karya; Erwin, Ambar. Dea, Dhea, Anisa, Agus
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan
harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter
berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang
agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran
dalam pasokan / distribusi barang. Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah
satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro
wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi
bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang
bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal
(keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni
menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja,
kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila
kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat
dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter
pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer
pada sektor riil. Oleh
karena hal itulah penulis merasa penting untuk membahas mengenai kebijakan
moneter.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas maka
rumusan masalah makalah ini adalah sebagi berikut:
1.
Apa definisi dan pengertian Kebijakan Moneter?
2.
Apa saja instrument Kebijakan Moneter?
3.
Apa hubungan Kebijakan
Moneter dan Keseimbangan Ekonomi: Analisis IS-LM?
4.
Bagaimana cara mengukur efektifitas Kebijakan Moneter?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui definisi dan pengertian Kebijakan
Moneter
2.
Untuk mengetahui instrument-instrumen Kebijakan
Moneter
3.
Untuk mengetahui hubungan Kebijakan Moneter dan
Keseimbangan Ekonomi menurut analisis IS-LM
4.
Untuk mengetahui cara mengukur efektifitas Kebijakan
Moneter.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi dan Pengertian
Menurut Rahardja (2008) Yang dimaksud dengan kebijakan moneter
adalah upaya mengendalikan atau mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang
diinginkan (yang lebih baik) dengan mengatur jumlah uang yang beredar. Adapun
yang dimaksud dengan kondisi yang lebih baik adalah meningkatkan output keseimbangan dan atau
terpeliharanya stabilitas harga (inflasi terkontrol). Melalui kebijakan moneter
pemerintah dapat mempertahankan , menambah dan mengurangi jumlah uang yang
beredar dalam upaya mempertahankan kemampuan ekonomi bertumbuh sekaligus mengendalikan inflasi.
Jika yang dilakukan adalah menambah jumlah uang yang beredar, maka
pemerintah dikatakan menempuh kebijakan moneter ekspansif (monetary expansive). Sebaliknya jika jumlah uang beredar dikurangi,
pemerintah menempuh kebijakan moneter kontraktif (monetary contractive). Istilah lain untuk kebijakan moneter
kontraktif adalah kebijakan uang ketat (tight
money policy)
B.
Instrumen Kebijakan Moneter
Menurut Rahardja (2008), ada tiga instrument utama yang digunakan
untuk mengatur jumlah uang yang beredar : operasi pasar terbuka (open market operation), fasilitas
diskonto (discount rate), dan rasio
cadangan wajib (reserve requirement ratio).
Di luar tiga instrument tersebut (yang merupakan kebijakan moneter bersifat
kuantitatif), pemerintah dapat melakukan imbauan moral (moral persuasion)
1.
Operasi Pasar Terbuka (Open
Market Operation)
Yang dimaksud dengan operasi pasar terbuka (open market operation) adalah pemerintah mengendalikan jumlah uang
beredar dengan cara menjual dan membeli surat-surat berharga milik pemerintah (government securities).
Jika ingin mengurangi jumlah uang beredar, maka pemerintah menjual
surat-surat berharga (open market selling).
Dengan demikian uang yang ada dalam masyarakat mengalir ke otoritas moneter,
sehingga jumlah uang beredar berkurang. Jika ingin menambah jumlah uang
beredar, maka pemerintah membeli kembali surat-surat berharga tersebut (open market buying). Guna lebih
mengefektifkan pasar terbuka ini, Bank Indonesia telah mengembangkan kedua
instrument tersebut dengan menambahkan fasilitas repurchase agreement (repo) ke masing-masing instrument, sehingga
saat ini dikenal SBI repo dan SBPU repo.
Di Indonesia operasi pasar terbuka dilakukan dengan menjual atau
membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan SUrat Berharga Pasar Uang (SBPU).
Jika ingin mengurangi jumlah uang beredar, pemerintah menjual SBI dan atau
SBPU. Melalui penjualan SBI/SBPU uang yang ada dalam masyarakat ditarik,
sehingga jumlah uang beredar berkurang. Biasanya penjualan SBI/SBPU dilakukan
bila jumlah uang beredar diangga sudah mengganggu stabilitas perekonomian.
Bila pemerintah melihat jumlah uang beredar perlu ditambah, agar
perbankan lebih mampu memberikan kredit yang akan memacu pertumbuhan ekonomi,
maka SBI dan SBPU yang tidak dijual dibeli kembali. Melalui pembelian itu
pemerintah mengeluarkan uang sehingga menambah jumlah uang beredar.
2.
Fasilitas Diskonto (Discount
Rate)
Yang dimaksud dengan tingkat bunga diskonto adalah tingkat bungan
yang ditetapkan pemerintah atas bank-bank umum yang meminjam ke bank sentral.
Dalam kondisi tertentu, bank-bank mengalami kekurangan uang sehingga mereka
harus meminjam kepada bank sentral. Kebutuhan ini dapat dimanfaatkan oleh
pemerintah untuk mengurangi atau menambah jumlah uang beredar.
Bila pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah
menurunkan tingkat bunga pinjaman (tingkat diskonto). Dengan tingkat bunga
pinjaman yang lebih murah, maka keinginan bank-bank untuk meminjam uang dari
bank sentral menjadi lebih besar, sehingga jumlah uang beredar bertambah.
Sebaliknya bila ingin menahan laju pertambahan jumlah uang beredar, pemerintah
menaikkan bunga pinjaman. Hal ini akan mengurangi keinginan bank-bank untuk
meminjam uang dari bank sentral, sehingga pertambahan jumlah uang beredar dapat
ditekan.
3.
Rasio Cadangan Wajib (Reserve
Requirement Ratio)
Penetapan rasio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah uang
beredar, jika rasio cadangan wajib di perbesar, maka kemampuan bank memberikan
kredit akan lebih kecil dibandingkan sebelumnya. Misalnya, jika rasio cadangan
wajib mulanya hanya 10% ,maka untuk setiap unit deposito yang diterima
perbankan dapat mengalirkan pinjaman sebesar 90% dari deposito yang diterima
perbankan. Dengan demikian angka multiplier uang dari sistem perbankan adalah
10.
Bila rasio cadangan wajib diperbesar menjadi menjadi 20%, maka
untuk setiap unit deposito yang diterima system perbankan hanya dapat
menyalurkan kredit sebesar 80%. Angka multiplikasi uang dari sistem perbankan
menurun menjadi 5, dengan demikian jumlah uang yang beredar di masyarakat akan
berkurang. Sebaliknya yang terjadi bila
pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Sebab penurunan rasio tersebut akan
memperbesar angka multiplikasi uang, yang berarti akan meningkatkan jumlah uang
beredar.
Untuk pertama kalinya sejak pakto 1988 Bank Indonesia menggunakan
rasio cadangan wajib guna mengerem pertumbuhan besar-besaran moneter yang masih
tinggi, yaitu dengan menetapkan rasio menjadi 3% pada Februari 1996 (ketentuan
sebelumnya menurut Pakto 1988 adalah 2%). Sejak April 1997 besarnya rasio
cadangan wajib adalah 5%.
4.
Imbauan Moral (Moral
Persuation)
Dengan imbauan moral, otoritas moneter mengarahkan atau
mengendalikan jumlah uang beredar. Misalnya, Gubernur Bank Indonesia dapat
memberi saran agar perbankan berhati-hati dalam memberikan kredit atai
membatasi keinginannya meminjam uang dari bank sentral (berhati-hati
menggunakan fasilitas diskonto).
C.
Kebijakan Moneter dan Keseimbangan Ekonomi: Analisis IS-LM
Kebijakan moneter dikatakan efektif bila mampu mengendalikan tingkat
output dan atau harga. Untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan moneter,
peralatan analisis yang palign sederhana namun komprehensif adalah kurva IS-LM
1.
Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap Keseimbangan Pasar Uang-Modal
Pengaturan jumlah uang beredar memengaruhi kondisi keseimbangan
pasar uang-modal. Diagram 2.1 memberikan
gambaran apa yang terjadi terhadap keseimbangan pasar uang-modal bila jumlah
uang beredar ditambah.
Diagram 2.1.b menunjukan
kurva LM0 yang diturunkan dari MS0. Seandainya
pemerintah menambahkan jumlah uang beredar menjadi setingkat MS1
pada Diagram 2.1.a, maka untuk membuat pasar uang-modal berada dalam
keseimbangan pada tingkat Y0, tingkat bunga harus diturunkan dari r1
ke r3. Demikian juga bila ingin membuat pasar uang-modal berada
dalam kondisi keseimbangan pada tingkat Y1, tingkat bunga juga harus
diturunkan dari r2 ke r4. Dalam diagram 2.1.b
hal itu terlihat dari pergeseran titik keseimbangan (dari F1 ke F3
dan dari F2 ke F4), sehingga kurva LM bergeser ke kanan
(dari LM0 ke LM2).
Seandainya pemerintah mengurangi jumlah uang beredar dari MS0
ke MS2, maka untuk membuat pasar uang-modal berada dalam
keseimbangan pada tingkat Y0, tingkat bunga harus dinaikkan dari r1
ke r5. Sedangkan untuk mencapai keseimbangan pada tingkat Y1,
tingkat bunga harus dinaikkan dari r2 ke r6. Kurva LM
bergeser dari kiri (dari LM0 ke LM2).
Diagram 2.1. Pengaruh
Kebijakan Moneter Terhadap
Kesimbangan Pasar Uang-Modal
2.
Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap Keseimbangan Ekonomi
Pergeseran kurva LM karena pengaruh perubahan jumlah uang beredar
yang dilakukan pemerintah akan memengaruhi keseimbangan ekonomi, karena
mengubah titik potong kurva IS-LM, yang berarti mengubah titik keseimbangan
ekonomi.
Diagram 3.2.
berikut ini menunjukan kondisi keseimbangan awal terjadi pada tingkat
pendapatan Y*0 dan tingkat bunga r0. Jika pemerintah
menambahkan jumlah uang beredar, kurva LM bergeser ke kanan (dari LM0
ke LM1), sehingga titik keseimbangan juga bergeser dari E0
ke E1. Pada titik keseimbangan yang baru (E1), output
keseimbangan adalah Y*1 yang lebih besar daripada Y*0,
sedangkan tingkat bungan adalah r1 yang lebih rendah daripada r0.
Dengan kata lain, kebijakan moneter ekspansif dalam konteks Diagram 3.2.
telah berhasil memacu pertumbuhan ekonomi dan menurunkan tingkat bunga. Dalam
perekonomian pasar, kenaikan tingkat bunga mengindikasikan telah terjadinya
kelebihan permintahan investasi. Akibatnya dapat dilihat dari dua sisi:
a.
Sisi Output
Kenaikan tingkat bunga akan menyebabkan ada beberapa rencana
investasi yang dibatalkan, sebagai akibat pertambahan kapasitas produksi
menjadi lebih kecil.
b.
Sisi Biaya
Kenaikan tingkat bunga akan menaikkan biaya produksi dikarenakan
naiknya biaya modal.
Dari kedua hal diatas, akibatnya kenaikan tingkat bunga akan memicu
terjadinya inflasi.
Diagram 2.2. Dampak
Kebijakan Moneter
Terhadap Perekonomian
Bila pemerintah mengurangi jumlah uang beredar, yang terjadi adalah
sebaliknya. Bergesernya kurva LM ke kiri (dari LM0 ke LM2) menyebabkan titik
keseimbangan bergeser ke E2. Pada saat itu output keseimbangan adalah
Y*2 yang lebih kecil daripada Y*0 sedangkan tingkat bunga naik (dari r0 ke r2)
yang berarti telah terjadi inflasi.
D.
Efektifitas Kebijakan Moneter
Apa yang digambarkan dalam Diagram 2.2.
hanyalah salah satu dari berbagai kemungkinan yang terjadi. Secara grafis hasil
dari kebijakan moneter pemerintah sangat ditentukan oleh kondisi pasar
barang-jasa dan pasar uang-modal, yang digambarkan oleh sudut kemiringan kurva
IS dan kurva LM.
a.
Sudut Kemiringan Kurva IS
Diagram 2.3. merupakan
himpunan kurva IS yang menggambarkan beberapa kondisi pasar barang-jasa.
Diagram 2.3. Sudut
Kemiringan
Kurva IS dan Maknanya
Kurva IS1 lurus sejajar dengan sumbu vertikal. Kurva IS yang
seperti ini terjadi karena permintaan investasi tidak sensitif terhadap
perubahan tingkat bunga (kurva I tegak lurus). Sebaliknya, kurva IS2 terbentuk
dari kurva I yang mendatar sejajar dengan sumbu horizontal. Artinya kurva
investasi elastis sempurna. Sedangkan kurva IS3 terbentuk dari kurva investasi
yang bersudut negatif, dalam arti ∂I/∂r ≤ 0.
b.
Sudut Kemiringan Kurva LM
Diagram 2.4.a. menunjukan
beberapa kurva LM yang menggambarkan beberapa kondisi pasar uang-modal.
Diagram 2.4. Sudut
Kemiringan
Kurva LM dan Maknanya
Kurva LM1 berbentuk tegak lurus sejajar sumbu vertikal. Kurva ini
diturunkan dari kurva permintaan uang untuk spekulasi (Msp) yang tegak lurus. Artinya,
permintaan uang untuk spekulasi tidak
sensitif terhadap perubahan tingkat bunga. Dapat juga dikatakan bahwa
permintaan uang semata-mata ditentukan oleh permintaan uang untuk transaksi
yang merupakan fungsi pendapatan. Oleh karena kurva LM1 sesuai dengan hipotesis
klasik, maka kurva ini disebut kurva LM versi klasik.
Kurva LM3 adalah kebalikan dari kurva LM1. Karena kurva LM3
diturunkan dari kurva permintaan uang untuk spekulasi (Msp), maka kurva ini
datar dan sejajar dengan sumbu horizontal. Artinya, permintaan uang untuk
spekulasi sangat sensitif (sensitif sempurna) terhadap perubahan tingkat bunga.
Menurut Keynes, kondisi inilah yang disebut sebagai perangkap likuiditas atau
jerat likuiditas (liquidity trap) dan biasanya terjadi pada tingkat
bunga yang sangat rendah. Karena bentuk kurva LM3 sesuai dengan teori
Keynesian, maka kurva ini disebut juga kurva LM versi Keynesian.
Kurva LM2 adalah kurva LM yang telah anda kenal, yang terbentuk
dari kurva permintaan uang untuk spekulasi yang bersudut negatif( ∂Msp/∂r ≤ 0).
Seringkali ketiga kurva LM tersebut di atas digambarkan dalam satu
kurva.
c.
Berbagai Kemungkinan Hasil Kebijakan Moneter
Evaluasi terhadap efektivitas kebijakan
moneter dapat dilakukan dengan melihat titik-titik potong kurva IS dan LM.
Karena kurva IS dan LM masing-masing memiliki minimal tiga kondisi, maka
minimal ada Sembilan kombinasi titik potong kurva IS-LM. Dari Sembilan
kombinasi tersebut, dua di antaranya tidak terdefinisikan. Yang perdama adalah
titik potong antara kurva IS mendatar (IS2) dengan
kurva LM mendatar (LM3). Yang kedua adalah titik potong antara kurva
IS tegak lurus (IS1) dengan kurva LM tegak lurus (LM1).
Kita hanya akan memerhatikan emapat kondisi ekstrem yang terjadi terhadap output keseimbangan dan
tingkat bunga, bila yang ditempuh adalah kebijakan moneter. Karena yang
dievaluasi adalah kebijakan moneter, maka secara grafis yang digeser adalah
kurva LM. Mari perhatikan Diagram 4.3.
Digram 2.5. Efektivitas Kebijakan Moneter
Diagram 2.5.a. dan 2.5.b. kondisinya adalah kurva LM vertikal.
Diagram 2.5.a.
menunjukkan jika kurva IS datar, kebijakan moneter sangat efektif, sebab dapat
menambah atau mengurangi output keseimbangan tanpa mengganggu tingkat
harga. Diagram 2.5.b.
menunjukkan jika kurva IS mempunyai slope negatif, kebijakan moneter
ekspansif akan menaikkan output keseimbangan, sementara tingkat harga
turun. Sebaliknya dengan kebijakan kontraktif, karena output
keseimbangan turun, sementara tingkat bungan (harga) meninggi.
Pada diagram 2.5.c. dan
2.5.d.
kurva LM adalah mendatar, artinya perekonomian berada pada perangkap
likuiditas. Dalam kondisi seperti ini, kebijakan moneter sama sekali tidak
efektif, sebab tidak mempunyai kemampuan memengaruhi output dan tingkat bunga.
Kita dapat mencoba-ciba kemungkinan lain dan bandingkan hasilnya
dengan Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Efektifitas
Kebijakan Moneter Terhadap output
Dan Tingkat Harga (Bunga)
Kurva IS
Datar Elastis Sempurna
|
Kurva IS
Inelastis Sempurna
|
Kurva IS
Negatif
|
|
Kurva
LM Elastis Sempurna (Interval keynes)
|
Tidak
terdefinisikan
|
Moneter
Ekspansif atau Kontraktif tidak efektif. Y* dan tingkat bunga tetap
|
Moneter
Ekspansif atau kontraktif tidak efektif. Y* dan tingkat bunga tetap
|
Kurva
LM Inelastis Sempurna (Interval klasik)
|
1.
Moneter
Ekspansif. Y* naik, tingkat bunga tetap
2.
Moneter
Kontraktif. Y* turun, tingkat bunga tetap
|
Tidak
terdefinisikan
|
1.
Moneter
Ekspansif. Y* turun, tingkat bunga turun
2.
Moneter
Kontraktif. Y* turun, tingkat bunga naik
|
Kurva
LM Positif (Interval antara)
|
1.
Moneter
Ekspansif. Y* naik, tingkat bunga tetap
2.
Moneter
Kontraktif. Y* turun, tingkat bunga tetap
|
1.
Moneter
Ekspansif. Y* tetap, tingkat bunga turun
2.
Moneter
kontraktif. Y* tetap, tingkat bunga naik
|
1.
Moneter
Ekspansif. Y* naik, tingkat bunga turun
2.
Moneter
Kontraktof. Y* turun, tingkat bunga naik
|
BAB III
SIMPULAN
Kebijakan
moneter adalah upaya mengendalikan atau mengarahkan perekonomian makro ke
kondisi yang diinginkan (yang lebih baik) dengan mengatur jumlah uang yang
beredar.
Adapun instrument utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang yang
beredar : operasi pasar terbuka (open
market operation), fasilitas diskonto (discount
rate), dan rasio cadangan wajib (reserve
requirement ratio). Di luar tiga instrument tersebut (yang merupakan
kebijakan moneter bersifat kuantitatif), pemerintah dapat melakukan imbauan
moral (moral persuasion).
Kebijakan moneter dikatakan efektif bila mampu mengendalikan
tingkat output dan atau harga. Untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan moneter,
peralatan analisis yang paling sederhana
namun komprehensif adalah kurva IS-LM. Secara
grafis hasil dari kebijakan moneter pemerintah sangat ditentukan oleh kondisi
pasar barang-jasa dan pasar uang-modal.
DAFTAR PUSTAKA
(2015, Februari). Dipetik September 19, 2015,
dari Artikelsian: www.artikelsiana.com/2015/02
(2015). Dipetik Oktober 20, 2015, dari Bank
Indonesia:
http://www.bi.go.id/id/publikasi/kebijakan-moneter/tinjauan/Default.aspx
Rahardja, P. (2008). Pengantar
Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan Makroekonomi). Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar