Minggu, 29 Mei 2016

Makalah : I'Jaz Al-Quran



I’jaz Al-Quran
Karya : Desi Eka, Desi N, Desi A, Deni Maulana
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu objek penting lainya yang ada dalam kajian ‘Ulumul Qur’an’ adalah perbincangan mengenai mukjizat. Persoalan mukjizat, terutama mukjizat Al-Qur’an, sempat menyeret para teolog klasik dalam perdebatan yang berkepenjangan, terutama antara teolog dari kalangan Mu’tazilah dan para teolog dari kalangan Ahlussunnah mengenai konsep shirfah. Dengan perantara mukjizat, Allah mengingatkan manusia bahwa para rasul itu merupakan utusan yang mendapat dukungan dan bantuan dari Allah. Mukjizat yang telah diberikan kepada para nabi mempunyai fungsi yang sama, yaitu memainkan perananya dan mengatasi kepandaian kaumnya disamping membuktikan bahwa kekuasaan Allah itu berada diatas segala-galanya.
   Al-Quran tidak henti-hentinya diteliti dan dikaji. Kandungan kitab suci tersebut terus menerus digali oleh para pengkajinya. Mereka berusaha menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tentang otentisitas al-Quran, kebenaran kandungannya, nilai-nilai universal yang terkandung di dalamnya, dan eksistensi al-Quran sebagai mukjizat abadi Nabi Muhammad saw.
Al-qur’an adalah suatu mu’jizat yang terbesar dan kekal abadi. Mu’jizat yang pernah diberikan Allah SWT kepada Rasul-rasul-Nya sebelum Nabi Muhammad Saw sudah berlalu dan tak dapat dilihat lagi. Mu’jizat-mu’jizat itu ada dan sudah pernah terjadi, tetapi kita tidak bisa merasakan, menghayati dan mengalaminya.
Lain halnya dengan Al-qur’an, ia adalah suatu mu’jizat yang besar dan kekal abadi. Umat Islam dan umat lainnya dapat memegang, membaca, menghayati, memahami, mengamalkan isinya untuk mencapai kebahagiaan dunia dan keselamatan di akhirat nanti.
Kajian al-Quran sebagai mukjizat ini berkenaan dengan kehebatan al-Quran dalam menantang dan mengalahkan berbagai upaya orang-orang yang mencari-cari kekurangan atau kelemahan al-Quran. Tantangan al-Quran dan kemampuan mengalahkan “musuh-musuhnya” itu dinamakan i’jaz atau mukjizat al-Quran.
I’jaz atau mukjizat al-Quran adalah studi tentang bagaimana al-Quran mampu melindungi dirinya dari beragam “serangan”, baik yang berbentuk ketidakpercayaan, maupun keragu-raguan sampai pengingkaran terhadapnya.
Oleh karena itu, kami akan membahas tentang “I’jaz Al-Quran” dalam makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
            1. Pengertian I’jaz Al-Qur’an
            2. Fungsi I’jaz Al-Qur’an
            3. Teori Sarfah
            4. Segi-segi I’jaz Al-Qur’an
            5. Faedah I’jaz Al-Qur’an
1.3 Tujuan Makalah
 Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca mengetahui dan memahami tentang tasawuf , tarekat , dan makrifat serta manfaat atau tujuan mempelajarinya.
1.4 Manfaat Makalah
·         Menambah wawasan pembaca
·         Agar pembaca lebih mengerti tentang tarekat dan tujuan mempelajarinya
·         Agar pembaca lebih memahami tentang tasawuf dan tujuan mempelajarinya
·         Agar pembaca lebih memahami tentang makrifat dan tujuan mempelajarinya.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian I’jaz Al-Quran
Menurut bahasa kata I’jaz adalah isim mashdar dari ‘ajaza-yu’jizu-i’jazan yang mempunyai arti “ketidakberdayaan atau keluputan” (naqid al-hazm). Kata i’jaz juga berarti “terwujudnya ketidakmampuan”. Secara normatif I’jaz adalah ketidakmampuan seseorang melakukan sesuatu yang merupakan lawan dari ketidakberdayaan. Oleh karena itu apabila kemukjizatan itu telah terbukti, maka nampaklah kemampuan mukjizat. Sedang yang di maksud dengan Ijaz secara terminologi ilmu Al-Qur’an adalah sebagaimana yang di kemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut:
A. Menurut Manna Khalil Al Qaththan:
Ijaz adalah menempakkan kebenaran Nabi saw dalam pengakuaan orang lain sebagai rosul utusan Allah SWT dengan menampak kelemahan orang-orang arab untuk menandinginya atau menghadapi makjizat yang abadi, yaitu Al-Qur’an dan kelemahan-kelemahan generasi sesudah mereka.
   B. Menurut Ali al shabuniy mengemukakan:
I’jaz ialah menetapkan kelemahan manusia baik secara kelompok maupun bersama-sama untuk menandingi hal yang serupa dengannya, maka mukjizat merupakan bukti yang datangnya dari Allah SWT yang diberikan kepada hamba-Nya untuk memperkuat kebenaran misi kerasullan dan kenabiannya.
Sedangkan mukjizat adalah perkara yang luar biasa yang disertai dengan tantangan yang tidak mungkin dapat ditandingi oleh siapapun dan kapanpun.
Muhammad Bakar Ismail menegaskan:
Mukjizat adalah perkara luar biasa yang disertai dan diikuti tantangan yang diberikan oleh Allah swt kepada nabi-nabiNya sebagai hujjah dan bukti yang kuat atas misi dan kebenaran terhadap apa yang diembannya yang bersumber dari Allah SWT.
Dari definisi di atas dapat di fahami antara I’jaz dan mukjizat itu adalah dapat dikatakan searti yakni melemahkan. Hanya saja pengertian I’jaz di atas mengesankan batasan yang lebih sepesifik, yang hanya Al-Qur’an. Sedangkan pengertian mukjizat, menegaskan batasan yang lebih luas, yakni bukan hanya berupa Al-Qur’an, tetapi juga perkara-perkara lain yang tidak mampu di jangkau manusia secara keseluruhan. Dengan demikian dalam konteks ini antara pengertian I’jaz dan mukjizat itu saling melengkapi, sehingga nampak jelas keistimewaan dari ketetapan-ketetapan Allah yang khusus diberikan kepada Rasul-rasul pilihan-Nya sebagai salah satu bukti. Kebenaran misi kerasulan yang dibawahnya.
I’jaz atau mukjizat itu bukanlah semata-mata bertujuan untuk menampakkan kelemahan manusia untuk menandinginya tetapi untuk menyakinkan umat bahwa Muhammad SWT adalah benar-benar utusan Allah Al-Qur’an itu benar-benar diturunkan Allah SWT. Kapada Muhammad yang mana Al-Qur’an itu sama sekali bukanlah perkataan manusia atau perkataan lainnya.

2.2 Fungsi I’jaz Al-Quran
M. Quraish Shihab menyatakan Mu’jizat berfungsi sebagai bukti kebenaran para Nabi. Keluarbiasaan  yang tampak atau terjadi melalui mereka itu diibaratkan sebagai ucapan Allah : ” Apa yang dikatakan oleh sang Nabi adalah benar, dia adalah utusan-Ku,dan buktinya adalah Aku melakukan mu’jizat itu.”
Mukjizat, walaupun dari segi bahasa berarti melemahkan sebagaimana dikemukakan di atas, namun dari segi agama, ia sama sekali tidak dimaksudkan untuk melemahkan atau membuktikan ketidakmampuan yang ditantang. Mukjizat ditampilkan oleh Tuhan melalui hamba-hamba pilihan-Nya untuk membuktikan kebenaran ajaran Ilahi yang dibawa oleh masing-masing nabi. Jika demikian halnya, maka ini paling tidak mengandung dua konsekuensi. Yaitu :
`   1.Pertama, bagi yang telah percaya kepada nabi, maka ia tidak lagi membutuhkan mukjizat. Ia tidak lagi dipandang untuk melakukan hal yang sama. Mukjizat yang dilihat atau dialaminya hanya berfungsi memperkuat keimanan, serta menambah keyakinannya akan kekuasaan Allah SWT.
   2. Kedua, para nabi sejak Adam hingga Isa diutus untuk suatu kurun tertentu serta masyarakat tertentu. Tantangan yang mereka kemukakan sebagai mukjizat pasti tidak dapat dilakukan oleh umatnya. Namun apakah ini berarti peristiwa luar biasa yang terjadi melalui mereka itu tidak dapat dilakukan oleh selain umat mereka pada generasi sesudah generasi mereka?
Jika tujuan mukjizat hanya untuk meyakinkan umat setiap nabi, maka boleh jadi umat yang lain dapat melakukannya. Kemungkinan ini lebih terbuka bagi mereka yang berpendapat bahwa mukjizat pada hakikatnya berada dalam jangkauan hukum-hukum (Allah yang berlaku di) alam. Namun, ketika hal itu terjadi, hukum-hukum tersebut belum lagi diketahui oleh masyarakat nabi yang bersangkutan.
Al-Qur’an setidaknya memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai sumber ajaran dan bukti kebenaran kerasulan Muhammad SAW. Sebagai sumber ajaran dan nilai,Al-qur’an menyajikan dan memberikan berbagai norma keagamaan sebagai petunjuk hidup umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat yang merupakan perjalanan hidupnya. Karena sifatnya memberi arah dan jalan, norma-norma tersebut dinamai syariah-artinya jalan lurus.

2.3 Teori Sarfah
Pembasan di atas telah menguraikan bahwa kemukjizatan al-quran, pada umumnya, terletak pada informasi-informasi gaibnya, ilustrasi, dan formulasi kebahasaannya. Inilah pendapat ulama secara umum. Tetapi, sebagian besar ulama Muktazilah, yakni Abu Ishaq Ibrahim bin Sayyar Al-Nazam dan para pengikutnya berpendapat lain. Mereka melontarkan teori sarfah. Dalam tafsir Al-manar, Syekh M.Rasyid Ridha mengatakan bahwa, “teori sarfah adalah teori para pemalas yang enggan meluangkan waktu dan pemikirannya untuk menyingkap tabir-tabir kemukjizatan Alqur’an.
Sementara itu Azzarkasyi dalam Alburhan menolak teori ini dengan mengemukakan beberapa alasan sebagai berikut:
1. Firman Allah Swt dalam surat Al Isra’ : 88 memperlihatkan
kelemahan  bangsa jin dan manusia untuk menyusun karya besar yang sejajar dengan Alqur’an, jika Allah yang melarang mereka maka yang mu’jiz (melemahkan) bukanlah Alqur’an, tapi justru Allah sendiri. Padahal ayat tersebut menantang mereka menyusun karya sejajar dengan Alqur’an bukan untuk menandingi kebesaran Tuhan . Dan para pakar telah sepakat bahwa yang mu’jiz itu adalah alqur’an.
       2. Masyarakat Arab pada saat itu mungkin saja mampu membuat karya spesifik yang pembahasannya sama dengan Al-Qur’am, tetapi mereka akan sangat mengalami kesukaran menandingi isi dan ilustrasinya.
Teori sarfah menyebabkan hilangnya kemukjizatan Alqur’an karena tidak ada lagi tantangan. Jika Alqur’an telah hilang segi kemukjizatannya, maka Alqur’an sendiri pun tidak lagi dianggap sebagai mukjizat.
Menurut sebagian pakar islam, teori sarfah berasal dari kebudayaan Hindu, teori ini diadopsi oleh para filosof Islam dari kitab Weda yang berisi sya’ir-sya’ir yang menurut anggapan para penganut agama hindu tidak dapat ditandingi oleh manusia. Para Brahmana (ulama Hindu) meyakini bahwa seluruh manusia tidak memiliki kemampuan untuk menandingi isi kitab Weda tersebut karena dewa Brahma telah memalingkan mereka dari usaha untuk membuat tandingan bagi kitab ini.
Diantara pakar islam yang setuju dengan pendapat ini antara lain Abu Raihan Albiruni dan Syekh Abu Zahroh. Usaha penyerapan kebudayaan hindu tersebut-menurut Syekh Abu Zahroh - dimulai semenjak zaman Abu Ja’far al Mansur salah seorang khlaifah bani Abbas.
Sementara itu, Badi’ Azzaman sa’id Annursy berusaha menjadi penengah dalam melerai pertentangan antar golongan yang pro dan yang kontra terhadap teori sarfah. Menurut beliau teori ini  dapat diterima  asalkan maksud dari sharfah tersebut adalah : Ketidakmampuan manusia untuk mencapai keindahan gaya bahasa Alqur’an, sebagaimana yang dipahami oleh Aljurjani, Azzamakhsyari dan Assakaki.

2.4 Segi-Segi I’jaz Al-Quran
    1. Gaya Bahasa
M Quraish Shihab telah menjelaskan, Alquran mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya, sehingga membuat kagum bukan saja orang-orang mukmin, tetapi juga orang-orang kafir. Berbagai riwayat menyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrikin sering secara sembunyi-sembunyi berupaya mendengarkan ayat-ayat Alquran yang dibaca oleh kaum muslim. Kaum muslimin di samping mengagumi keindahan bahasa Alquran, juga mengagumi kendungannya serta meyakini bahwa ayat-ayat Alquran adalah petunjuk kebahagiaan dunia akhirat.
Diakui Muhammad ‘Ali Ash-Shabuni, gaya bahasa Alquran banyak membuat orang Arab saat itu kagum dan terpesona. Kehalusan ungkapan bahasanya membuat banyak manusia masuk Islam. Bahkan, Umar bin Khaththab pun yang mulanya dikenal sebagai seorang yang paling memusuhi Nabi Muhammad SAW. dan bahkan berusaha untuk membunuhnya, ternyata masuk Islam dan beriman kepada kerasulan Muhammad yang karena mendengar petikan ayat-ayat Alquran. Susunan Alquran tidak dapat disamai oleh karya sebaik apapun.
   2. Susunan Kalimat
Alquran, hadis qudsi, dan hadis nabawi sama-sama keluar dari mulut Nabi, tetapi uslub atau susunan bahasanya sangat jauh berbeda. Uslub bahasa Alquran jauh lebih tinggi kualitasnya bila dibandingkan dengan dua yang lainnya. Alquran muncul dengan uslub yang begitu indah. Di dalam uslub tersebut terkandung nilai-nilai istimewa dan tidak akan pernah ada pada ucapan manusia.
Dalam Alquran, misalnya, banyak ayat yang mengandung tasybih (penyerupaan) yang disusun dalam bentuk yang sangat indah lagi memesona, jauh lebih indah daripada apa yang dibuat oleh para penyair dan sastrawan. Dapat dilihat salah satu contoh dalam surat Al-Qâri’ah [101]: 5 Allah berfirman: “Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan“
Bulu yang dihambur-hamburkan sebagai gambaran dari gunung-gunung yang telah hancur lebur berserakan bagian-bagiannya. Kadangkala Alquran mengarah untuk menyatakan bahwa kedua unsur tasybih, yakni musyabbah (yang diserupakan) dan musyabbah bih (yang diserupakan dengannya) itu mempunyai sifat indrawi yang sama.
   3. Hukum Ilahi yang Sempurna
Alquran menjelaskan pokok-pokok akidah, norma-norma keutamaan, sopan santun, undang-undang ekonomi politik, sosial dan kemasyarakatan, serta hukum-hukum ibadah. Jika pokok-pokok ibadah wajib diperhatikan, akan diperoleh kenyataan bahwa Islam telah memperluasnya dan menganekaragamkannya serta meramunya menjadi ibadah maliyah, seperti zakat dan sedekah. Ada juga yang serupa ibadah amaliyah sekaligus abadah badaniyah seperti berjuang di jalan Allah.
Tentang akidah, Alquran mengajak manusia pada akidah yang suci dan tinggi, yakin beriman kepada allah Yang Maha Agung; menyatakan adanya nabi dan rasul serta mempercayai semua kitab samawi.
Dalam bidang undang-undang, Alquran telah menetapkan kaidah-kaidah mengenai perdata, pidana politik, dan ekonomi. Mengenai hubungan internasional, Alquran telah menetapkan dasar-dasarnya yang paling sempurna dan adil, baik dalam keadaan damai ataupun perang.
Dalam pada itu, Alquran menggunakan cara global dan terperinci dalam menetapkan sebuah ketentuan hukum. Persoalan ibadah umumnya diterangkan secara global, sedangkan perinciannya diserahkan kepada para ulama melalui ijtihad.
Adapun hukum yang dijelaskan secara terperinci ialah yang berkaitan dengan utang-piutang, makanan yang halal dan yang haram, memelihara kehoramatan wanita, dan masalah perkawinan.
    4. Ketelitian Redaksinya
M Quraish Shihab memerinci secara detail ketelitian redaksi dalam Alquran. Yaitu keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya, keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya/makna yang dikandungnya, keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukkan kepada akibatnya, keseimbangan antaran jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya, dan ada pula keseimbangan-keseimbangan khusus.
Berkaitan dengan ragam keseimbangan berkaitan dengan redaksi Alquran sebagaimana diungkap Shihab, berikut rinciannya:
Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya. Beberapa
contoh diantaranya:
1.      “Al-hayah” (hidup) dan “al-maut” (mati), masing-masing sebanyak 145 kali
2.      “An-naf” (manfaat)  dan “al-madharah (mudarat), masing-masing sebanyak 50 kali
3.      “Al-har” (panas) dan “al-badar” (dingin), masing-masing sebanyak 4 kali
4.      “Ash-Shalihat” (kebajikan) dan “as-sayyi’at” (keburukan), masing-masing sebanyak 167 kali
5.      “Ath-Thuma’ninah” (kelapangan/keterangan) dan “al-adhia” (kesempitan/kesesatan), masing-masing sebanyak 13 kali
6.      “Ar-Rahbah” (cemas/takut) dan “ar-raghbah” (harap/ingin) masing-masing sebanyak 8 kali
7.      “Al-Kufr” (kekufuran) dan “al-iman” (iman) masing-masing sebanyak 17 kali
8.      “Ash-shay” (musim panas) dan “asy-syita” (musim dingin) masing-masing sebanyak 1 kali.

Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya/makna yang
dikandungnya.
1.      “al-hart” dan “az-zirah” (membajak/bertani), masing-masing 14 kali
2.      “al-‘Ushb” dan “adh-dhurur” (membanggakan diri/angkuh), masing-masing 27 kali
3.      “adh-Dhalum” dan “al-mawta” (orang sesat/mati [jiwanya]), masing-masing 17 kali
4.      “Alquran”, “al-wahyu”, dan Al-Islam” (Alquran, wahyu dan Islam), masing-masing 70 kali
5.      “Al-‘Aql” dan “An-nur” (akal dan cahaya), masng-masing 49 kali
6.      “Al-jahr” dan “Al-‘alaniyah” (nyata), masing-masing 16 kali.

Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukkan kepada akibatnya.
1.      “Al-infaq” (infaq) dengan “ar-ridha” (kerelaan), masing-masing 73 kali
2.      “Al-Bukhl” (kekikiran) dengan “al-hasanah” (penyesalan), masing-masing 12 kali
3.      “Al-kafirun” (orang-orang kafir) dengan “An-nar”/”Al-Ahraqa” (neraka/pembakaran), masing-masing 154 kali
4.      “Az-Zakah” (zakat/penyucian) dengan “al-barakat” (kebijakan yang banyak), masing-masing 32 kali
5.      “Al-Fahisyah” (kekejian) dengan “Al-ghadhb” (murka), masing-masing 26 kali.

Keseimbangan antaran jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya
1.      “Al-Israf” (pemborosan) dengan “as-sur’ah”  (ketergesaan), masing-masing 23 kali
2.      “Al-maq’izhah” (nasehat/petuah) dengan “Al-ihsan” (indah), masing-masing 25 kali
3.      “Al-Asra” (tawanan) dengan “Al-Harb” (perang), masing-masing 6 kali
4.      “As-Salam” (kedamaian) dengan “At-hayyibat” (kebijakan), masing-masing 60 kali.


Di samping keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan juga keseimbangan khusus.
Kata “Yawm” (hari) dalam  bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam setahun, sedangkan kata hari yang menunjukkan pada bentuk plural (“ayyam”), jumlah keseluruhannya hanya tiga puluh, sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Di sisi lain, kata yang berarti “bulan” (“syahr”) hanya terdapat dua belas kali, sama dengan jumlah bulan dalam setahun.
Alquran menjelaskan bahwa langit ada “tujuh”. Penjelasan ini diulanginya sebanyak tujuh  kali pula, yakni dalam surat Al-Baqarah [2] ayat 29, surat Al-Isra’ [17] ayat 44, surat Al-Mu’minun [23] ayat 86, surat Fushilat [41] ayat 12, surat Al-Thalaq [65] ayat 12, surat al-mulk [67] ayat 3, dan surat Nuh [71] ayat 15. Selain itu, penjelasan tentang terciptanya langit dan bumi dalam enam hari dinyatakan pula dalam tujuh ayat.
Kata-kata yang menunjuk kepada utusan Tuhan, baik rasul atau nabi atau “basyir” (pembawa berita gembira) atau “nadzir” (pemberi peringatan), kesemuanya berjumlah 518 kali. Jumlah ini seimbang dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi, rasul, dan pembawa berita, yakni 518 kali.
Berita tentang Hal-hal yang Gaib
Sebagian ulama mengatakan bahwa sebagian mukjizat Alquran itu adalah berita-berita ghaibin Firaun, yang mengejar-ngejar nabi Musa, diceritakan dalan surat Yunus [10] ayat 92:
 “Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajarn bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lenyap lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami”. (Q.S. Yunus: 92)
Pada ayat itu ditegaskan bahwa badan Fir’aun tersebut akan diselamatkan Tuhan untuk menjadi pelajaran generasi bagi berikutnya. Tidak seorangpun mengetahui hal tersebut, karena telah terjadi sekitar 1.200 tahun S.M. pada awal abad ke-19, tepatnya pada tahun 1898, ahli purbakala Loret menemukan dilembah raja-raja Luxor Mesir, suatu mumi, yang dari data-data terbukti bahwa ia adalah Fir’aun yang bernama Muniftah dan yang pernah mengejar Nabi Musa a.s. Selain itu, pada tanggal 8 Juli 1908, Elliot Smith mendapat izin dari pemerintah Mesir untuk membuka pembalut-pembalut Fir’aum tersebut. Apa yang ditemukannya adalah salah satu jasad utuh, seperti yang diberikan oleh Alquran melalui Nabi yang ummy (tidak pandai membaca dan menulis).
Berita-berita ghaib yang terdapat pada wahyu Allah, yakni Taurat, Injil dan Alquran, merupakan mukjizat. Berita ghaib dalam wahyu Alah itu membuat  manusia takjub karena akal manusia tidak sampai pada hal tersebut. Salah satu mukjizat Alquran adalah bahwa didalamnya banyak sekali terdapat ungkapan dan keterangan yang rahasianya baru terungkap oleh ilmu pengetahuan dan sejarah pada akhir abad ini, makna yang terkandung didalamnya sama sekali tidak terbayangkan oleh pikiran orang yang hidup pada masa Alquran diturunkan.
     5. Isyarat-Isyarat Ilmiah
Banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Alquran. Misalnya:
Cahaya matahari bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan pantulan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya munzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu, melainkan dengan hak, Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui” (Q.S. Yunus [10]: 5)
Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat menyesakkan napas. Hal itu diisyaratkan oleh firman Allah. “Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki kelangit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang yang tidak beriman.” (Q.S. Al-An’am [6]: 125)
Perbedaan sidik jari manusia, sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah
“Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna” (Q.S. Al-Qiyamah [75]: 4)
Masa penyusuan ideal dan kehamilan minimal, sebagaimana diisyaratkan firman Allah: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bayi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan yang ma’ruf.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 233)
Yang merasakan nyeri adalah kulit: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka kedalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana” (Q.S. An-Nisa’ [4]:56)
Meskipun Alquran menyimpan banyak makna dan keilmuan, tapi masih banyak yang meragukannya, itu tak lain karena kedangkalan pikiran yang kita miliki. Padahal jika kita mau berpikir mengenai suatu ayat di dalam Alquran, kita akan menemukan banyak hal terkait ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh kehidupan umat manusia. Ada pula yang beranggapan bahwa Al-Qur’an dan sains merupakan dua hal yang saling membelakangi, padahal Al-Qur’an dan sains dua hal yang berkaitan dan akurat.
Melihat dua perbedaan tersebut, manusia (para ilmuwan) mulai berpikir dan mencari berbagai bukti tentang keilmiahan dan akurasi Alquran dengan sains. Ternyata hasilnya sangat memuaskan, bahwa Alquran dan sains merupakan dua hal yang berirama dan terpadu. Bukti-bukti keilmiahan Alquran tersebut perlu kita ketahui dari berbagai sisi dan bidang keilmuan.
Selain itu, Al-Qur’an juga berbicara tentang alam semesta, yang meliputi bumi dan langit, unsur-unsurnya yang beraneka ragam, para penghuninya, serta fenomena-fenomena di dalamnya. Lebih dari seribu ayat berbicara tentang hal ini guna membuktikan kekuasaan, ilmu, dan kebijaksanaan tak terbatas Sang Pencipta, yang mampu menciptakan jagat raya ini, melenyapkannya, lalu mengembalikannya ke bentuknya yang semula.
Pemberitaan Masa Lalu dan Masa Mendatang
      6. Pemberitaan masa lalu
Cerita peperangan Romawi dengan Persia yang dijelaskan dalam surat Al-Rum [30] ayat 1-5 merupakan salah satu berita gaib lainnya yang disampaikan Alquran: “Alif Laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, dinegeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan pada hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan dialah yang Mahaperkasa lagi Maha penyayang.” (Q.S. Arrum: 1-5)
Pada abad kelima dan keenam Masehi, terdapat adikuasa, Romawi yang beragama Kristen dan Persia yang menyembah api. Persaingan antara keduanya dalam merebut wilayah dan pengaruh amat keras. Sejarawan menginformasikan bahwa pada tahun 615 M terjadi peperangan antara kedua adikuasa itu yang berakhir dengan kekalahan Romawi. Ketika itu, kaum musyrikin di Mekkah mengejek kaum muslimin yang cenderung mengharapkan kemenangan Romawi yang beragama samawi itu atas Persia yang menyembah api. Kekesalan mereka akibat kekalahan tersebut bertambah dengan ejekan ini maka turunlah ayat ditas pada tahun kekalahan itu, menghibur kaum muslimin dengan dua hal:
a. Pertama, Romawi akan menang atas Persia pda tenggang waktu yang diistilahkan Alquran dengan “bidh sinin” yang diterjemahkan dengan beberapa tahun.
b. Kedua. Saat kemenangan tiba, kaum muslimin akan bergembira, bukan saja dengan kemenangan Romawi, tetapi juga dengan kemenangan yang dianugrahkan Allah.
Ternyata, pemberitahuan itu benar, karena sejarah menginformasikan bahwa tujuh tahun setelah kekalahan Romawi—tepatnya pada tahun 622 M—terjadi lagi peperangan antara kedua adikuasa tersebut, dan kali ini pemenangnya adalah Romawi.
Contoh lain dari pemberitaan masa lalu adalah Alquran juga mengemukakan kisah-kisah lama yang tidak terangkat dalam cerita-cerita rakyat Arab, seperti kisah Nabi Nuh, Nabi Luth, Nabi Musa dan Harun, serta kisah-kisan nabi lain dan perlawanan masyarakatnya terhadap dakwah mereka, dan akibat-akibat perlawanan tersebut.
Pemberitaan masa mendatang
Sisi keajaiban lain dari Al Qur'an adalah ia memberitakan terlebih dahulu sejumlah peristiwa yang akan terjadi di masa mendatang. Ayat ke-27 dari surat Al Fath, misalnya, memberi kabar gembira kepada orang-orang yang beriman bahwa mereka akan menaklukkan Mekah, yang saat itu dikuasai kaum penyembah berhala:
"Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rosul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui, dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat." (Al Qur'an, 48:27)
Ketika kita lihat lebih dekat lagi, ayat tersebut terlihat mengumumkan adanya kemenangan lain yang akan terjadi sebelum kemenangan Mekah. Sesungguhnya, sebagaimana dikemukakan dalam ayat tersebut, kaum mukmin terlebih dahulu menaklukkan Benteng Khaibar, yang berada di bawah kendali Yahudi, dan kemudian memasuki Mekah.
Pemberitaan tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa depan hanyalah salah satu di antara sekian hikmah yang terkandung dalam Al Qur'an. Ini juga merupakan bukti akan kenyataan bahwa Al Qur'an adalah kalam Allah, Yang pengetahuan-Nya tak terbatas. Kekalahan Bizantium merupakan salah satu berita tentang peristiwa masa depan, yang juga disertai informasi lain yang tak mungkin dapat diketahui oleh masyarakat di zaman itu.
      7. Isyarat-Isyarat Ilmu Pengetahuan Modern
Allah telah meletakkan garis-garis besar sains dan ilmu pengetahuan dalam al-Qur’an, manusia hanya tinggal menggali, mengembangkan konsep dan teori yang sudah ada, antara lain sebagaimana terdapat dalam Q.S Ar-Rahman: 55/33.
Hai jama''ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan (Q.S Ar-Rahman: 55/33).
Ayat di atas pada masa empat belas abad yang silam telah memberikan isyarat secara ilmiyah kepada bangsa Jin dan Manusia, bahwasanya mereka telah di persilakan oleh Allah untuk mejelajah di angkasa luar asalkan saja mereka punya kemampuan dan kekuatan (sulthan); kekuatan yang dimaksud di sisni sebagaimana di tafsirkan para ulama adalah ilmu pengetahuan atau sains dan teknelogi, dan hal ini telah terbukti di era mederen sekarang ini, dengan di temukannya alat transportasi yang mampu menmbus angksa luar bangsa-bangsa yang telah mencapai kemajuan dalam bidang sains dan teknelogi telah berulang kali melakukan pendaratan di Bulan, pelanet Mars, Juipeter dan pelanet-pelanet lainnya.
Contoh lain ayat yang menjelaskan tentang perputaran matahari, bumi dan bulan:
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan,(37) dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.(38) Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua.(39) Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (QS. Yaasin 36: 37- 40) .




2.5 Faedah I’jaz Al-Quran
I’jaz al-Quran dapat memberikan manfaat bagi orang yang mempelajari dan mengkaji. Baik itu orang awam ataupun para ilmuan, cendikiawan, dan semua kalangan manusia yang senantiasa mempergunakan akal sehatnya.
Adapun manfaat yang dapat dipetik dari I’jaz al-Quran adalah :
a. Kelembutan, keindahan, keserasian kalimat dan redaksial-Quran dapat    
    memberikan kesegaran kepada akal dan hati, baik orang awam ataupun kaum cendikiawan.
b. Gaya bahasa yang indah dapat dijadikan sebagai media dakwah untuk menarik hati orang.
c. Dengan adanya berita-berita ghaib, itu dapat dijadikan ibrah guna memperkokoh iman kepada Allah dan membimbing perbuatan ke arah yang benar.
d. Dapat dijadikan hujjah dalam menyampaikan kebenaran al-Qur’an bagi orang-orang yang ragu.
e. Dapat mengokohkan keyakinan akan kebenaran Risalah Muhammad Saw.
f.  Dapat mengetahui keagungan Allah dengan mengenal isyarat ilmiah yang ada di alam dunia.
g.  Dapat menjadi motivasi untuk selalu bereksperimen, berinovasi, dan berkarya dalam ilmu pengetahuan.
h. Mengetahui kelemahan dan kekurangan manusia.
i. Aturan-aturan hukumnya dapat dijadikan sebagai landasan dalam beribadah, baik ibadah secara vertikal ataupun horizontal.
j.  Dapat menjaga kehormatan, harta, jiwa, akal, dan keturunan dengan menganut dan mengindahkan tasyri-Nya
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Menurut bahasa kata I’jaz adalah isim mashdar dari ‘ajaza-yu’jizu-i’jazan yang mempunyai arti “ketidakberdayaan atau keluputan” (naqid al-hazm).
Menurut Manna Khalil Al Qaththan: Ijaz adalah menempakkan kebenaran Nabi saw dalam pengakuaan orang lain sebagai rosul utusan Allah SWT dengan menampak kelemahan orang-orang arab untuk menandinginya atau menghadapi makjizat yang abadi, yaitu Al-Qur’an dan kelemahan-kelemahan generasi sesudah mereka.
kemukjizatan al-quran, pada umumnya, terletak pada informasi-informasi gaibnya, ilustrasi, dan formulasi kebahasaannya. Inilah pendapat ulama secara umum. Tetapi, sebagian besar ulama Muktazilah, yakni Abu Ishaq Ibrahim bin Sayyar Al-Nazam dan para pengikutnya berpendapat lain. Mereka melontarkan teori sarfah. Dalam tafsir Al-manar, Syekh M.Rasyid Ridha mengatakan bahwa, “teori sarfah adalah teori para pemalas yang enggan meluangkan waktu dan pemikirannya untuk menyingkap tabir-tabir kemukjizatan Alqur’an.
  Segi i’jaz Al-Qur’an ada 7, yakni :
1. Gaya Bahasa
 2. Susunan Kalimat
3. Hukum Illahi yang sempurna
4. Ketelitian redaksi
5. Isyarat-isyarat ilmiah
6. Pemberitaan masa lalu
7. Isyarat-isyarat ilmu pengetahuan modern.
Adapun manfaat yang dapat dipetik dari I’jaz al-Quran adalah :
a. Kelembutan, keindahan, keserasian kalimat dan redaksial-Quran dapat
 memberikan kesegaran kepada akal dan hati.
b. Gaya bahasa yang indah dapat dijadikan sebagai media dakwah untuk menarik
hati orang.
c. Dengan adanya berita-berita ghaib, itu dapat dijadikan ibrah guna memperkokoh     iman kepada Allah dan membimbing perbuatan ke arah yang benar.
d. Dapat dijadikan hujjah.
e. Dapat mengokohkan keyakinan akan kebenaran Risalah Muhammad Saw.
f.  Dapat mengetahui keagungan Allah dengan mengenal isyarat ilmiah yang ada di alam dunia.
g.  Dapat menjadi motivasi untuk selalu bereksperimen, berinovasi, dan berkarya.
h. Mengetahui kelemahan dan kekurangan manusia.
i. Aturan-aturan hukumnya dapat dijadikan sebagai landasan dalam beribadah
j.  Dapat menjaga kehormatan.

Daftar Pustaka

Anwar, Rosihon. 2007. Ulum Al-Quran. Bandung : Penerbit Pustaka Setia
Izzan, Ahmad. 2005. Ulumul Quran. Bandung : Tafakur
Abdul Wahid, Ramli. 1994. ulumul qur’an. Jakarta: Rajawali
_________________. 1996. Ulum al- Qur’an. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Shihab, M Quraish. 2004. Mukjizat Al-Quran, Bandung: Mizan.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar