I’jaz
Al-Quran
Karya : Desi Eka, Desi N, Desi A, Deni Maulana
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Salah satu
objek penting lainya yang ada dalam kajian ‘Ulumul Qur’an’ adalah perbincangan
mengenai mukjizat. Persoalan mukjizat, terutama mukjizat Al-Qur’an, sempat
menyeret para teolog klasik dalam perdebatan yang berkepenjangan, terutama
antara teolog dari kalangan Mu’tazilah dan para teolog dari kalangan
Ahlussunnah mengenai konsep shirfah. Dengan
perantara mukjizat, Allah mengingatkan manusia bahwa para rasul itu merupakan
utusan yang mendapat dukungan dan bantuan dari Allah. Mukjizat yang telah
diberikan kepada para nabi mempunyai fungsi yang sama, yaitu memainkan
perananya dan mengatasi kepandaian kaumnya disamping membuktikan bahwa
kekuasaan Allah itu berada diatas segala-galanya.
Al-Quran tidak henti-hentinya diteliti dan dikaji. Kandungan kitab
suci tersebut terus menerus digali oleh para pengkajinya. Mereka berusaha
menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tentang otentisitas al-Quran,
kebenaran kandungannya, nilai-nilai universal yang terkandung di dalamnya, dan
eksistensi al-Quran sebagai mukjizat abadi Nabi Muhammad saw.
Al-qur’an adalah suatu mu’jizat yang
terbesar dan kekal abadi. Mu’jizat yang pernah diberikan Allah SWT kepada
Rasul-rasul-Nya sebelum Nabi Muhammad Saw sudah berlalu dan tak dapat dilihat
lagi. Mu’jizat-mu’jizat itu ada dan sudah pernah terjadi, tetapi kita tidak
bisa merasakan, menghayati dan mengalaminya.
Lain halnya dengan Al-qur’an, ia
adalah suatu mu’jizat yang besar dan kekal abadi. Umat Islam dan umat lainnya
dapat memegang, membaca, menghayati, memahami, mengamalkan isinya untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan keselamatan di akhirat nanti.
Kajian al-Quran sebagai mukjizat ini
berkenaan dengan kehebatan al-Quran dalam menantang dan mengalahkan berbagai
upaya orang-orang yang mencari-cari kekurangan atau kelemahan al-Quran.
Tantangan al-Quran dan kemampuan mengalahkan “musuh-musuhnya” itu
dinamakan i’jaz atau mukjizat al-Quran.
I’jaz atau
mukjizat al-Quran adalah studi tentang bagaimana al-Quran mampu melindungi
dirinya dari beragam “serangan”, baik yang berbentuk ketidakpercayaan, maupun
keragu-raguan sampai pengingkaran terhadapnya.
Oleh karena itu, kami akan membahas
tentang “I’jaz Al-Quran” dalam makalah ini.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Pengertian I’jaz Al-Qur’an
2.
Fungsi I’jaz Al-Qur’an
3.
Teori Sarfah
4.
Segi-segi I’jaz Al-Qur’an
5.
Faedah I’jaz Al-Qur’an
1.3 Tujuan Makalah
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca mengetahui dan memahami tentang
tasawuf , tarekat , dan makrifat serta manfaat atau tujuan mempelajarinya.
1.4
Manfaat Makalah
·
Menambah
wawasan pembaca
·
Agar
pembaca lebih mengerti tentang tarekat dan tujuan mempelajarinya
·
Agar
pembaca lebih memahami tentang tasawuf dan tujuan mempelajarinya
·
Agar
pembaca lebih memahami tentang makrifat dan tujuan mempelajarinya.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
I’jaz Al-Quran
Menurut bahasa
kata I’jaz adalah isim mashdar dari ‘ajaza-yu’jizu-i’jazan yang mempunyai arti
“ketidakberdayaan atau keluputan” (naqid al-hazm). Kata i’jaz juga berarti
“terwujudnya ketidakmampuan”. Secara normatif I’jaz adalah ketidakmampuan
seseorang melakukan sesuatu yang merupakan lawan dari ketidakberdayaan. Oleh
karena itu apabila kemukjizatan itu telah terbukti, maka nampaklah kemampuan mukjizat.
Sedang yang di maksud dengan Ijaz secara terminologi ilmu Al-Qur’an adalah
sebagaimana yang di kemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut:
A. Menurut
Manna Khalil Al Qaththan:
Ijaz adalah menempakkan kebenaran
Nabi saw dalam pengakuaan orang lain sebagai rosul utusan Allah SWT dengan
menampak kelemahan orang-orang arab untuk menandinginya atau menghadapi
makjizat yang abadi, yaitu Al-Qur’an dan kelemahan-kelemahan generasi sesudah
mereka.
B. Menurut Ali al shabuniy mengemukakan:
I’jaz ialah menetapkan kelemahan
manusia baik secara kelompok maupun bersama-sama untuk menandingi hal yang
serupa dengannya, maka mukjizat merupakan bukti yang datangnya dari Allah SWT
yang diberikan kepada hamba-Nya untuk memperkuat kebenaran misi kerasullan dan
kenabiannya.
Sedangkan
mukjizat adalah perkara yang luar biasa yang disertai dengan tantangan yang
tidak mungkin dapat ditandingi oleh siapapun dan kapanpun.
Muhammad Bakar Ismail menegaskan:
Mukjizat adalah perkara luar biasa
yang disertai dan diikuti tantangan yang diberikan oleh Allah swt kepada
nabi-nabiNya sebagai hujjah dan bukti yang kuat atas misi dan kebenaran
terhadap apa yang diembannya yang bersumber dari Allah SWT.
Dari definisi
di atas dapat di fahami antara I’jaz dan mukjizat itu adalah dapat dikatakan
searti yakni melemahkan. Hanya saja pengertian I’jaz di atas mengesankan
batasan yang lebih sepesifik, yang hanya Al-Qur’an. Sedangkan pengertian
mukjizat, menegaskan batasan yang lebih luas, yakni bukan hanya berupa
Al-Qur’an, tetapi juga perkara-perkara lain yang tidak mampu di jangkau manusia
secara keseluruhan. Dengan demikian dalam konteks ini antara pengertian I’jaz
dan mukjizat itu saling melengkapi, sehingga nampak jelas keistimewaan dari
ketetapan-ketetapan Allah yang khusus diberikan kepada Rasul-rasul pilihan-Nya
sebagai salah satu bukti. Kebenaran misi kerasulan yang dibawahnya.
I’jaz atau mukjizat itu bukanlah
semata-mata bertujuan untuk menampakkan kelemahan manusia untuk menandinginya
tetapi untuk menyakinkan umat bahwa Muhammad SWT adalah benar-benar utusan
Allah Al-Qur’an itu benar-benar diturunkan Allah SWT. Kapada Muhammad yang mana
Al-Qur’an itu sama sekali bukanlah perkataan manusia atau perkataan lainnya.
2.2 Fungsi
I’jaz Al-Quran
M.
Quraish Shihab menyatakan Mu’jizat berfungsi sebagai bukti kebenaran para Nabi.
Keluarbiasaan yang tampak atau terjadi melalui mereka itu diibaratkan
sebagai ucapan Allah : ” Apa yang dikatakan oleh sang Nabi adalah benar, dia
adalah utusan-Ku,dan buktinya adalah Aku melakukan mu’jizat itu.”
Mukjizat,
walaupun dari segi bahasa berarti melemahkan sebagaimana dikemukakan di atas,
namun dari segi agama, ia sama sekali tidak dimaksudkan untuk melemahkan atau
membuktikan ketidakmampuan yang ditantang. Mukjizat ditampilkan oleh Tuhan
melalui hamba-hamba pilihan-Nya untuk membuktikan kebenaran ajaran Ilahi yang
dibawa oleh masing-masing nabi. Jika demikian halnya, maka ini paling tidak
mengandung dua konsekuensi. Yaitu :
` 1.Pertama, bagi yang telah percaya kepada nabi, maka ia tidak lagi
membutuhkan mukjizat. Ia tidak lagi dipandang untuk melakukan hal yang sama.
Mukjizat yang dilihat atau dialaminya hanya berfungsi memperkuat keimanan,
serta menambah keyakinannya akan kekuasaan Allah SWT.
2. Kedua, para nabi sejak Adam hingga Isa diutus untuk suatu kurun
tertentu serta masyarakat tertentu. Tantangan yang mereka kemukakan sebagai
mukjizat pasti tidak dapat dilakukan oleh umatnya. Namun apakah ini berarti
peristiwa luar biasa yang terjadi melalui mereka itu tidak dapat dilakukan oleh
selain umat mereka pada generasi sesudah generasi mereka?
Jika tujuan mukjizat hanya untuk
meyakinkan umat setiap nabi, maka boleh jadi umat yang lain dapat melakukannya.
Kemungkinan ini lebih terbuka bagi mereka yang berpendapat bahwa mukjizat pada
hakikatnya berada dalam jangkauan hukum-hukum (Allah yang berlaku di) alam.
Namun, ketika hal itu terjadi, hukum-hukum tersebut belum lagi diketahui oleh
masyarakat nabi yang bersangkutan.
Al-Qur’an
setidaknya memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai sumber ajaran dan bukti
kebenaran kerasulan Muhammad SAW. Sebagai sumber ajaran dan nilai,Al-qur’an
menyajikan dan memberikan berbagai norma keagamaan sebagai petunjuk hidup umat
manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat yang merupakan perjalanan
hidupnya. Karena sifatnya memberi arah dan jalan, norma-norma tersebut dinamai
syariah-artinya jalan lurus.
2.3 Teori
Sarfah
Pembasan di
atas telah menguraikan bahwa kemukjizatan al-quran, pada umumnya, terletak pada
informasi-informasi gaibnya, ilustrasi, dan formulasi kebahasaannya. Inilah
pendapat ulama secara umum. Tetapi, sebagian besar ulama Muktazilah, yakni Abu
Ishaq Ibrahim bin Sayyar Al-Nazam dan para pengikutnya berpendapat lain. Mereka
melontarkan teori sarfah. Dalam tafsir Al-manar, Syekh M.Rasyid Ridha
mengatakan bahwa, “teori sarfah adalah teori para pemalas yang enggan
meluangkan waktu dan pemikirannya untuk menyingkap tabir-tabir kemukjizatan
Alqur’an.”
Sementara itu
Azzarkasyi dalam Alburhan menolak teori ini dengan mengemukakan beberapa alasan
sebagai berikut:
1. Firman Allah Swt dalam surat Al Isra’ : 88 memperlihatkan
kelemahan bangsa jin dan
manusia untuk menyusun karya besar yang sejajar dengan Alqur’an, jika Allah
yang melarang mereka maka yang mu’jiz (melemahkan) bukanlah Alqur’an, tapi
justru Allah sendiri. Padahal ayat tersebut menantang mereka menyusun karya
sejajar dengan Alqur’an bukan untuk menandingi kebesaran Tuhan . Dan para pakar
telah sepakat bahwa yang mu’jiz itu adalah alqur’an.
2. Masyarakat
Arab pada saat itu mungkin saja mampu membuat karya spesifik yang pembahasannya
sama dengan Al-Qur’am, tetapi mereka akan sangat mengalami kesukaran menandingi
isi dan ilustrasinya.
Teori sarfah
menyebabkan hilangnya kemukjizatan Alqur’an karena tidak ada lagi tantangan.
Jika Alqur’an telah hilang segi kemukjizatannya, maka Alqur’an sendiri pun
tidak lagi dianggap sebagai mukjizat.
Menurut
sebagian pakar islam, teori sarfah berasal dari kebudayaan Hindu, teori ini
diadopsi oleh para filosof Islam dari kitab Weda yang berisi sya’ir-sya’ir yang
menurut anggapan para penganut agama hindu tidak dapat ditandingi oleh manusia.
Para Brahmana (ulama Hindu) meyakini bahwa seluruh manusia tidak memiliki
kemampuan untuk menandingi isi kitab Weda tersebut karena dewa Brahma telah
memalingkan mereka dari usaha untuk membuat tandingan bagi kitab ini.
Diantara pakar
islam yang setuju dengan pendapat ini antara lain Abu Raihan Albiruni dan Syekh
Abu Zahroh. Usaha penyerapan kebudayaan hindu tersebut-menurut Syekh Abu Zahroh
- dimulai semenjak zaman Abu Ja’far al Mansur salah seorang khlaifah bani
Abbas.
Sementara itu, Badi’ Azzaman sa’id
Annursy berusaha menjadi penengah dalam melerai pertentangan antar golongan
yang pro dan yang kontra terhadap teori sarfah. Menurut beliau teori ini
dapat diterima asalkan maksud dari sharfah tersebut adalah :
Ketidakmampuan manusia untuk mencapai keindahan gaya bahasa Alqur’an,
sebagaimana yang dipahami oleh Aljurjani, Azzamakhsyari dan Assakaki.
2.4 Segi-Segi
I’jaz Al-Quran
1. Gaya Bahasa
M Quraish
Shihab telah menjelaskan, Alquran mencapai tingkat tertinggi dari segi
keindahan bahasanya, sehingga membuat kagum bukan saja orang-orang mukmin,
tetapi juga orang-orang kafir. Berbagai riwayat menyatakan bahwa tokoh-tokoh
kaum musyrikin sering secara sembunyi-sembunyi berupaya mendengarkan ayat-ayat
Alquran yang dibaca oleh kaum muslim. Kaum muslimin di samping mengagumi
keindahan bahasa Alquran, juga mengagumi kendungannya serta meyakini bahwa
ayat-ayat Alquran adalah petunjuk kebahagiaan dunia akhirat.
Diakui Muhammad
‘Ali Ash-Shabuni, gaya bahasa Alquran banyak membuat orang Arab saat itu kagum
dan terpesona. Kehalusan ungkapan bahasanya membuat banyak manusia masuk Islam.
Bahkan, Umar bin Khaththab pun yang mulanya dikenal sebagai seorang yang paling
memusuhi Nabi Muhammad SAW. dan bahkan berusaha untuk membunuhnya, ternyata
masuk Islam dan beriman kepada kerasulan Muhammad yang karena mendengar petikan
ayat-ayat Alquran. Susunan Alquran tidak dapat disamai oleh karya sebaik
apapun.
2. Susunan
Kalimat
Alquran, hadis
qudsi, dan hadis nabawi sama-sama keluar dari mulut Nabi, tetapi uslub atau
susunan bahasanya sangat jauh berbeda. Uslub bahasa Alquran jauh lebih tinggi
kualitasnya bila dibandingkan dengan dua yang lainnya. Alquran muncul dengan
uslub yang begitu indah. Di dalam uslub tersebut terkandung nilai-nilai
istimewa dan tidak akan pernah ada pada ucapan manusia.
Dalam Alquran,
misalnya, banyak ayat yang mengandung tasybih (penyerupaan) yang disusun dalam
bentuk yang sangat indah lagi memesona, jauh lebih indah daripada apa yang
dibuat oleh para penyair dan sastrawan. Dapat dilihat salah satu contoh dalam
surat Al-Qâri’ah [101]: 5 Allah berfirman: “Dan gunung-gunung adalah seperti
bulu yang dihambur-hamburkan“
Bulu yang dihambur-hamburkan sebagai
gambaran dari gunung-gunung yang telah hancur lebur berserakan
bagian-bagiannya. Kadangkala Alquran mengarah untuk menyatakan bahwa kedua
unsur tasybih, yakni musyabbah (yang diserupakan) dan musyabbah bih (yang
diserupakan dengannya) itu mempunyai sifat indrawi yang sama.
3. Hukum Ilahi yang Sempurna
Alquran
menjelaskan pokok-pokok akidah, norma-norma keutamaan, sopan santun,
undang-undang ekonomi politik, sosial dan kemasyarakatan, serta hukum-hukum
ibadah. Jika pokok-pokok ibadah wajib diperhatikan, akan diperoleh kenyataan
bahwa Islam telah memperluasnya dan menganekaragamkannya serta meramunya
menjadi ibadah maliyah, seperti zakat dan sedekah. Ada juga yang serupa ibadah
amaliyah sekaligus abadah badaniyah seperti berjuang di jalan Allah.
Tentang akidah, Alquran mengajak
manusia pada akidah yang suci dan tinggi, yakin beriman kepada allah Yang Maha
Agung; menyatakan adanya nabi dan rasul serta mempercayai semua kitab samawi.
Dalam bidang undang-undang, Alquran
telah menetapkan kaidah-kaidah mengenai perdata, pidana politik, dan ekonomi.
Mengenai hubungan internasional, Alquran telah menetapkan dasar-dasarnya yang
paling sempurna dan adil, baik dalam keadaan damai ataupun perang.
Dalam pada itu, Alquran menggunakan
cara global dan terperinci dalam menetapkan sebuah ketentuan hukum. Persoalan
ibadah umumnya diterangkan secara global, sedangkan perinciannya diserahkan
kepada para ulama melalui ijtihad.
Adapun hukum yang dijelaskan secara
terperinci ialah yang berkaitan dengan utang-piutang, makanan yang halal dan
yang haram, memelihara kehoramatan wanita, dan masalah perkawinan.
4. Ketelitian Redaksinya
M Quraish
Shihab memerinci secara detail ketelitian redaksi dalam Alquran. Yaitu
keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya, keseimbangan jumlah
bilangan kata dengan sinonimnya/makna yang dikandungnya, keseimbangan antara
jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukkan kepada akibatnya,
keseimbangan antaran jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya, dan ada pula
keseimbangan-keseimbangan khusus.
Berkaitan dengan ragam keseimbangan
berkaitan dengan redaksi Alquran sebagaimana diungkap Shihab, berikut
rinciannya:
Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya.
Beberapa
contoh
diantaranya:
1.
“Al-hayah” (hidup) dan “al-maut” (mati), masing-masing sebanyak 145
kali
2.
“An-naf” (manfaat) dan
“al-madharah (mudarat), masing-masing sebanyak 50 kali
3.
“Al-har” (panas) dan “al-badar” (dingin), masing-masing sebanyak 4
kali
4.
“Ash-Shalihat” (kebajikan) dan “as-sayyi’at” (keburukan), masing-masing
sebanyak 167 kali
5.
“Ath-Thuma’ninah” (kelapangan/keterangan) dan “al-adhia”
(kesempitan/kesesatan), masing-masing sebanyak 13 kali
6.
“Ar-Rahbah” (cemas/takut) dan “ar-raghbah” (harap/ingin) masing-masing
sebanyak 8 kali
7.
“Al-Kufr” (kekufuran) dan “al-iman” (iman) masing-masing sebanyak
17 kali
8.
“Ash-shay” (musim panas) dan “asy-syita” (musim dingin)
masing-masing sebanyak 1 kali.
Keseimbangan
jumlah bilangan kata dengan sinonimnya/makna yang
dikandungnya.
1.
“al-hart” dan “az-zirah” (membajak/bertani), masing-masing 14 kali
2.
“al-‘Ushb” dan “adh-dhurur” (membanggakan diri/angkuh),
masing-masing 27 kali
3.
“adh-Dhalum” dan “al-mawta” (orang sesat/mati [jiwanya]),
masing-masing 17 kali
4.
“Alquran”, “al-wahyu”, dan Al-Islam” (Alquran, wahyu dan Islam),
masing-masing 70 kali
5.
“Al-‘Aql” dan “An-nur” (akal dan cahaya), masng-masing 49 kali
6.
“Al-jahr” dan “Al-‘alaniyah” (nyata), masing-masing 16 kali.
Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukkan
kepada akibatnya.
1.
“Al-infaq” (infaq) dengan “ar-ridha” (kerelaan), masing-masing 73
kali
2.
“Al-Bukhl” (kekikiran) dengan “al-hasanah” (penyesalan),
masing-masing 12 kali
3.
“Al-kafirun” (orang-orang kafir) dengan “An-nar”/”Al-Ahraqa”
(neraka/pembakaran), masing-masing 154 kali
4.
“Az-Zakah” (zakat/penyucian) dengan “al-barakat” (kebijakan yang banyak),
masing-masing 32 kali
5.
“Al-Fahisyah” (kekejian) dengan “Al-ghadhb” (murka), masing-masing
26 kali.
Keseimbangan antaran jumlah bilangan
kata dengan kata penyebabnya
1.
“Al-Israf” (pemborosan) dengan “as-sur’ah” (ketergesaan), masing-masing 23 kali
2.
“Al-maq’izhah” (nasehat/petuah) dengan “Al-ihsan” (indah),
masing-masing 25 kali
3.
“Al-Asra” (tawanan) dengan “Al-Harb” (perang), masing-masing 6 kali
4.
“As-Salam” (kedamaian) dengan “At-hayyibat” (kebijakan),
masing-masing 60 kali.
Di samping keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan juga keseimbangan
khusus.
Kata “Yawm”
(hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365
kali, sebanyak hari-hari dalam setahun, sedangkan kata hari yang menunjukkan
pada bentuk plural (“ayyam”), jumlah keseluruhannya hanya tiga puluh, sama
dengan jumlah hari dalam sebulan. Di sisi lain, kata yang berarti “bulan”
(“syahr”) hanya terdapat dua belas kali, sama dengan jumlah bulan dalam
setahun.
Alquran
menjelaskan bahwa langit ada “tujuh”. Penjelasan ini diulanginya sebanyak
tujuh kali pula, yakni dalam surat
Al-Baqarah [2] ayat 29, surat Al-Isra’ [17] ayat 44, surat Al-Mu’minun [23]
ayat 86, surat Fushilat [41] ayat 12, surat Al-Thalaq [65] ayat 12, surat
al-mulk [67] ayat 3, dan surat Nuh [71] ayat 15. Selain itu, penjelasan tentang
terciptanya langit dan bumi dalam enam hari dinyatakan pula dalam tujuh ayat.
Kata-kata yang menunjuk kepada utusan
Tuhan, baik rasul atau nabi atau “basyir” (pembawa berita gembira) atau
“nadzir” (pemberi peringatan), kesemuanya berjumlah 518 kali. Jumlah ini
seimbang dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi, rasul, dan pembawa berita,
yakni 518 kali.
Berita tentang Hal-hal yang Gaib
Sebagian ulama mengatakan bahwa
sebagian mukjizat Alquran itu adalah berita-berita ghaibin Firaun, yang
mengejar-ngejar nabi Musa, diceritakan dalan surat Yunus [10] ayat 92:
“Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu
supaya kamu dapat menjadi pelajarn bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan
sesungguhnya kebanyakan dari manusia lenyap lengah dari tanda-tanda kekuasaan
kami”. (Q.S. Yunus: 92)
Pada ayat itu ditegaskan bahwa badan
Fir’aun tersebut akan diselamatkan Tuhan untuk menjadi pelajaran generasi bagi
berikutnya. Tidak seorangpun mengetahui hal tersebut, karena telah terjadi
sekitar 1.200 tahun S.M. pada awal abad ke-19, tepatnya pada tahun 1898, ahli
purbakala Loret menemukan dilembah raja-raja Luxor Mesir, suatu mumi, yang dari
data-data terbukti bahwa ia adalah Fir’aun yang bernama Muniftah dan yang
pernah mengejar Nabi Musa a.s. Selain itu, pada tanggal 8 Juli 1908, Elliot
Smith mendapat izin dari pemerintah Mesir untuk membuka pembalut-pembalut
Fir’aum tersebut. Apa yang ditemukannya adalah salah satu jasad utuh, seperti
yang diberikan oleh Alquran melalui Nabi yang ummy (tidak pandai membaca dan
menulis).
Berita-berita ghaib yang terdapat
pada wahyu Allah, yakni Taurat, Injil dan Alquran, merupakan mukjizat. Berita
ghaib dalam wahyu Alah itu membuat
manusia takjub karena akal manusia tidak sampai pada hal tersebut. Salah
satu mukjizat Alquran adalah bahwa didalamnya banyak sekali terdapat ungkapan
dan keterangan yang rahasianya baru terungkap oleh ilmu pengetahuan dan sejarah
pada akhir abad ini, makna yang terkandung didalamnya sama sekali tidak
terbayangkan oleh pikiran orang yang hidup pada masa Alquran diturunkan.
5. Isyarat-Isyarat Ilmiah
Banyak sekali
isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Alquran. Misalnya:
Cahaya matahari
bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan pantulan. Sebagaimana yang
dijelaskan dalam firman Allah: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan
bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya munzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi
perjalanan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).
Allah tidak menciptakan yang demikian itu, melainkan dengan hak, Dia
menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui” (Q.S.
Yunus [10]: 5)
Kurangnya oksigen pada ketinggian
dapat menyesakkan napas. Hal itu diisyaratkan oleh firman Allah. “Barang siapa
yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia
melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang
dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi
sempit, seolah-olah ia sedang mendaki kelangit. Begitulah Allah menimpakan
siksa kepada orang yang tidak beriman.” (Q.S. Al-An’am [6]: 125)
Perbedaan sidik jari manusia,
sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah
“Bukan demikian, sebenarnya Kami
kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna” (Q.S. Al-Qiyamah [75]:
4)
Masa penyusuan
ideal dan kehamilan minimal, sebagaimana diisyaratkan firman Allah: “Para ibu
hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bayi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada
para ibu dengan yang ma’ruf.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 233)
Yang merasakan
nyeri adalah kulit: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami,
kelak akan Kami masukkan mereka kedalam neraka. Setiap kali kulit mereka
hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan
azab. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana” (Q.S. An-Nisa’
[4]:56)
Meskipun Alquran menyimpan banyak
makna dan keilmuan, tapi masih banyak yang meragukannya, itu tak lain karena
kedangkalan pikiran yang kita miliki. Padahal jika kita mau berpikir mengenai
suatu ayat di dalam Alquran, kita akan menemukan banyak hal terkait ilmu
pengetahuan yang dibutuhkan oleh kehidupan umat manusia. Ada pula yang
beranggapan bahwa Al-Qur’an dan sains merupakan dua hal yang saling
membelakangi, padahal Al-Qur’an dan sains dua hal yang berkaitan dan akurat.
Melihat dua perbedaan tersebut,
manusia (para ilmuwan) mulai berpikir dan mencari berbagai bukti tentang
keilmiahan dan akurasi Alquran dengan sains. Ternyata hasilnya sangat
memuaskan, bahwa Alquran dan sains merupakan dua hal yang berirama dan terpadu.
Bukti-bukti keilmiahan Alquran tersebut perlu kita ketahui dari berbagai sisi
dan bidang keilmuan.
Selain itu, Al-Qur’an juga berbicara
tentang alam semesta, yang meliputi bumi dan langit, unsur-unsurnya yang beraneka
ragam, para penghuninya, serta fenomena-fenomena di dalamnya. Lebih dari seribu
ayat berbicara tentang hal ini guna membuktikan kekuasaan, ilmu, dan
kebijaksanaan tak terbatas Sang Pencipta, yang mampu menciptakan jagat raya
ini, melenyapkannya, lalu mengembalikannya ke bentuknya yang semula.
Pemberitaan Masa Lalu dan Masa
Mendatang
6. Pemberitaan masa lalu
Cerita peperangan Romawi dengan
Persia yang dijelaskan dalam surat Al-Rum [30] ayat 1-5 merupakan salah satu
berita gaib lainnya yang disampaikan Alquran: “Alif Laam Miim. Telah dikalahkan
bangsa Romawi, dinegeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan
menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah
(mereka menang). Dan pada hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah
orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan dialah yang Mahaperkasa lagi Maha penyayang.” (Q.S. Arrum:
1-5)
Pada abad kelima dan keenam Masehi,
terdapat adikuasa, Romawi yang beragama Kristen dan Persia yang menyembah api.
Persaingan antara keduanya dalam merebut wilayah dan pengaruh amat keras.
Sejarawan menginformasikan bahwa pada tahun 615 M terjadi peperangan antara
kedua adikuasa itu yang berakhir dengan kekalahan Romawi. Ketika itu, kaum
musyrikin di Mekkah mengejek kaum muslimin yang cenderung mengharapkan
kemenangan Romawi yang beragama samawi itu atas Persia yang menyembah api.
Kekesalan mereka akibat kekalahan tersebut bertambah dengan ejekan ini maka
turunlah ayat ditas pada tahun kekalahan itu, menghibur kaum muslimin dengan
dua hal:
a. Pertama, Romawi
akan menang atas Persia pda tenggang waktu yang diistilahkan Alquran dengan
“bidh sinin” yang diterjemahkan dengan beberapa tahun.
b. Kedua. Saat
kemenangan tiba, kaum muslimin akan bergembira, bukan saja dengan kemenangan
Romawi, tetapi juga dengan kemenangan yang dianugrahkan Allah.
Ternyata, pemberitahuan itu benar,
karena sejarah menginformasikan bahwa tujuh tahun setelah kekalahan
Romawi—tepatnya pada tahun 622 M—terjadi lagi peperangan antara kedua adikuasa
tersebut, dan kali ini pemenangnya adalah Romawi.
Contoh lain dari pemberitaan masa
lalu adalah Alquran juga mengemukakan kisah-kisah lama yang tidak terangkat
dalam cerita-cerita rakyat Arab, seperti kisah Nabi Nuh, Nabi Luth, Nabi Musa
dan Harun, serta kisah-kisan nabi lain dan perlawanan masyarakatnya terhadap
dakwah mereka, dan akibat-akibat perlawanan tersebut.
Pemberitaan masa mendatang
Sisi keajaiban lain dari Al Qur'an
adalah ia memberitakan terlebih dahulu sejumlah peristiwa yang akan terjadi di
masa mendatang. Ayat ke-27 dari surat Al Fath, misalnya, memberi kabar gembira
kepada orang-orang yang beriman bahwa mereka akan menaklukkan Mekah, yang saat
itu dikuasai kaum penyembah berhala:
"Sesungguhnya Allah akan
membuktikan kepada Rosul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya
(yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah
dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang
kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui, dan
Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat." (Al Qur'an, 48:27)
Ketika kita lihat lebih dekat lagi,
ayat tersebut terlihat mengumumkan adanya kemenangan lain yang akan terjadi
sebelum kemenangan Mekah. Sesungguhnya, sebagaimana dikemukakan dalam ayat
tersebut, kaum mukmin terlebih dahulu menaklukkan Benteng Khaibar, yang berada
di bawah kendali Yahudi, dan kemudian memasuki Mekah.
Pemberitaan tentang
peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa depan hanyalah salah satu di
antara sekian hikmah yang terkandung dalam Al Qur'an. Ini juga merupakan bukti
akan kenyataan bahwa Al Qur'an adalah kalam Allah, Yang pengetahuan-Nya tak
terbatas. Kekalahan Bizantium merupakan salah satu berita tentang peristiwa
masa depan, yang juga disertai informasi lain yang tak mungkin dapat diketahui
oleh masyarakat di zaman itu.
7. Isyarat-Isyarat Ilmu Pengetahuan Modern
Allah telah meletakkan garis-garis
besar sains dan ilmu pengetahuan dalam al-Qur’an, manusia hanya tinggal
menggali, mengembangkan konsep dan teori yang sudah ada, antara lain
sebagaimana terdapat dalam Q.S Ar-Rahman: 55/33.
Hai jama''ah jin dan manusia, jika
kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah,
kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan (Q.S Ar-Rahman: 55/33).
Ayat di atas pada masa empat belas
abad yang silam telah memberikan isyarat secara ilmiyah kepada bangsa Jin dan
Manusia, bahwasanya mereka telah di persilakan oleh Allah untuk mejelajah di
angkasa luar asalkan saja mereka punya kemampuan dan kekuatan (sulthan);
kekuatan yang dimaksud di sisni sebagaimana di tafsirkan para ulama adalah ilmu
pengetahuan atau sains dan teknelogi, dan hal ini telah terbukti di era mederen
sekarang ini, dengan di temukannya alat transportasi yang mampu menmbus angksa
luar bangsa-bangsa yang telah mencapai kemajuan dalam bidang sains dan
teknelogi telah berulang kali melakukan pendaratan di Bulan, pelanet Mars,
Juipeter dan pelanet-pelanet lainnya.
Contoh lain ayat yang menjelaskan
tentang perputaran matahari, bumi dan bulan:
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah
yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu,
maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan,(37) dan matahari
berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi
Maha Mengetahui.(38) Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah,
sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai
bentuk tandan yang tua.(39) Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan
dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada
garis edarnya. (QS. Yaasin 36: 37- 40) .
2.5 Faedah
I’jaz Al-Quran
I’jaz al-Quran dapat memberikan
manfaat bagi orang yang mempelajari dan mengkaji. Baik itu orang awam ataupun
para ilmuan, cendikiawan, dan semua kalangan manusia yang senantiasa
mempergunakan akal sehatnya.
Adapun manfaat yang dapat dipetik
dari I’jaz al-Quran adalah :
a. Kelembutan, keindahan, keserasian kalimat dan redaksial-Quran dapat
memberikan kesegaran kepada akal dan hati, baik orang awam ataupun
kaum cendikiawan.
b. Gaya bahasa
yang indah dapat dijadikan sebagai media dakwah untuk menarik hati orang.
c. Dengan adanya
berita-berita ghaib, itu dapat dijadikan ibrah guna memperkokoh iman kepada
Allah dan membimbing perbuatan ke arah yang benar.
d. Dapat dijadikan
hujjah dalam menyampaikan kebenaran al-Qur’an bagi orang-orang yang ragu.
e. Dapat mengokohkan keyakinan akan kebenaran Risalah Muhammad Saw.
f. Dapat
mengetahui keagungan Allah dengan mengenal isyarat ilmiah yang ada di alam
dunia.
g. Dapat
menjadi motivasi untuk selalu bereksperimen, berinovasi, dan berkarya dalam
ilmu pengetahuan.
h. Mengetahui kelemahan dan kekurangan manusia.
i. Aturan-aturan
hukumnya dapat dijadikan sebagai landasan dalam beribadah, baik ibadah secara
vertikal ataupun horizontal.
j. Dapat
menjaga kehormatan, harta, jiwa, akal, dan keturunan dengan menganut dan
mengindahkan tasyri-Nya
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Menurut bahasa
kata I’jaz adalah isim mashdar dari ‘ajaza-yu’jizu-i’jazan yang mempunyai
arti “ketidakberdayaan atau keluputan” (naqid al-hazm).
Menurut Manna
Khalil Al Qaththan: Ijaz adalah menempakkan kebenaran Nabi saw dalam pengakuaan orang
lain sebagai rosul utusan Allah SWT dengan menampak kelemahan orang-orang arab
untuk menandinginya atau menghadapi makjizat yang abadi, yaitu Al-Qur’an dan
kelemahan-kelemahan generasi sesudah mereka.
kemukjizatan
al-quran, pada umumnya, terletak pada informasi-informasi gaibnya, ilustrasi,
dan formulasi kebahasaannya. Inilah pendapat ulama secara umum. Tetapi,
sebagian besar ulama Muktazilah, yakni Abu Ishaq Ibrahim bin Sayyar Al-Nazam
dan para pengikutnya berpendapat lain. Mereka melontarkan teori sarfah. Dalam
tafsir Al-manar, Syekh M.Rasyid Ridha mengatakan bahwa, “teori sarfah adalah
teori para pemalas yang enggan meluangkan waktu dan pemikirannya untuk
menyingkap tabir-tabir kemukjizatan Alqur’an.”
Segi
i’jaz Al-Qur’an ada 7, yakni :
1. Gaya Bahasa
2.
Susunan Kalimat
3. Hukum Illahi yang sempurna
4. Ketelitian redaksi
5. Isyarat-isyarat ilmiah
6. Pemberitaan masa lalu
7. Isyarat-isyarat ilmu pengetahuan modern.
Adapun manfaat yang dapat dipetik dari I’jaz al-Quran adalah :
a. Kelembutan,
keindahan, keserasian kalimat dan redaksial-Quran dapat
memberikan
kesegaran kepada akal dan hati.
b. Gaya bahasa
yang indah dapat dijadikan sebagai media dakwah untuk menarik
hati orang.
c. Dengan adanya
berita-berita ghaib, itu dapat dijadikan ibrah guna memperkokoh iman kepada Allah dan membimbing perbuatan ke arah yang benar.
d. Dapat
dijadikan hujjah.
e. Dapat
mengokohkan keyakinan akan kebenaran Risalah Muhammad Saw.
f. Dapat
mengetahui keagungan Allah dengan mengenal isyarat ilmiah yang ada di alam
dunia.
g. Dapat menjadi motivasi untuk selalu bereksperimen,
berinovasi, dan berkarya.
h. Mengetahui
kelemahan dan kekurangan manusia.
i. Aturan-aturan hukumnya dapat dijadikan sebagai landasan dalam beribadah
j. Dapat
menjaga kehormatan.
Daftar Pustaka
Anwar, Rosihon. 2007. Ulum Al-Quran. Bandung : Penerbit Pustaka
Setia
Izzan, Ahmad. 2005. Ulumul Quran. Bandung : Tafakur
Abdul Wahid, Ramli. 1994. ulumul
qur’an. Jakarta: Rajawali
_________________.
1996. Ulum al- Qur’an. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Shihab, M Quraish. 2004. Mukjizat Al-Quran, Bandung: Mizan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar