Selasa, 31 Mei 2016

Makalah : Asbabun An-Nuzul

 ASBABUN AN-NUZUL 
karya ; Ratna, dkk

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Al – Quran adalah kalamullah ( firman Allah ) yang di wahyukan kepada nabi Muhammad saw. melalui malaikat Jibril di gua Hira . Al – Quran merupakan kalam Allah yang mengandung mukjizat yang tertulis dalam mushaf, disampaikan kepada kita secara mutawatir yang apabila kita membacanya di anggap sebagai ibadah. Allah SWT mewahyukan Al – Quran kepada nabi Muhammad secara berangsur – angsur artinya tidak secara utuh seperti apa yang kita kenal sekarang. Al – Quran terdiri atas 30 juz, 114 surah dan 6666 ayat. Tentunya dengan surah pertama yang diturunkan Allah adalah surah Al – Iqra Ayat 1 – 5.
Allah SWT menurunkan Al – Quran kepada nabi Muhammad sebagai mukjizat yang di berikan kepada nabi Muhammad saw. tentunya bukan tanpa alasan atau sebab. Al – Quran disini sebagai pedoman umat Islam dalam hidup dan kehidupannya sehari – hari dalam hal ibadah dan sebagainya. Melihat seberapa pentingnya Al – Quran dalam kehidupan maka kita perlu mengkajinya agar isi kandugan dari Al – Quran dapat menjadi pedoman dan dilaksanakan serta di kaji untuk dapat di jadikan petunjuk bagi umat manusia dalam kehidupan sehari – hari.
Mengingat hal bahwa Al – Quran itu sangat penting maka kita perlu mengetahui Asbab An – Nuzul Al – Quran agar kita dapat memahami nya karena tidak seorang pun yang dapat memahami secara utuh dan benar sebagaimana yang dimaksud oleh Allah.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang di atas adalah sebagai berikut :
1.2.1  Mengapa kita harus mengetahui Asbab An - Nuzul ?
1.2.2  Apa yang di maksud Asbab An - Nuzul ?
1.2.3  Bagaimana kaidah – kaidah Asbab An – Nuzul ?

1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut :
1.3.1 Untuk mengetahui pentingnya Asbab An – Nuzul .
1.3.2 Untuk mengetahui apa yang dimaksud Asbab An – Nuzul.
1.3.3 Kaidah – kaidah yang terkandung dalam Asbab An – Nuzul.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan dari tujuan penulisan di atas adalah sebagai berikut :
1.4.1 Untuk masyarakat muslim pada umumnya diharapkan mampu mengkaji
             lebih dalam mengenai Asbab An – Nuzul agar kita dapat memahami isi
             Al – Quran dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari.
1.4.2 Untuk pembaca, diharapkan agar bisa untuk lebih mendalami
         pemahaman Asbabu An - Nuzul yang sebagai
         sarana menambah pengetahuan pembaca.
1.5 Metode Penulisan
                                    Adapun metode penulisan yang dilakukan dalam rangka proses  pembuatan makalah ini dengan mengumpulkan beberapa referensi buku serta sumber guna membantu dalm proses penyelesaian makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Asbab An – Nuzul
                                    Ungkapan Asbab An – Nuzul merupakan bentuk idhafah dari kata “Asbab “ dan “Nuzul “. Secara etimologi, Asbab An – Nuzul adalah sebab – sebab yang melatarbelakangi terjadiya sesuatu. Meskipun segala fenomena yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu bisa disebut asbab An – Nuzul namun dalam pemakaiannya, ungkapan asbab An- Nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab – sebab yang melatarbelakangi turunnya Al – Quran, seperti halnya asbab Al – Wurud yang secara khusus digunakan bagi sebab – sebab terjadinya hadits.
                                    Banyak pengertian terminologi yang dirumuskan oleh para ulama, diantaranya sebagai berikut :
1.      Menurut Az – Zarqani
“Asbab An – Nuzul “ adalah khusus atau sesuatu yang terjadi serta ada hubungannya dengan turunnya ayat Al – Quran sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa  itu terjadi.
2.      Menurut Ash – Shabuni
“Asbab An – Nuzul “ adalah peristiwa atau kejadian yang menyebutkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.
3.      Menurut Shubhi Shalih
ما نز لت الأ أوالا يا ت بسببه متضمنة له أو مجيبة عنه أو مبينة لحكمه ز من و قوعه
                                                Artinya :
                                                “Asbab An – Nuzul adalah segala sesuatu yang menjadi sebab turunya satu
                                                atau beberapa ayat al – Qur’an (ayat –ayat ) terkadang menyiratkan
                                                peristiwa itu, sebagai respon atasnya. Atau sebagai penjelas terhadap
                                                hukum – hukum disaat peristiwa itu terjadi. “


4.      Menurut Mana’ Al – Qthathan
ما نزل قران بشأ نه وقت و قو عه كحا د ثة أو سؤال
Artinya :
“Asbab An – Nuzul adalah peristiwa – peristiwa yang menyebabkan turunnya Al – Quran berkenaan dengan peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi. “

Meskipun redaksi – redaksi pendefinisian sediit berbeda, namun semuanya
dapat disimpulkan bahwa Asbab An- Nuzul adalah kejadian atau peristwa yang melatarbelakangi turunnya ayat Al – Quran. Ayat tersebut dalam rangka menjawab, menjelaskan dan menyelesaikan masalah – masalah yang timbul dari kejadian – kejadian tersebut. Asbab An – Nuzul merupakan bahan- bahan sejarah yang dapat dipakai untuk memberikan keterangan – keterangan terhadap lembaran – lembaran dan memberinya konteks dalam memahami perintah – perintahnya. Sudah tentu bahan – bahan sejarah ini hanya melingkupi peristiwa – peristiwa pada masa Al – Quran masih turun.
                                     Bentuk – bentuk  peristiwa yang melatarbelakangi turunnya Al – Quran itu sangat beragam, diantaranya berupa :
a.       Konflik sosial, seperti ketegangan yang terjadi antara suku Aus dan suku Khazraj
b.      Kesalahan besar, seperti kasus salah seorang sahabat yang mengimami shalat dalam keadaan mabuk.
c.       Pertanyaan – pertanyaan yang diajukan oleh salah seorang sahabat kepada Nabi, baik berkaitan dengan sesuatu yang telah lewat ,sedang atau yag akan terjadi.
Persoalan apakah seluruh ayat Al – Quran memiliki asbab An – Nuzul atau
tidak,ternyata telah menjadi bahan kontroversi diantara para ulama. Sebagian ulama berpendapat bahwa tidak semua ayat Al –Quran memiliki asbab An – Nuzul. Sehingga, diturunkan tanpa ada yang melatarbelakangi nya (ibtida’), dan adapula ayat Al – Quran itu diturunkan dengan dilatarbelakangi oleh suatu peristiwa (ghair ibtida’).
Pendapat tersebut hampirmerupakan konsensus para ulama. Akan tetapi, ada yang mengatakan kesejahteraan Arabia pra –Quran pada masa turunnya Al – Quran merupakaan latar belakang makro Al – Quran. Sementara riwayat – riwayat asbab An – Nuzul merupakan latar belakang mikronya. Pendapat ini berarti menganggap bahwa semua ayat Al – Quran memiliki sebab – sebab yang melatarbelakanginya.

2.2 Fungsi Asbab An – Nuzul
1. Mengetahui sebab nuzul adalah cara terbaik untuk memahami makna Quran   
dan menyingkap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat – ayat yag dapat ditafsirkan tanpa mengetahui sebab nya.
Contohnya dalam ayat :
“Sesungguhnya Safa dan Marwa adalah sebagian dari syi’ar Allah. Maka barang siapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya untuk mengerjakan sa’i diantara keduanya. Dan barang siapa mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan dan Maha Mengetahui. “ (Al – Baqarah [2] : 158)
            Lafal ayat ini secara tekstual tidak menunjukkan bahwa sa’i itu wajib, sebab ketiadaan dosa untuk mengerjakannya itu menunjukan kebolehan dan bukannya kewajiban. Sebagian ulama juga berpendapat demikian, karena berpegang pada arti tekstual ayat tersebut, yaitu bahwa para  sahabat merasa keberatan bersa’i antara Safa dan Marwa karena perbuatan itu berasal dari perbuatan jahiliah. Di safa terdapat Isaf dan di Marwa terdapat Na’ilah. Keduanya adalah berhala yang biasa diusap orang jahiliah ketika mengerjakan sa’i.
2. Asbab An –Nuzul dapat menerangkan tentang kepada siapa ayat itu diturunkan sehingga ayat tersebut tidak diterapkan kepada orang lain karena dorongan  permusuhan dan perselisihan.
3. Mengetahui hikmah diundangkannya suatu hukum dan perhatian syara’
     terhadap kepentingan umum dalam menghadapi segala peristiwa, karena sayagnya kepada umat.
4. Mengkhusukan (membatasi) hukum yang diturunkan dengan sebab yang
    terjadi, bila hukum itu dinyatakan dalam bentuk umum.
5. Apabila lafal yang diturunkan itu lafal yang umum dan terdapat dalil atas
     pengkhususannya, maka pengetahuan mengenai asbabun nuzul membatasi  
     pengkhususan itu hanya kepada yang selain bentuk sebab.
2.3 Cara-cara Mengetahui Riwayat Asbab An-Nuzul
Yang menjadi dasar bagi ulama dalam mengetahui asbabun nuzul adalah sahnya riwayat itu dari Nabi SAW atau dari sahabat. Kalau hanya berita dari sahabat, maka berita ini hendaknya terang-terangan. Disini tidak boleh dengan ra’I (berfikir). Berita sahabat ini mempunyai kedudukan hukum lebih tinggi. Selain berdasarkan periwayatan (pentranmisian) yang benar (naql ash-shalih) dari orang-orang yang melihat dan mendengar langsung tentang turunnya ayat Al-Qur’an. Dengan demikian, seperti halnya periwayatan pada umumnya, diperlukan kehati-hatian dalam menerima riwayat yang berkaitan dengan asbab An-nuzul.
1.      Menurut Al-wahidy
Pembicaraan asbab an-nuzul, tidak dibenarkan, kecuali dengan berdasarkan riwayat dan mendengar dari mereka yang secara langsung menyaksikan peristiwa nuzul, dan bersungguh-sungguh dalam mencarinya.
Tidak boleh hanya perkataan saja dalam segi asbabun nuzul, melainkan dengan riwayat, atau didengar sendiri dari orang yang menyampaikan turunnya itu. Mereka ini berdiri di atas sebab-sebab. Mereka membahas dengan ilmunya dan mendapatkan apa yang dicarinya.
Al Wahidiy mengambil dari Ulama - ulama yang hidup di masanya untuk memudahkan tentang hal menyelidiki riwayat asbabun nuzul. Membuang yang dianggap bohong, memberi peringatan mereka dengan ancaman.
Mereka itu takut kepada ancaman Allah. Sebab mereka itu mengatakan tiap-tiap orang sekarang ini dapat menciptakan sesuatu, juga menciptakan tipuan dan hal-hal yang bohong. Kekang itu harus dipasang, yaitu memasang kekang kejahilan. Ancaman itu ditujukan kepada orang-orang yang tidak tahu tentang asbabun nuzul.


2.      Menurut Ulama Salaf
Sangatlah keras dan ketat dalam menerima berbagai riwayat yang berkaitan dengan asbab an-nuzul. Keketatan mereka itu dititikberatkan pada seleksi peribadi si pembawa riwayat (para rawi), sumber riwayat (isnad) dan redaksi berita (matan). Bukti keketatan itu diperlihatkan oleh ibn Sirin ketika menceritakan pengalamannya sendiri.
Akan tetapi, perlu dicatat bahwa sikap kekritisan mereka tidak dikenakan terhadap materi asbab an-nuzul yang diriwayatkan oleh sahabat Nabi. Mereka berasumsi bahwa apa yang dikatakan sahabat nabi, yang tidak masuk dalam lapangan penukilan dan pendengaran dapat dipastikan ia mendengar ijtihadnya sendiri. Karena itu pula Ibn shalah, Al-hakim dan para ulama hadits lainnya menetapkan ”seorang sahabat nabi yang mengalami masa turun wahyu, jika ia meriwayatkan suatu berita tentang asbab an-nuzul, riwayatnya itu berstatus marfu’.
3.      Menurut sayuthiy
Apabila perkataan tabi’in itu terang - terangan dalam masalah asbabun nuzul itu maka ini dapat diterima. Jadi musnid yang dianggap sah ialah yang diperdapat oleh ulama tafsir dari sahabat , seperti mujahid, izrimah, dan sa’id bin jubair. Dalam usahanya itu ia dibantu oleh mursal yang lain.

2.4 Bentuk-bentuk Redaksional Asbabun Al-Nuzul
Ada dua jenis redaksi yang digunakan oleh para perawi dalam mengungkapkan riwayat asbab an-nuzul yaitu :
1.      Sharih (visionable/jelas)
Artinya  riwayat yang sudah jelas menunjukan asbab al-nuzul, dan tidak mungkin pula menunjukan yang lainnya. Redaksi yang digunakan termasuk sharih bila perawi mengatakan:

 سبب نزول هذه الاءية هذا...
Artinya:
Sebab turun ayat ini adalah…
Atau ia menggunakan kata “maka” (fa taqibiyah) setelah ia mengatakan peristiwa tertentu. Misalnya ia mengatakan
 حدث هذا... فنزلت الأية
Artinya:
Telah terjadi…,maka turunlah ayat…
  سئل رسول الله عن كذا...فنزلت الأءية...
Artinya:
Rasulullah pernah ditanya tentang…,maka turunlah ayat…

Contoh riwayat asbab al-nuzul yang menggunakan redaksi sharih adalah sebuah riwayat yang dibawakan oleh Jabir bahwa orang-orang yahudi berkata, “Apabila seorang suami mendatangi “qubul” istrinya dari belakang, anak yang lahir akan juling.” Maka turunlah ayat :
  نساءكم حرث لكم فأتواحرثكم انى شئتم

Artinya:
“Istri-istri mu adalah (seperti) tanah tempat kaum bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanam mu itu bagaimana saja kamu hendaki.” ( Q.s Al-baqarah:223).

2.      Muhtamilah (impossible/kemungkinan)
Cara ini ditempuh apabila variasi riwayat-riwayat Asbab Al-Nuzul ini
menggunakan redaksi muhtamilah (Tidak pasti). Misal satu versi menggunakan versi: “ ayat ini diturunkan berkenaan dengan...”. dan versi lain menggunakan redaksi : “ Saya kira ayat ini diturunkan berkenaan dengan...”.
         Variasi riwayat Asbab Al-Nuzul diatas tidak perlu di permasalahkan, karena yang dimaksud oleh setiapvariasi itu hanyalah sebagian tafsir belaka dan bukan sebagai Asbab Al-Nuzul itu berbwda bila ada indikasi jelas yang menunjukan bahwa salah satunya memaksudkan Asbab Al-Nuzul.
Apabila perawi mengatakan :
  نزلت هذه الأيةفى كذا....
Artinya:
“ayat ini turun berkenaan dengan…
Misalnya, riwayat ibnu umar yang mengatakan:
  نزلت فيل اتيان النساءفي أدبارهن.
Artinya:
“Ayat, istri-istri kalian adalah (ibarat) tanah tempat bercocok tanam, turun berkenaan dengan mendatangi (menyetubuhi) istri dari belakang.” (H.R. Bukhari)
Atau perawi mengatakan:
  أحسب هذه الأيةنزلت فى كذا...
Artinya:
“saya kira ayat ini turun berkenaan dengan…”
Atau
   ماأحسب نزلت هذه الأيةالأفى كذا...

Mengenai riwayat asbab an-nuzul yang menggunakan redaksi “muhtamilah”, Az-Zarkasy menuturkan dalam kitabnya Al-Burhan fi’ulum Al-Quran:
 قدعرف من عادةالصحابةوالتابعين أن أحدهم اذاقال:نزلت هذه الأيه فى كذافاءنه يريدبذالك أنهاتتضمن هذاالحكم لا أن هذاكانالسبب في نزولها.
Artinya:
“Sebagaimana diketahui telah terjadi kebiasaan para sahabat Nabi dan tabi’in, jika seorang diantara mereka berkata,’ ayat ini diturunkan berkenna dengan…’.maka yang dimaksud adalah ayat itu mencakup ketentuan hukum tentang ini atau itu, dan bukan bermaksud menguraikan sebab turunnya ayat.”

3.      Mengambil versi riwayat yang sahih (valid)
         Cara ini digunakan apabila seluruh riwayat itu menggunakan redaksi sharih (pasti), tetapi kualitas salah satunya tidak shalih. Misalnya dua riwayat Asbab Al-Nuzul kontradiktif yang berkaitan dengan diturunkannya ayat
2.5 Jenis - jenis Asbab An - Nuzul
    Riwayat-riwayat Asbab al-Nuzul dapat di golongkan dalam dua kategori, yaitu riwayat-riwayat pasti dan tegas dan riwayat-riwayat yang tidak pasti.
 Kategori pertama, para periwayat dengan tegas menunjukkan bahwa peristiwa yang diriwayatkannya berkaitan erat dengan asbab al-Nuzul, misalnya Ibn Abbas meriwayatkan tentang turunnya Q.S. al-Nisa /4:59 :
Yang artinya :“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul (Nya), dan orang-orang yang memiliki kekuasaan (ulil Amr) di antara kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Abdullah ibn Hudzaifah ibn Qais ibn Adi ketika Rasul menunjuknya sebagai panglima sariyya (detasemen, sebuah satuan tugas tentara).
Sedangkan kategori kedua (mumkin) periwayat tidak menceritakan dengan jelas bahwa peristiwa yang diriwayatkannya berkaitan erat dengan asbab al-Nuzul, tetapi hanya menjelaskan kemungkinan-kemungkinannya, misalnya riwayat Urwah tentang kasus Zubair yang bertengkar dengan seorang dari kalangan Anshar, karena masalah aliran air (irigasi) di al-Harra. Rasulullah bersabda : “wahai Zubair, aliri air tanahmu, dan kemudian tanah-tanah di sekitarmu.” Sahabat Anshar tersebut kemudian memprotes : “Wahai Rasulullah, apakah ia keponakanmu ?” pada saat itu Rasulullah dengan rona wajah yang memerah kemudian berkata: “Wahai Zubair, alirikan air ke tanahnya hingga penuh, dan kemudian biarka selebihnya mengalir ketetangganu.” Tampak bahwa Rasulullah SAW. Memungkinkan Zubair memperoleh sepenuh haknya, justru sesudah Anshar menunjukkan kemarahannya. Sebelumnya Rasulullah telah memberikan perintah yang adil bagi mereka berdua. Zubair berkata “saya tidak bisa memastikan, hanya agaknya ayat itu turun berkenaan dengan peristiwa tersebut.” Ayat yang dimaksud ialah Q.S. al-Nisa /4:65): yang artinya sebagai berikut :
“maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”
Mengenai jenis-jenis asbab al-Nuzul dapat di kategorikan ke dalam beberapa bentuk berikut :
1.      Sebagai tanggapan atas suatu peristiwa umum
Bentuk sebab turunya ayat sebagai tanggap terhadap suatu peristiwa, misalnya riwayat ibn ‘Abbas bahwa Rasulullah pernah ke al-Bathha, dan ketika turun dari gunung beliau berseru: “Apakah engkau akan percaya, apabila aku katakan bahwa musuh tengah mengancam dari balik punggung gunung, dan mereka bersiap-siap menyerang, entah di pagi hari ataupun di petang hari ?” mereka menjawab: “ya, kami percaya, wahai Rasulullah !” Apakah hanya untuk masalah seperti ini engkau kumpulkan kami, wahai Muhammad ?” Maka Allah kemudian menurunkan Q.S. al-Lahab /111. Yang artinya sebagai berikut :
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesunggungnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang dilehernya ada tali sabut.”


2.      Sebagai tanggapan atas suatu peristiwa khusus
Contoh sebab turunnya ayat sebagai tanggapan atas suatu peristiwa khusus ialah turunnya surah Al-Baqarah /2:158, sebagaimana telah diuraikan terdahulu.
3.      Sebagai jawaban terhadap pertanyaan kepada Nabi
Asbab al-Nuzul lainnya ada dalam bentuk pertanyaan kepada Rasulullah seperti turunnya Q.S. al-Nisa/4:11: yang artinya sebagai berikut :
“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak bagi masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan.”
Ayat tersebut turun untuk memberikan jawaban secara tuntas terhadap pertanyaan Jabir kepada Nabi, sebagaimana di riwayatkan Jabir: “Rasulullah dating bersama Abu Bakar, berjalan kaki mengunjungiku (karena sakit) diperkampungan Banu Salamah.
Rasulullah menemukanku dalam keadaan tidak sadar, sehingga beliau meminta agar disediakan air, kemudian berwudhu, dan memercikkan sebagian pada tubuhku. Lalu aku sadar, dan berkata: “Ya Rasulullah! Apakah yang Allah perintahkan bagiku berkenaan dengan harta dan benda milikku?” Maka turunlah ayat di atas.
4.      Sebagai jawaban dari pertanyaan Nabi
Salah satu bentuk lain ialah Rasulullah SAW mengajukan pertanyaan, seperti turunnya Q.S. Maryam/19:64: yang artinya sebagai berikut :
“Dan tidaklah kami (jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhamu. Kepunyaan-Nya-lah apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita, dan apa-apa yang ada di antara keduanya,dan tidak Tuhan lupa.”
Ayat tersebut turun untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan nabi, sebagai mana di riwayatkan ibn abbas bahwa rasulullah bertanya pada malaikat jibril, “apa yang menghalangi kehadiranm, sehingga lebi jarang muncul ketimbang masa-masa sebelumnya?”maka turunlah ayat di atas.
5.      Sebagai tnggapan atas pertanyaan yang bersifat umum
Dalam bentuk lain, ayat-ayat al-qur’an di turunkan dalam rangka member petunjuk perihal pertanyaan bersifat umum, yang muncul di kalangan sahabat nabi, seperti turunnya q.s. al-baqarah/2:222: yang artinya sebagai berikut :
Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah: ‘haid adalah suatu kotoran.’ Oleh sebab itu hendaklah kamu menjaukan diri dari wanita di waktu haid, dan janganlah mendekati merekah, sebelum merka suci. Apbilah mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang di perintahkan allah kepadamu. Sesungguhnya allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
 Ayat ini turun perihal pertanyaan yang bersifat umum dari kalangan sahabat nabi, sebagaimana di riwayatkan oleh tsabit dari anas bahwa di kalangan yahudi, apabilah wanita mereka sedang haid, mereka tidak makan dengan wanita tersebut, atau juga tidak tinggal serumah. Para sahabat yang mengetahui masal itu kemudian bertanya kepada Rasulullah SAW tentang hal ini, maka turunlah ayat di atas.
6.      Sebagai tanggapan  terhadap orang-orang tertentu
Kadangkala ayat-ayat al-qur’an turun untuk menanggapi keadaan tertentu atau orang-orang tertentu, seperti turunnya q.s.al-baqarah/2:196: yang artinya sebagai berikut :
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), mak (sembelilah) korban yang mudah di dapat dan jangan  kamu mencukur kepalamu sebelum korban sampai di tempat penyembelihan. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah berfidyah, yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkurban.”
Ka’b ibn ujrah meriwayatkan bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan pelaksanaan haji dan ‘umrah. Jika ada orang yang merasa sakit atau ada gangguan di kepala, maka diberikan kemudahan baginya. Ka’b ibn ujrah sendiri merasakan ada masalah dengan kutu-kutu yang banyak di kepalanya, lalu ia sampaikan pada nabi, dan nabi menjawab”cukurlah rambutmu dan gantikanlah berpuasa tiga hari, atau menyembelih hewan kurban, atau member makan untuk enam orang miskin, untuk masing-masing orang miskin satu sah’.
Contoh lain adalah rujukan tentang nabi Muhammad saw, di dalam al-qur’an, seperti turunnya q.s.alqiyamah/75:16-18: yang artinya sebagai berikut :
“janganlah gerakan lidahmu untuki (membaca) al-qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan membuatmu pandai membaca. Apabilah kami selesai membacakannya, maka ikutilah bacaan itu.”
2.6 Beberapa sebab tapi satu wahyu
Terkadang wahyu turun untuk menanggapi beberapa peristiwa atau sebab, misalnya turunnya Qs.al-ikhlas/112: yang artinya sebagai berikut :
“katakanlah: ‘dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah tuhan yang bergantung kepada-nyasegalah sesuatu. Tiada beranak dan tiada pula di beranakkan. Dan tiada seorang pun yang setara dengannya.”
Ayat-ayat di atas turun sebagai tanggapan orang-orang musrik mekah sebelum hijrah, dan kaum ahli kitab yang di temui di madinah sesudah hijrah.
Contoh lain ialah turunnya Q.s al-taubah/9:113: yang artinya sebagai berikut :
“Tidaklah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya),sesudah jelas bagi merekah bahwa orang-orrang musyrik itu penghuni neraka jahanam.”
Ayat di atas turun untuk menanggapi peristiwa wafatnya paman Rasulullah saw, Abu thalib, hingga allah akan melarang hal tersebut. Dalam kisah yang lain, suatu saat para sahabat khususnya umar ibn al-khaththab menemukan rasulullah sedang menitikkan air mata ketika berziarah kubur. Rasulullah menerangkan bahwa beliau sedang menziarahi makam ibundanya, dan memohon kepada allah agar diperkenangkan meziarahinya, dan memohonkan keampunan bagi ibundanya. Sebab itu ayat tersebut di turunkan.

2.7   Beberapa wahyu tapi satu sebab
Ada lagi beberapa ayat yang di tukan untuk di menanggapi satu peristiwa, misalnya ayat-ayat di turunkan untuk menjawab pertanyaan yang di ajukan ummu salamah,yakni mengapa hanya lelaki saja yang di sbut di dalam al-qur’an, yang di beri ganjaran. Menurut  al-hakim dan tarmizi,pertanyaan itu menybabkan turnnya tiga ayat, yaitu q.s. alu ‘imran/3:195,q.s. al-nisa’/4:32, dan q.s. al-ahzab/33:35. Yang artinya sebagai berikut :
Maka tuhannya pun mengabulkan permohonan mereka, dan menjawab: “sungguh, tiada kusia-siakan amal siapa pun di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, karena sebagian kamu adalah keturunan dari sebagian yang lain.
Orang-orang yang berhijrah dan di usir dari kampong halamannya, di sakiti di jalan-ku,berperang dan terbunuh, sungguh akan kuhapuskan dari sorga-sorga, yang mengalir sungai di dalamnya, sebagai ganjaran dari allah.dan allah, pada-nyalah sebaik-baik ganjaran.” (q.s. alu imran/3:195)
Dan Q.S. al-Nisa/4:32: yang artinya sebagai berikut :
Dan janganlah kamu berangan-angan dan iri hati atas kelebihan yang di karuniakan oleh allah  kepada sebagian kamu, lebih dari pada yang lain. karena bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada allahkarunia-nya. Sungguh allah tau benar segala sesuatu.” (q.s. al-nisa’/4:32)

Dan Q.S. al-Ahzab/33:35: yang artinya sebagai berikut :
Sungguh bagi orang muslim lelaki dan perempuan, bagi orang mukmin lelaki dan perempuan,bagi lelaki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya,bagi lelaki dan perempuan yang benar,bagi lelaki dan perempuan yang sabar,bagi lelaki dan perempuan yang khusuk,bagi orang lelaki dan perempuan yang bersedekah,bagi lelaki dan perempuan yang berpuasa,bagi lelaki dan perempuan yang mnjaga kehormatannya,bagi lelaki dan perempuan yang mengingat allah,bagi mereka allah menyediakan ampunan dan pahala yang besar.” (q.s.al-ahzab).

2.8 Kaidah-kaidah Asbab Al-nuzul
Mengatakan bahwa tidak mungkin dapat mengetahui tafsir suatu ayat, tanpa berpegang atau berandar pada kisahnya dan keterangan nuzulnya. Pendapat yang sama dikemukakan oleh pendapat Ibn Taimiyyah bahwa mengetahui sebab, nuzul ayat dapat menolong memahami ayat, karena mengerti sebabnya, berarti akan memberi peluang untuk mengetahui apa yang ditimbulkan dari sebab itu.
Demikian halnya dengan pendapat Ibn Daqiq bahwa sebab nuzul suatu ayat merupakan jalan yang kuat dalam memahami maksud al- qur’an. Mengetahui Asbab al-Nuzul adalah sangat urgen dalam mngetahui dan memahami maksud suatu ayat, hikmah yang terkandung dalam penetepan suatu hukum sebagai mana kata pepatah “mengetahui sebab akan memberikan tentang musabab”. Adalah tidak diragukan, bahwa bentuk suatu ayat dan cara pengungkapannya, dalam skala besar, sangat terpengaruh oleh sebab turunya.
Istifham (kalimat Tanya), umpamanya, adalah sekedar suatu kalimat. Namun ia bisa mempunyai pengertian yang lain, seperti taqrir (penegasan), nafyi, dan pengertian- pengetian lainnya. Maksud dari pengertian tersebut tidak bisa difahami kecuali melalui factor ekstern dan korelasi-korelasi dari kondisi yang ada. Mencermati pendapat diatas, dapat dipastikan bahwa pengetahuan tentang Asba al-Nuzul sangat besar faedahnya, diantaranya:
1.      Mengetahui hikmah Allah secara yakin mengenai semua masalah yang disyariatkan melalui wahyu atau ayat- ayat yang dinuzulkan nya, baik bagi orang yang sudah beriman. Misalnya, kasus Urwah Ibn al–Zubair yang keliru memehami pengertian ayat 158 dari surat al-baqarah. kekeliruan terletak pada pemahamannya mengenai pernyataan tidak ada dosa baginya .menurut pemahaman Urwah haji tanpa sa’i antara Safa dan Marwah tidak apa-apa. ia termemori oleh pengaulaman pada zaman jahiliyyah. Bahwa orang-orang dizaman jahiliyah beribadah pada berhala yang bernama Isaf yang ada di Shafa dan patung Na’ilah yang ada di Marwah. Untungnya Urwah ragu, ketika ia menyaksikan orang-orang muslim melakukan sa’i diantara bukit itu. Akhirnya, ia menghampiri A’isyah untuk mengetahui persoalan itu. ‘Aisyah memberitahu bahwa ayat tersebut dinuzulkan sehubungan dengan adanya orang Anshar, yang belum masuk Islam, mereka selalu mondar mandir diantara Shafa dan Marwah untuk menyembah berhala. Setelah masuk Islam mereka bertanya kepada nabi mengenai sa’i. maka Allah menuzulkan ayat diatas yang menyatakan bahwa sai itu tidak ber dosa.
2.      Membantu memahami kandungan al- qur’an, sekaligus menghilangkan keragu-raguan dalam memahaminya, disebabkan adanya kata yang menunjukkan pembatas (hashr).
3.      Dapat mengkhususkan hukum pada sebab menurut ulama yang memandang bahwa yang mesti diperhatikan adalah kekhususan sebab bukan keumuman lafahz
4.      Dapat mengetahui bahwa sebab nuzul ayat tidak pernah keluar dari hukum yang terkandung dalam ayat tersebut kendati datang yang mengkhususkannya.
5.      Membantu mempermudah penghafalan dalam pemahaman

BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa secara etimologi, Asbab An – Nuzul adalah sebab – sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Ada banyak para ulama yang mendefinisikan mengenai Asbab An – Nuzul. Meskipun redaksi – redaksi pendefinisian sedikit berbeda, namun semuanya dapat disimpulkan bahwa Asbab An- Nuzul adalah kejadian atau peristwa yang melatarbelakangi turunnya ayat Al – Quran. Ayat tersebut dalam rangka menjawab, menjelaskan dan menyelesaikan masalah – masalah yang timbul dari kejadian – kejadian tersebut.
Salah satu fungsi dari Asbab An – Nuzul yakni sebagai cara terbaik untuk memahami makna Quran serta menyingkap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat - ayat yang dapat ditafsirkan tanpa mengetahui sebab nya. Yang menjadi dasar bagi ulama dalam mengetahui asbabun nuzul adalah sahnya riwayat itu dari Nabi SAW atau dari sahabat. Kalau hanya berita dari sahabat, maka berita ini hendaknya terang-terangan.
Ada dua jenis redaksi yang digunakan oleh para perawi dalam mengungkapkan  riwayat asbab an-nuzul yaitu Sharih (visionable/jelas) dan Muhtamilah (impossible/kemungkinan). Jenis Asbab al-Nuzul dapat di golongkan dalam dua kategori, yaitu riwayat-riwayat pasti dan tegas dan riwayat-riwayat yang tidak pasti. Dalam konsep Asbab An – Nuzul ini ada beberapa sebab tapi satu wahyu dan ada pula beberapa wahyu tapi satu sebab.
Pengetahuan tentang Asbab An – Nuzul sangat besar faedahnya salah satunya untuk membantu memahami kandungan Al – Quran, sekaligus menghilangkan keragu – raguan dalam memahaminya yang dapat disebabkan karena adanya kata yang menunjukan pembatas (hashr). Selain itu, faedah mempelajari Asbab An – Nuzul ini untuk membantu mempermudah dalam pemahaman.

3.1 Saran
Dari pembahasan di atas penyusun menyarankan bahwasannya sangat penting kita mengetahui serta mempelajari mengenai apa itu Asbab An – Nuzul . Karena tiada lain agar kita mampu mengetahui tentang isi kandungan Al – Quran untuk dijadikan pedoman dalam menjalankan kehidupan sehari – hari. Terlepas dari pembahasa di atas, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki segala kesalahan yang terdapat dalam penyusunan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

ü  Al-Qattan, Manna Khalil.2013.Studi Ilmu ilmu Al-Quran.Bogor : Pustaka Litera AntarNusa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar