Nuzul, tetapi hanya menjelaskan kemungkinan-kemungkinannya, misalnya riwayat
Urwah tentang kasus Zubair yang bertengkar dengan seorang dari kalangan Anshar,
karena masalah aliran air (irigasi) di al-Harra. Rasulullah bersabda : “wahai
Zubair, aliri air tanahmu, dan kemudian tanah-tanah di sekitarmu.” Sahabat
Anshar tersebut kemudian memprotes : “Wahai Rasulullah, apakah ia keponakanmu
?” pada saat itu Rasulullah dengan rona wajah yang memerah kemudian berkata:
“Wahai Zubair, alirikan air ke tanahnya hingga penuh, dan kemudian biarka
selebihnya mengalir ketetangganu.” Tampak bahwa Rasulullah SAW. Memungkinkan
Zubair memperoleh sepenuh haknya, justru sesudah Anshar menunjukkan
kemarahannya. Sebelumnya Rasulullah telah memberikan perintah yang adil bagi
mereka berdua. Zubair berkata “saya tidak bisa memastikan, hanya agaknya ayat
itu turun berkenaan dengan peristiwa tersebut.” Ayat yang dimaksud ialah Q.S.
al-Nisa /4:65): yang artinya sebagai berikut :
“maka
demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan
kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak
merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan,
dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”
Mengenai jenis-jenis asbab al-Nuzul dapat di kategorikan ke dalam
beberapa bentuk berikut :
1. Sebagai tanggapan atas suatu
peristiwa umum
Bentuk sebab turunya ayat sebagai
tanggap terhadap suatu peristiwa, misalnya riwayat ibn ‘Abbas bahwa Rasulullah
pernah ke al-Bathha, dan ketika turun dari gunung beliau berseru: “Apakah
engkau akan percaya, apabila aku katakan bahwa musuh tengah mengancam dari
balik punggung gunung, dan mereka bersiap-siap menyerang, entah di pagi hari
ataupun di petang hari ?” mereka menjawab: “ya, kami percaya, wahai Rasulullah
!” Apakah hanya untuk masalah seperti ini engkau kumpulkan kami, wahai Muhammad
?” Maka Allah kemudian menurunkan Q.S. al-Lahab /111. Yang artinya sebagai
berikut :
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab
dan sesunggungnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya
dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.
Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang dilehernya ada tali
sabut.”
2. Sebagai tanggapan atas suatu
peristiwa khusus
Contoh sebab turunnya ayat sebagai
tanggapan atas suatu peristiwa khusus ialah turunnya surah
Al-Baqarah /2:158, sebagaimana telah diuraikan terdahulu.
3. Sebagai jawaban terhadap
pertanyaan kepada Nabi
Asbab al-Nuzul lainnya ada dalam
bentuk pertanyaan kepada Rasulullah seperti turunnya Q.S. al-Nisa/4:11: yang
artinya sebagai berikut :
“Allah mensyariatkan bagimu tentang
(pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu bagian seorang anak laki-laki sama
dengan bagian dua anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih
dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika anak
perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. Dan untuk dua
orang ibu-bapak bagi masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan.”
Ayat tersebut
turun untuk memberikan jawaban secara tuntas terhadap pertanyaan Jabir kepada
Nabi, sebagaimana di riwayatkan Jabir: “Rasulullah dating bersama Abu Bakar,
berjalan kaki mengunjungiku (karena sakit) diperkampungan Banu Salamah.
Rasulullah
menemukanku dalam keadaan tidak sadar, sehingga beliau meminta agar disediakan
air, kemudian berwudhu, dan memercikkan sebagian pada tubuhku. Lalu aku sadar,
dan berkata: “Ya Rasulullah! Apakah yang Allah perintahkan bagiku berkenaan dengan
harta dan benda milikku?” Maka turunlah ayat di atas.
4. Sebagai jawaban dari pertanyaan
Nabi
Salah satu
bentuk lain ialah Rasulullah SAW mengajukan pertanyaan, seperti turunnya Q.S.
Maryam/19:64: yang artinya sebagai berikut :
“Dan tidaklah kami (jibril) turun,
kecuali dengan perintah Tuhamu. Kepunyaan-Nya-lah apa-apa yang ada di hadapan
kita, apa-apa yang ada di belakang kita, dan apa-apa yang ada di antara
keduanya,dan tidak Tuhan lupa.”
Ayat tersebut
turun untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan nabi, sebagai mana di
riwayatkan ibn abbas bahwa rasulullah bertanya pada malaikat jibril, “apa yang
menghalangi kehadiranm, sehingga lebi jarang muncul ketimbang masa-masa
sebelumnya?”maka turunlah ayat di atas.
5. Sebagai tnggapan atas pertanyaan
yang bersifat umum
Dalam bentuk
lain, ayat-ayat al-qur’an di turunkan dalam rangka member petunjuk perihal
pertanyaan bersifat umum, yang muncul di kalangan sahabat nabi, seperti
turunnya q.s. al-baqarah/2:222: yang artinya sebagai berikut :
“Mereka
bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah: ‘haid adalah suatu kotoran.’ Oleh
sebab itu hendaklah kamu menjaukan diri dari wanita di waktu haid, dan
janganlah mendekati merekah, sebelum merka suci. Apbilah mereka telah suci,
maka campurilah mereka itu di tempat yang di perintahkan allah kepadamu.
Sesungguhnya allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri.”
Ayat ini turun perihal pertanyaan yang bersifat umum dari kalangan
sahabat nabi, sebagaimana di riwayatkan oleh tsabit dari anas bahwa di kalangan
yahudi, apabilah wanita mereka sedang haid, mereka tidak makan dengan wanita
tersebut, atau juga tidak tinggal serumah. Para sahabat yang mengetahui masal
itu kemudian bertanya kepada Rasulullah SAW
tentang hal ini, maka turunlah ayat di atas.
6. Sebagai tanggapan terhadap
orang-orang tertentu
Kadangkala ayat-ayat
al-qur’an turun untuk menanggapi keadaan tertentu atau orang-orang tertentu,
seperti turunnya q.s.al-baqarah/2:196: yang artinya sebagai berikut :
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan
umrah karena allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena
sakit), mak (sembelilah) korban yang mudah di dapat dan jangan kamu
mencukur kepalamu sebelum korban sampai di tempat penyembelihan. Jika ada di
antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka
wajiblah berfidyah, yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkurban.”
Ka’b ibn ujrah meriwayatkan bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan
pelaksanaan haji dan ‘umrah. Jika ada orang yang merasa sakit atau ada gangguan di kepala, maka
diberikan kemudahan baginya. Ka’b ibn ujrah sendiri merasakan ada masalah
dengan kutu-kutu yang banyak di kepalanya, lalu ia sampaikan pada nabi, dan
nabi menjawab”cukurlah rambutmu dan gantikanlah berpuasa tiga hari, atau
menyembelih hewan kurban, atau member makan untuk enam orang miskin, untuk
masing-masing orang miskin satu sah’.
Contoh lain adalah rujukan tentang nabi
Muhammad saw, di dalam al-qur’an, seperti turunnya q.s.alqiyamah/75:16-18: yang
artinya sebagai berikut :
“janganlah
gerakan lidahmu untuki (membaca) al-qur’an karena hendak cepat-cepat
(menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di
dadamu) dan membuatmu pandai membaca. Apabilah kami selesai membacakannya, maka
ikutilah bacaan itu.”
2.6 Beberapa sebab tapi satu wahyu
Terkadang wahyu turun untuk menanggapi beberapa peristiwa
atau sebab, misalnya turunnya Qs.al-ikhlas/112:
yang artinya sebagai berikut :
“katakanlah:
‘dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah tuhan yang bergantung
kepada-nyasegalah sesuatu. Tiada beranak dan tiada pula di beranakkan. Dan
tiada seorang pun yang setara dengannya.”
Ayat-ayat di atas turun sebagai tanggapan orang-orang musrik mekah
sebelum hijrah, dan kaum ahli kitab yang di temui di madinah sesudah hijrah.
Contoh lain
ialah turunnya Q.s al-taubah/9:113: yang artinya sebagai berikut :
“Tidaklah
sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada
Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum
kerabat(nya),sesudah jelas bagi merekah bahwa orang-orrang musyrik itu penghuni
neraka jahanam.”
Ayat di atas turun untuk menanggapi peristiwa wafatnya paman Rasulullah
saw, Abu thalib, hingga allah akan melarang hal tersebut. Dalam kisah
yang lain, suatu saat para sahabat khususnya umar ibn al-khaththab menemukan
rasulullah sedang menitikkan air mata ketika berziarah kubur. Rasulullah
menerangkan bahwa beliau sedang menziarahi makam ibundanya, dan memohon kepada
allah agar diperkenangkan meziarahinya, dan memohonkan keampunan bagi
ibundanya. Sebab itu ayat tersebut di turunkan.
2.7 Beberapa wahyu tapi satu
sebab
Ada lagi beberapa ayat yang di tukan untuk di menanggapi satu
peristiwa, misalnya ayat-ayat di turunkan untuk menjawab pertanyaan yang di
ajukan ummu salamah,yakni mengapa hanya lelaki saja yang di sbut di dalam
al-qur’an, yang di beri ganjaran. Menurut al-hakim dan tarmizi,pertanyaan
itu menybabkan turnnya tiga ayat, yaitu q.s. alu ‘imran/3:195,q.s.
al-nisa’/4:32, dan q.s. al-ahzab/33:35. Yang artinya sebagai berikut :
“Maka
tuhannya pun mengabulkan permohonan mereka, dan menjawab: “sungguh, tiada
kusia-siakan amal siapa pun di antara kamu, baik laki-laki
maupun perempuan, karena sebagian kamu adalah keturunan dari sebagian yang
lain.
Orang-orang
yang berhijrah dan di usir dari kampong halamannya, di sakiti di
jalan-ku,berperang dan terbunuh, sungguh akan kuhapuskan dari sorga-sorga, yang
mengalir sungai di dalamnya, sebagai ganjaran dari allah.dan allah, pada-nyalah
sebaik-baik ganjaran.” (q.s. alu imran/3:195)
Dan
Q.S. al-Nisa/4:32: yang artinya sebagai berikut :
“Dan
janganlah kamu berangan-angan dan iri hati atas kelebihan yang di karuniakan
oleh allah kepada sebagian kamu, lebih dari pada yang lain. karena bagi
laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan ada
bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada allahkarunia-nya. Sungguh
allah tau benar segala sesuatu.” (q.s. al-nisa’/4:32)
Dan
Q.S. al-Ahzab/33:35: yang artinya sebagai berikut :
“Sungguh
bagi orang muslim lelaki dan perempuan, bagi orang mukmin lelaki dan
perempuan,bagi lelaki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya,bagi lelaki
dan perempuan yang benar,bagi lelaki dan perempuan yang sabar,bagi lelaki dan
perempuan yang khusuk,bagi orang lelaki dan perempuan yang bersedekah,bagi
lelaki dan perempuan yang berpuasa,bagi lelaki dan perempuan yang mnjaga
kehormatannya,bagi lelaki dan perempuan yang mengingat allah,bagi mereka allah
menyediakan ampunan dan pahala yang besar.” (q.s.al-ahzab).
2.8 Kaidah-kaidah
Asbab Al-nuzul
Mengatakan bahwa tidak mungkin dapat mengetahui tafsir suatu ayat,
tanpa berpegang atau berandar pada kisahnya dan keterangan nuzulnya. Pendapat
yang sama dikemukakan oleh pendapat Ibn Taimiyyah bahwa mengetahui sebab, nuzul
ayat dapat menolong memahami ayat, karena mengerti sebabnya, berarti akan
memberi peluang untuk mengetahui apa yang ditimbulkan dari sebab itu.
Demikian
halnya dengan pendapat Ibn Daqiq bahwa sebab nuzul suatu ayat merupakan jalan
yang kuat dalam memahami maksud al- qur’an. Mengetahui Asbab al-Nuzul adalah
sangat urgen dalam mngetahui dan memahami maksud suatu ayat, hikmah yang
terkandung dalam penetepan suatu hukum sebagai mana kata pepatah “mengetahui
sebab akan memberikan tentang musabab”. Adalah tidak diragukan, bahwa bentuk
suatu ayat dan cara pengungkapannya, dalam skala besar, sangat terpengaruh oleh
sebab turunya.
Istifham (kalimat Tanya), umpamanya, adalah sekedar suatu kalimat.
Namun ia bisa mempunyai pengertian yang lain, seperti taqrir (penegasan), nafyi, dan
pengertian- pengetian lainnya. Maksud dari pengertian tersebut tidak bisa
difahami kecuali melalui factor ekstern dan korelasi-korelasi dari kondisi yang
ada. Mencermati pendapat diatas, dapat dipastikan bahwa pengetahuan tentang
Asba al-Nuzul sangat besar faedahnya, diantaranya:
1.
Mengetahui
hikmah Allah secara yakin mengenai semua masalah yang disyariatkan melalui
wahyu atau ayat- ayat yang dinuzulkan nya, baik bagi orang yang sudah beriman.
Misalnya, kasus Urwah Ibn al–Zubair yang keliru memehami pengertian ayat 158
dari surat al-baqarah. kekeliruan terletak pada pemahamannya mengenai
pernyataan tidak ada dosa baginya .menurut pemahaman Urwah haji tanpa sa’i
antara Safa dan Marwah tidak apa-apa. ia termemori oleh pengaulaman pada zaman
jahiliyyah. Bahwa orang-orang dizaman jahiliyah beribadah pada berhala yang
bernama Isaf yang ada di Shafa dan patung Na’ilah yang ada di Marwah. Untungnya
Urwah ragu, ketika ia menyaksikan orang-orang muslim melakukan sa’i diantara
bukit itu. Akhirnya, ia menghampiri A’isyah untuk mengetahui persoalan itu. ‘Aisyah
memberitahu bahwa ayat tersebut dinuzulkan sehubungan dengan adanya orang
Anshar, yang belum masuk Islam, mereka selalu mondar mandir diantara Shafa dan
Marwah untuk menyembah berhala. Setelah masuk Islam mereka bertanya kepada nabi
mengenai sa’i. maka Allah menuzulkan ayat diatas yang menyatakan bahwa sai itu
tidak ber dosa.
2.
Membantu
memahami kandungan al- qur’an, sekaligus menghilangkan keragu-raguan dalam
memahaminya, disebabkan adanya kata yang menunjukkan pembatas (hashr).
3.
Dapat
mengkhususkan hukum pada sebab menurut ulama yang memandang bahwa yang mesti
diperhatikan adalah kekhususan sebab bukan keumuman lafahz
4.
Dapat
mengetahui bahwa sebab nuzul ayat tidak pernah keluar dari hukum yang
terkandung dalam ayat tersebut kendati datang yang mengkhususkannya.
5.
Membantu
mempermudah penghafalan dalam pemahaman
BAB
III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat
disimpulkan bahwa secara etimologi, Asbab An – Nuzul adalah sebab – sebab yang
melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Ada banyak para ulama yang mendefinisikan
mengenai Asbab An – Nuzul. Meskipun redaksi – redaksi pendefinisian sedikit
berbeda, namun semuanya dapat disimpulkan bahwa Asbab An- Nuzul adalah kejadian
atau peristwa yang melatarbelakangi turunnya ayat Al – Quran. Ayat tersebut
dalam rangka menjawab, menjelaskan dan menyelesaikan masalah – masalah yang
timbul dari kejadian – kejadian tersebut.
Salah satu fungsi dari Asbab An –
Nuzul yakni sebagai cara terbaik untuk memahami makna Quran serta menyingkap
kesamaran yang tersembunyi dalam ayat - ayat yang dapat ditafsirkan tanpa
mengetahui sebab nya. Yang menjadi dasar bagi ulama dalam mengetahui asbabun
nuzul adalah sahnya riwayat itu dari Nabi SAW atau dari sahabat. Kalau hanya
berita dari sahabat, maka berita ini hendaknya terang-terangan.
Ada dua jenis redaksi yang
digunakan oleh para perawi dalam mengungkapkan
riwayat asbab an-nuzul yaitu Sharih (visionable/jelas) dan Muhtamilah
(impossible/kemungkinan). Jenis Asbab
al-Nuzul dapat di golongkan dalam dua kategori, yaitu riwayat-riwayat pasti dan
tegas dan riwayat-riwayat yang tidak pasti. Dalam konsep Asbab An – Nuzul ini
ada beberapa sebab tapi satu wahyu dan ada pula beberapa wahyu tapi satu sebab.
Pengetahuan
tentang Asbab An – Nuzul sangat besar faedahnya salah satunya untuk membantu
memahami kandungan Al – Quran, sekaligus menghilangkan keragu – raguan dalam
memahaminya yang dapat disebabkan karena adanya kata yang menunjukan pembatas
(hashr). Selain itu, faedah mempelajari Asbab An – Nuzul ini untuk membantu
mempermudah dalam pemahaman.
3.1 Saran
Dari pembahasan
di atas penyusun menyarankan bahwasannya sangat penting kita mengetahui serta
mempelajari mengenai apa itu Asbab An – Nuzul . Karena tiada lain agar kita
mampu mengetahui tentang isi kandungan Al – Quran untuk dijadikan pedoman dalam
menjalankan kehidupan sehari – hari. Terlepas dari pembahasa di atas, penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki segala kesalahan
yang terdapat dalam penyusunan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
ü
Al-Qattan, Manna Khalil.2013.Studi Ilmu ilmu
Al-Quran.Bogor : Pustaka Litera AntarNusa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar