Sabtu, 28 Mei 2016

Makalah : Terjemah Al-Quran


KATA PENGANTAR

Puji syukur di panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Terjemah Al-Quran” . Dan ucapan terimakasih penulis sampaikan teruntuk Bapak Dr. H. Hasan Bisri, M.Ag. yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.

Terjemah al-Quran sangat diperlukan untuk memahami isi dari kandungan ayat al-Quran apalagi untuk kaum awam yang tidak mengerti bahasa Arab. Terjemah al-Quran dibagi menjadi dua bagian yaitu terjemah harfiah dan terjemah tafsiriyah atau maknawiyah. Dalam menerjemahkan al-Quran tidak sembarang orang yang boleh menerjemahkan al-Quran ada beberapa syarat yang yang begitu penting untuk menjadi penerjemah al-Quran yang selanjutnya akan dibahas dalam bab pembahasan.

Penulis begitu menyadari banyaknya kekurangan pada makalah ini, untuk itu penulis sampaikan maaf bagi para pembaca yang budiman. Penulis berharap adanya keritik dan saran yang membangun dari para pembaca dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Di zaman yang semakin modern ini pengetahuan manusia mengenai al-Quran semakin menyusut. Dengan semakin maraknya tekhnologi yang beredar manusia zaman sekarang lebih tertarik dan memperhatikan serta tak bisa lepas dari tekhnologi seperti gadget dan sebagainya. Sehingga kerap kali melupakan al-Quran dan teringat ketika ada tuntutan seperti perintah dosen untuk membawa mushaf al-Quran ataupun pelajaran sekolah atau kuliah yang berkaitan dengan al-Quran. Jika tidak ada tuntutan seperti ini bisa jadi semakin sedikit umat muslim dalam hidupnya yang berpedoman pada al-Quran dan hadits.

Kebanyakan umat muslim di zaman sekarang lupa terhadap al-Quran bahkan yang lulusan dari pesantren pun terkadang ada saatnya lupa terhadap kitab suci ini, apalagi mereka yang beragama islam namun kehidupannya jauh dari nuansa agama.

Bagi umat muslim sangatlah penting untuk memahami isi dari al-Quran yang di tulis dalam bahasa Arab. Namun tidak semua orang mengerti bahasa arab sehingga perlunya terjemahan isi Al-Quran kedalam bahasa yang mudah dipahami dan biasanya terjemahan disesuaikan dengan bahasa dari Negara masing-masing. Al-Quran yang beredar di Indonesia begitu banyak, dan berbagai macam style untuk membuatnya lebih menarik dan mudah dipahami oleh para pembaca muslim dan muslimah. 

Namun dalam kenyataannya sangat sedikit sekali yang memahami kandungan isi al-Quran ini. Bahkan sangat sedikit para muslimin yang mengetahui pengertian, sejarah bahkan perkembangan serta pembagian terjemahan al-Quran. Maka dari itu kami sebagai generasi penerus bangsa wajib mempelajari al-Quran dan segala hal yang berkaitan dengan al-Quran agar kita bisa terus mempertahankan agama islam yang kita cintai ini. Dengan permasalahan yang telah dipaparkan maka kami menyusun makalah yang berjudul “Terjemah Al-Quran” dengan rumusan masalah sebagai berikut.


Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas adapun rumusan masalahnya yaitu :
a. Apa definisi dari terjemah al-Quran dan bagaimana pembagiannya? 
b. Bagaimana sejarah perkembangan terjemahan al-Quran? 
c. Apa yang menjadi syarat bagi para penerjemah dalam menerjemahkan al-Quran? 
d. Bagaimana perbedaan tafsir dan terjemah tafsirriyyah? 
e. Bagaimana terjemahan al-Quran kedalam bahasa asing dan bahasa Indonesia?

Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas adapun tujuan dari pemaparan masalah ini yaitu :
a. Mengetahui dan memahami pengertian terjemahan al-Quran dan pembagian terjemahan al-Quran.
b. Menegetahui dan memahami sejarah perkembangan terjemahan al-Quran .
c. Mengetahui dan memahami syarat bagi para penerjemah al-Quran.
d. Mengetahui dan memahami perbedaan tafsir dan terjemah tafsirriyyah.
e. Mengetahui dan memahami terjemahan al-Quran kedalam bahasa asing dan Bahasa Indonesia.

Manfaat
Berdasarkan materi yang dibahas adapun manfaatnya yaitu :
a. Menjadikan para generasi penerus bangsa semakin memahami terhadap al-Quran dan terjemahan al-Quran serta aspek-aspek yang terkait di dalamnya.
b. Pengetahuan ini dapat menjadi pondasi untuk mempertahankan agama islam melalui bidang pendidikan.

Metode Penulisan
Penulisan dan penyusunan makalah ini menggunakan metode kepustakaan. Artinya makalah ini ditulis dan disusun berdasarkan referensi-referensi yang ada di dalam buku-buku dan artikel-artikel ilmiah lainnya. 

BAB II
PEMBAHASAN

Definisi Terjemah Al-Quran 
Arti terjemah menurut bahasa adalah “salinan dari suatu bahasa ke bahasa lain.” Atau berarti mengganti, menyalin memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa lain.
Adapun yang dimaksud dengan terjemah al-Quran adalah seperti dikemukakan oeh Ash-Shabani:

“Memindahkan al-Quran kepada bahasa lain yang bukan bahasa Arab sehingga ia dapat memahami kitab Allah SWT. Dengan perantaraan terjemah ini.”

Dalam Mu’jam al-Washith disebutkan bahwa terjemah ialah pengalihbahasaan perkataan dari suatu bahasa ke bahasa lain. Syarat penerjemahan yang benar ialah mendekati makna asalnya dengan sempurna. Terjemah ialah menjelaskan apa yang diinginkan oleh kalimat dalam bahasa asalnya, bahkan detail-detail teks aslinya, untuk dialilhbahasakan kedalam teks penerjemah. 

Dibandingkan dengan menterjemahkan teks-teks lainnya, menerjemahkan al-Quran sangat sulit karena nilai mukjizatnya. Karenanya, banyak sekali terjadi kesalahan dalam terjemahan-terjemahan al-Quran. Contohnya diambil dari website resmi kemenag yang membahas isu kesalahan tafsir Quran menyesatkan yaitu salah satu isu yang menyebutkan adanya kesalahan terjemahan versi pemerintah walaupun hanya isu namun cukup membuat masyarakat yang mengetahui isu ini menjadi panik. Salah satu ayat yang dianggap memiliki terjemah yang keliru yaitu surat al-Baqarah ayat 191, yakni bunuh dimanapun kamu termukan mereka (kafir). penggalan terjemahan ini memberikan kesan islam itu radikal.

Pembagian Terjemah Al-Quran
Terjemah al-Quran ada dua macam, yaitu:

Terjemah Harfiah, yaitu memindahkan suatu isi ungkapan dari suatu bahasa ke bahasa yang lain, dengan mempertahankan bentuk dan urutan kata-kata dan susunan kalimat aslinya.
Terjemah Maknawiyah atau Tafsiriyyah, yaitu mengungkapkan makna perkataan 
atau kalimat dengan menggunakan bahasa lain tanpa terikat mufrodat (kosa kata) dan tartib (susunan kata). 
Sebagai contoh, firman Allah:
(إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْآناً عَرَبِيّاً لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ) (الزخرف:3)
Sesungguhnya Kami menjadikan Al Quran dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya).
Maka terjemahan harfiyah adalah dengan cara menerjemahkan kata perkata di dalam ayat ini, menjadi إِنَّا, kemudian جَعَلْنَاهُ, kemudian قُرْآناً, kemudian عَرَبِيّاً, dan seterusnya.

Terjemahan seperti ini sangat sulit sekali, karena menemukan kata-kata yang sama. Kebanyakan penerjemah, karena alasan ini, mengalami banyak kesulitan. Selain itu, dalam banyak kasus, terjemahan-terjemahan seperti ini tidak bisa menjelaskan makna dengan sempurna. Hal ini disebabkan oleh ketidaksepadanan makna kata dalam bahasa asli dengan makna kata bahasa penerjemah.

Penerjemahan al
Ÿwur ö@yèøgrB x8ytƒ »'s!qè=øótB 4n<Î) y7É)ãZãã Ÿwur $ygôÜÝ¡ö6s? ¨@ä. ÅÝó¡t6ø9$# yãèø)tFsù $YBqè=tB #·qÝ¡øt¤C ÇËÒÈ  

29. dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya[852] karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.

Pembaca terjemahan ini akan kebingungan, mengapa Allah melarang membelenggu tangan dan mengulurkannya. Harus diperhatikan bahwa “membelenggu tangan” dalam bahasa Arab bermakna kikir dan “mengulurkan tangan” adalah dermawan.

Adapun terjemah maknawiyah ataw tafsiriyyahnya yaitu dengan menerjemahkan makna ayat secara keseluruhan tanpa memperhatikan makna kata perkata dan tartib (urutan) nya. Tujuannya adalah mencerminkan makna awal dengan sempurna. Maksud dari kalimat awal bisa diartikan tanpa harus mengurangi makna dengan sedapat mungkin menyesuaikan dengan makna dalam bahasa terjemahan. Dalam terjemahan seperti ini selama tidak merusak makna, penerjemah tidak harus mengikuti susunan kata dalam teks aslinya.

Dalam buku lain[1] disebutkan pada dasarnya, ada tiga corak penerjemahan yaitu:

a. Terjemah maknawiyyah tafsiriyyah, yaitu menerangkan makna atau kalimat dan mensyarahkan , tidak terikat oleh tata letak dan susunan katanya, melainkan oleh makna dan tujuan kalimat aslinya.
Contoh ayat : Al-Mulk ayat 6
                                                                                                               وَلِلَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (6)                                                                artinya :” Dan orang-orang yang ingkar kepada Tuhannya, akan mendapat azab jahannam. Dan itulah seburuk-buruknya tempat kembali” 
b. Terjemah harfiyyah bi Al-mitsli, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata dari bahasa asli dengan kata sinonimnya kedalam bahasa baru dan terikat oleh bahasa aslinya. Maksudnya, demi mendapatkan terjemah yang maknanya sesuai tanpa merubah urutan kata dan dan bentuk kata maka kata yang akan diterjemahkan kedalam bahasa lain terlebih dahulu diubah kedalam bahasa yang sama dan memiliki makna yang sama hanya bunyi katanya saja yang berbeda atau kita sebut dengan sinonim, persamaan kata.

c, Terjemah harfiyyah bi udzuni al-mitsli, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata kedalam bahasa lain dengan memerhatikan urutan makna dan segi sastranya. Terjemahan ini didasarkan pada kemampuan si penerjemah dan sebatas jangkauan bahasa si penerjemah, model terjemahan seperti ini mungkin mungkin saja secara adat, dan hukumnya boleh, bila yang objek diterjemahkannya adalah perkataan manusia, dan tidak boleh apabila objeknya adalah Al-Quran karena akan merusak dan menggeser makna dari yang seharusnya.

Dari semua definisi diatas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa terjemah harfiah adalah terjemahan berdasarkan kata per-kata dan terjemahan tafsiriyyah adalah terjemahan tanpa memperdulikan tata letak dan sususan katanya. Untuk lebih jelas kita simak pembahasan berikutnyna mengenai :


Sejaran Perkembangan Terjemah Al-Quran

Dalam lintasan sejarah Islam dikatakan bahwa lima tahun setelah Nabi saw menjadi rasul untuk pertama kalinya ia memerintahkan kaumnya untuk hijrah ke Ethiopia pada tahun 615 karena pada masa itu di Mekah terjadi skenario pembunuhan nabi, dan sedikit demi sedikir Nabi Muhammad dan pengikutnya berhijrah ke Yastrib (320) . Ethiopia adalah sebuah imperium yang asing bagi kaum muslim, dan bahasa mereka berbeda dengan bahasa orang Mekah. Berkenaan dengan itu, Raja Najasyi sebagai penguasa Ethiopia meminta kepada Nabi saw agar mengutus juru bahasa untuk mengajarkan risalahnya dengan bahasa mereka. Maka diadakanlah suatu pertemuan, dan Nabi Muhammad mengutus Ja’far bin Ali Thalib hadir dalam pertemuan itu, dan dalam pertemuan itu ja’far membacakan beberapa ayat al-Quran dalam surah Maryam setelah itu, Raja Najasyi mengajukan beberapa pertanyaan. 

Ayat al-Quran yang dibacakan ja’far ini beserta terjemahnya membuat mereka tertarik kepada Islam dan kebenarannya. Ustad Muhaqqiq Shadr Afadhil berkeyakinan bahwa Ja’far pandai berbahasa Amharik yaitu bahasa orang-orang Ethiopia. Beliau menerjemahkan ayat-ayat al-Quran ke dalam bahasa mereka. Oleh karena itu, ketika al-Quran dibacakan dihadapan mereka bersama dengan terjemahannya, pengaruhnya sangat kuat hingga menjadikan jiwa orang-orang yang hadir di majelis terpesona, khusunya Raja Najjasyi yang saat itu berkata, “Demi Allah, perkataan Muhammad tidak ada bedanya dengan perkataan al-Masih.” Setelah berkata demikian Najjasyi menangis tersedu-sedu. Kemudian dengan Bahasa Amharik mereka perlahan mempelajari al-Quran, namun pada akhirnya mereka tidak hanya mempelajari dengan bahasa Nasional mereka, mereka perlahan mempelajari Bahasa Arab, dan kaidah-kaidah bahasa Arab, yakni ilmu nahwu, mantiq, fashaha, bayan dan balagah. Dari sinilah kemudian penerjemahan al-Quran itu tumbuh dan berkembang, sampai-sampai ada yang disebut terjemahan tafsir al-Quran bahasa Amharik.


Setelah berkembang terjemahan al-Quran di Ethiopia kemudian berlanjut ke negara India. Raja Raik Mahruq, kepala daerah Rur di India, pada tahun 230 H, meminta Abdullah bin Umar bin Andul Aziz utusan khalifah di daerah itu, untuk menerjemahkan al-Quran dengan bahasa India dan menafsirkannya untuknya. Pekerjaan dilakukan oleh seorang penulis yang hebat. Si penerjemah berkata. “ ketika aku sedang menafsirkan dan menerjemahkan surat Yasin sampai pada ayat, “Katakanlah; ‘Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya pertama kali. Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.’ (Qs. Yasin : 79), yang aku terjemahkan kedalam bahasa Sanskerta, tiba-tiba raja jatuh dari singgasananya sambil berlinang air mata, sampai-sampai lantai dan wajahnya basah oleh air matanya. Dalam keadaan menangis ia berkata. ‘ Ini adalah Tuhan Yang Layak di sembah. Tidak ada Tuhan yang menyamai-Nya. Sebelum kejadian itu dia sudah memeluk islam secara sembunyi-sembunyi. Setelah peristiwa ini, dia selalu bermunajat kepada Allah dan menyembah-Nya dalam kesendirian.

Pada masa Sultan Manshur bin Nuh Samani (350-365 H), atas perintah ulama-ulama Mawara’an Nahr, menerjemahkan al-Quran ke dalam bahasa Parsi. Penerjemahan ini dilakulan di terjemahan tafsir Muhammad bin Jaarir Thabari (w. 310 H) yang dikirm dari Baghdad untuk sang Sultan. Dalam mukadimah terjemahan ini disebutkan, “ini adalah kitab tafsir besar yang khabarnya telah diterjemahkan oleh Muhammad bin Jarir Thabari ke dalam bahasa Parsi dan bahasa Dari yang benar. Ketika kitab ini dibawa dari Baghdad berjumlah 40 mushaf. Kitab ini ditulis dengan bahasa Tazi (Arab) dengan sanadnya yang panjang dan diberikan kepada Sultan Said Muzhaffar Abu Shalih Manshur bin Nuh bin Nashr bin Ahmad bin Ismail. Kemudian beliau kesulitan membaca kitab ini karena kalimatnya menggunakan bahasa Tazi dan sangat ingin agar aku menerjemahkannya kedalam bahasa Parsi. Kemudian dia mengumpulkan ulama- ulama Mawara’an Nahr dan meninta fatwa mereka apakah diperbolehkan membaca dan menulis tafsir al-Quran dengan bahasa Parsi, karena beliau adalah orang yang tidak memahami bahasa Tazi (Arab) Allah berfirman, Dan kami tdak mengutus seoarng Rasul kecuali dengan lisan kaumnya. Bahasa yang digunakan disini adalah bahasa Parsi dan semua raja-raja disini dalah orang Ajam (buka orang Arab)....”. Penerjemahan al-Quran yang ditulis dalam bahasa Parsi, Dari, pada masa ini menjadi naskah terjemahan al-Quran berbahasa Parsi pertama yang dimiliki. bahkan naskah terjemahan al-Quran berbahasa Parsi ini menjadi naskah paling sempurna dan terbaik, meskipun dalam batas-batas tertentu intonasinya sulit bagi orang-orang Parsi.

Ada juga naskah terjemahan lain yang menggunakan bahasa Parsi kuno yang dikerjakan oleh seorang alim fakih bermazhab Hanafi, Abu Hafsh Najmuddin Umar bin Muhammad Nafasi (462-538 H). Dia salah seorang Mawara’an Nahr. Dia memiliki tafsir berbahasa Parsi yang sangat bagus. Pertama-tama dia menerjemahkan ayat-ayat al-Quran, kemudian tafsirnya. Tafsir ini berbeda dengan tafsir Nasafi yang terkenal yang ditulis oleh Abul Barakat Abdullah bin Ahmad bin Mahmud Nasafi.

Syarah dan tafsir berbahasa Parsi yang paling sempurna ialah yang ditulis oleh Syekh Jamaluddin Abdul Futuh Husain bin Ali bin Muhammad Razi. Dial salah seorang ulama abad keenam.. Dalam tafsir ini, pertam-tama ayat-ayat al-Quran diterjemahkan secara tekstual, kemudian baru tafsir ayat-ayatnya. Sejak pertama ditulis hingga sekarang, tafsir ini menadapat perhatian para ulama dan para ilmuan Muslim.

Di samping bahasa Ethiopia, Amharik, India, Persia, yang telah disebutkan, ada juga al-Quran yang diterjemahkan ke dalam bahasa Urdhu. Terjemahan Urdhu yang pertama kali dilakukan oleh Syah Abdul Qadir dari Delhi (w. 1926 ). Dalam perkembangannya al-Quran juga diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa (Inggris). Sebelum berkembangnya bahasa-bahasa Eropa modern, maka bahasa yang berkembang di Eropa adalah bahasa Latin. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa terjemahan al-Quran dalam bahasa Eropa dimulai dalam bahasa Latin. Orang yang pertama kali menerjemahkan al-Quran ke dalam bahasa Latin adalah Maracce. Kemudian terjemahan ke dalam bahasa Inggris pertama kali dilakukan oleh A. Ross, Terjemahan selanjutnya dari bahasa Perancis yang dilakukan oleh Du Ryer pada tahun 1647.

Adapun terjemahan al-Quran dalam bahasa Indonesia, dimulai pada pertengahan abad ke-17 oleh Rauf Alfasuri, seorang ulama dari Singkel, Aceh, ke dalam bahasa Melayu. Walaupun jika terjemahan itu ditinjau dari sudut ilmu bahasa Indonesia modern belum sempurna. Namun apa yang dilakukan Rauf Alfasuri sangat besar jasanya dalam upaya penerjemahan al-Quran untuk masa-masa sesudahnya.

Syarat-Syarat Penerjemah Al-QuranSeorang penerjemah al-Quran harus memenuhi syarat-syarat berikut:

  • Penerjemah al-Quran harus menguasai dua bahasa (bahasa asli dan bahasa penerjemahan) dengan baik. Dia harus menguasai kaidah-kaidah bahasa kedua bahasa secara sempurna.
  • Penerjemah al-Quran harus memiliki pengetahuan agama yang luas dan harus bisa merujuk tafsir-tafsir yang diakui dengan tidak merasa puas terhadap hasil awal terjemahan.
  • Penerjemah harus membebaskan dirinya dari segala bentk keinginan-keinginan internal yang diciptakan oleh lingkungan atau keyakinan-keyakinan taklid[2]. Dia hanya wajib memahami maksud ayat-ayat tanpa membahkan apapun.
  • Orang-orang yang tidak memiliki kelayakan untuk melakukan perkerjaan penting ini hendaknya tidak melakukannya. Mereka yang berhak melakukan perkerjaan tersebut harus mampu bertanggungjawab untuk mengawasi naskah penerjemahan yang sudah dilakukan.
  • Penerjemah haruslah seorang muslim, sehingga tanggung jawab keislamannya dapat dipercaya.
  • Penerjemah haruslah seorang yang adil dan tsiqah (dapat dipercaya). Karenanya, seorang fasik tidak diperkenankan menerjemahkan al-Quran
  • Berpegang teguh pada prinsip-prinsip penafsiran al-Quran dan memenuhi kriteria sebagai mufasir, karena penerjemah pada hakikatnya adalah seorang mufasir (ahli tafsir).
Perbedaan Tafsir dengan Terjemah Tafsirriyyah

Ada beberapa titik perbedaan antara Tafsir dan Tarjamah Tafsiriyah berbagai segi:

a. Perbedaan bahasa, bahasa Tafsir terkadang atau kebanyakan memakai bahasa yang sama, sementara bahasa Tarjamah Tafsiriyah harus dengan bahasa yang berbeda. Maksudnya Pada terjemah terjadi peralihan bahasa dari bahasa pertama ke bahasa terjemah, tidak ada ladi lafazh atau kosa kata bahasa bahasa pertama itu melekat pada bahasa terjemahannya. Sedangkan tafsir selalu ada keterikatan dengan bahasa asalnya, dan dalam tafsir tidak terjadi peralihan bahasa. Yang terpenting dan menonjol dalam tafsir ialah ada penjelasan, baik penjelasan kata-kata mufrad (kosa-kata) maupun penjelasan susunan kalimatnya.

b. Bagi pembaca Tafsir, bisa memperhatikan rangkaian dan susunan teks asli beserta arti yang di tunjukan, di samping teks terjemahanya; sehingga dia bisa menemukan kesalahan-kesalahan yang ada, sekaligus meluruskanya. Andaikan dia tidak menangkap kesalahan itu, maka, pembaca yang lain akan menemukanya. Sedangkan pembaca terjemah, tidak sampai ke situ, karena dia tidak tahu susunan Al-Quran dan arti yang ditunjukanya, bahkan kesan yang ada, bahwa apa yang ia baca, dan ia pahami dari terjemah tersebut, adalah Tafsir atau arti yang benar terhadap Al-Quran, sedangkan pengecekan terhadap teks aslinya dan membandingkan dengan teks terjemahan, itu sudah di luar batas kemampuanya, selama dia tidak tahu bahasa Al-Quran.

c. Pada terjemahan sekali-kali tidak boleh melakukan penguraian meluas melebihi dari makna yang sudah didapat. Sedangkan tafsir , pada kondisi tertentu, tidak hanya boleh melakukan penguraian meluas, tetapi justru uraian luas itu wajib dilakukan, jika usaha menjelaskna makna ayat yang dikehendaki baru dapat dicapai dengan mantap melalui penguraian masalahnya secara luas. 

d. Dalam terjemahan mengandung tuntutan artinya bahasa yang diterjemahkan harus memiliki makna sesuai asal bahasanya, sedangkan tafsir yang menjadi pokok perhatianya adalah tercapai penjelasan yang sebaik-baiknya, baik secara global maupun secara terperinci, baik mencakup keseluruhan makna saja, tergantung pada apa yang diperhatikan mufassir dan ornag yang menerima tafsir itu.

e. Dalam terjemah harus ada pengakuan bahwa ayat yang diterjemahkan benar dan telah sesuai dengan makna aslinya sedangkan dalam tafsir soal pengakuan sangat relatif, tergantung pada faktor kredibelitas mufassirnya. Mufassir akan mendapat pngakuan jika dalam penafsirannya didukung dengan banyak dalil yang dikemukakannya, dan sebaliknya ia tidak akan mendapat pengakuan ketika hasil tafsirannya itu tidak didukung oleh dalil-dalil.

Terjemahan Al-Quran Kedalam Bahasa Asing dan Indonesia

Dikarenakan kedudukannya yang tinggi, al-Quran telah menarik perhatian bangsa-bangsa lain. Karena belajar bahasa Arab pada waktu itu tidaklah mudah, maka para penerjemah mulai menerjemahkan kitab samawi ini. Sampai kini, al-Quran telah diterjemahkan dengan sempurna lebih dari enam puluh lima bahasa dunia. Sebagian dari terjemahan ini mengalami puluhan bahkan ratusan cetak. Selain dari naskah-naskah terjemahan berbahasa Jerman, Italy, Urdu, Cina dan bahasa-bahasa dunia lainnya, hanya satu dari tiga ratus terjemahan al-Quran berbahasa inggris yang dilakukan oleh George Sail yang telah dicetak sampai lebih dari empat puluh kali.

Tentunya karena banyak terjemahan asing dari berbagai negara tidak bisa diyakini bahwa semua penerjemah benar-benar memiliki niat yang baik. Niat buruk sebagian dari mereka sangat jelas, karena sebagian dari mereka pernah bermusuhan dengan agama Islam dan kaum Muslim. Dengan alasan inilah sebagian dari mereka menterjemahkan al-Quran. Karena tidak memiliki kemampuan cukup sebagai penerjemah, maka seringkali hasil terjemahan mereka melenceng dan salah. Hal ini terjadi karena tidak ada pengawasan. Perbuatan salah seperti ini, tingkat bahayanya tidak lebih sedikit dengan unsur sengaja merubah al-Quran. Bagaimanapun juga dampak-dampak negatif kesalahan ini akan kembali kepada dasar dan akar Islam. Hal seperti ini akan menyimpangkan agama islam. 

Oleh karena itu orang-orang yang berwenang dalam masalah ini tidak boleh diam. Mereka harus menyikapi perbuatan-perbuatan salah yang membahayakan seperti ini. Karena, dibalik penerjemahan ini, terdapat persengkongkolan. Sebagai contoh yang bisa disebutkan ialah terjemahan “Mithran; Ya’qub putra seorang Nasrani”, salah seorang petinggi gereja yang menerjemahkan dengan bahasa Suryani, sudah pasti (al-Quran itu) diterjemahkan dengan niat tidak baik. Terjemahan ini dicetak pada tahun 1925 M dan sudah diterbitkan.

Abu Abdillah Zanjani berpendapat bahwa mungkin penerjemahan bahasa Latin pertama (bahasa di Eropa) dilakukan pada tahun 1143 M oleh Kint, dibantu oleh Petrus Thalithe dan seorang ilmuan Arab. Penerjemahan ini dilakukan untuk diberikan kepada Dickluni. Tujuannya adalah membantah al-Quran. Pada tahun 1594 M, Henkilman menerbitkan terjemahan al-Quran dan selanjutnya pada tahun 1598 M diterbitkan terjemahan al-Quran cetakan Maraki yang didalamnya menyertakan penghinaan terhadap al-Quran.

Sedangkan terjemahan al-Quran kedalam bahasa Indonesia berperan penting demi perkembangan pemahaman isi dari makna al-Quran di wilayah Indonesia, penerjemahan ke dalam Bahasa Indonesia ini diantaranya dilaksanakan oleh :

1. Al-Quran dan Terjemahannya, oleh Departemen Agama RI ada dua edisi revisi yaitu tahun 1989 dan 2002.
2. Terjemah Al-Quran, oleh Prof. Mahmud Yunus.
3. An-Nur, oleh Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Siddieqy
4. Al-Furqon, oleh A. Hassan guru Persatuan Islam
5. Al-Quranu’l Karim Bacaan Mulia, oleh Hans Bague Jassin

Selain diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia resmi adapula yang diterjemahkan kedalam bahasa Daerah diantaranya dilaksanakan oleh :

1. Qur’an Kejawen (Bahasa Jawa), oleh Kemajuan Islam Jogyakarta
2. Qur’an Suadawiah (Bahasa Sunda)
3. Qur’an Bahasa Sunda oleh K.H. Qomaruddien
4. Al-Ibriz (Bahasa Jawa), oleh K. Bisyri Mustafa Rembang
5. Al-Quran Suci Basa Jawi (Bahasa Jawa), oleh Prof. K.H.R. Muhammad Adnan
6. Al-Amin (Bahasa Sunda)
7. Terjemah Al-Quran kedalam bahasa Bugis (huruf lontare), oleh KH Abdul Muin Yusuf (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Urwatul Wustqaa Benteng Sidrap Sulsel

Dalam Article yang dimuat di website Tempo yang diterbitkan pada Kamis, 03 Desember 2015 dengan tema paragraf INFO NASIONAL, diberitakan bahwa “Sebagai bentuk apresiasi terhadap keragaman bangsa, Kementerian Agama menerbitkan Kamus Istilah Keagamaan dan Terjemah Al-Quran kedalam Bahasa Daerah. Dikatakan Menag, Terjemah al-Quran Bahasa Daerah terdiri dari 3 bahasa, yaitu Minang, Jawa, dan Dayak. Menag berharap karya ini bisa bermanfaat bagi bangsa Indonesia.”



BAB III
PENUTUP
Simpulan

Terjemah dalam al-Quran sangat penting adanya dan alasan adanya terjemahan ini karena Agama Islam yang telah menyebar keberbagai negara dan mengharuskan al-Quran turut disebarkan pula. Karena al-Quran turun di kalangan orang Arab dan berbahasa Arab, menjadikan kaum muslimin no Arab tidak mengerti dengan apa yang telah disampaikan al-Quran. Dan agar para muslimin memahaminya maka di buatlah terjemahan al-Quran yang pada awalnya di terjemahkan oleh Ja’far bin Abi Thalib.

Terjemahan al-Quran pun memiliki beberapa metode yakni terjemahan harfiyyah dan terjemahan tafsirriyyah atau maknawiyah. Dengan menggunakan salah satu metode ini akhirnya al-Quran dapat diterjemahkan keberbagai macam bahasa di Dunia termasuk ke dalam Bahasa Indonesia. 

Tidak sedikit pula dalam terjemah al-Quran ini mengandung terjemahan yang salah. Karena banyaknya para musuh kaum muslimin yang ingin menghancurkan Agama Islam melalui terjemahan al-Quran yang disalahkan. Namun pada dasarnya al-Quran adalah mukjizat Allah dan Allah telah berfirmah dalam al-Quran yang intinya Allah akan menjaga isi al-Quran. Jadi ini merupakan pantangan yang sangat sulit bagi para musuh kaum mslimin yang ingin merubah dan menyalah artikan arti dari al-Quran.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Azzam. Kajian Islam. https://islamkajian.wordpress.com/perbandingan-terjemah-harfiah-tafsiriyah/. diakses pada tanggal 14 oktober 2015 pukul 10.29.
Bell, Richard. 1995.  Pengantar Studi Al-Quran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Hadi Ma’rifat, Muhammad. 2007. Sejarah Al-Quran. Diterjemahkan oleh : Thoha Musawa.  Jakarta: Al-Huda.
RKO, Sekjen Kemenag: Isu Kesalahan Tafsir Quran Menyesatka, http:kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=98277 diakses pada tanggal 05 Desember 2015 pukul 03.45
Suardi Simbayoputra. menembus batas. https://simbayoputras.wordpress.com/2013/01/16/sejarah-penerjemahan-al-quran/ . diakses pada tanggal 16 oktober 2015 pukul 3.12
Tarjamah Tafsiriyah. (2013, 7 13).https://www.facebook.com/tarjamah.tafsiriyah/posts/1391823311041378. diakses pada tanggal 14 Oktober 2015 pukul 10.00.
Tempo, Kemenag Launching KIK dan Terjemah Al-Quran Bahasa Daerah, http://m.tempo.co/read/news/2015/12/03/285724520/kemenag-launching-kik-dan-terjemah-al-quran-bahasa-daerah diakses pada tanggal 05 Desember 2015 pukul 04.50




[1] Rosihan Anwar, Ulum al-Quran, Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm. 212-213
[2]Taklid , Wikipedia Bahasa Indonesia :mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui sumber atau alasannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar