PROBLEMATIKA UMAT ZAMAN MODERN DAN HUBUNGANNYA TERHADAP PANCASILA
oleh : Erni Mulyani
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pancasila
merupakan suatu dasar negara, untuk itu segala sesuatu yang dilakukan negara
harus berdasar pada Pancasila. Untuk itu masyarkat Indonesia khusunya perlu
memahami makna dari pancasila bukan sekedar hafal bait-bait pancasilanya saja. Namun
dalam kenyataan yang terjadi pemahaman mengenai pancasila tidak begitu banyak
dipahami masyarakat. Sedangkan kalau ditanya apakah anda tahu Pancasila? Pasti
jawabannya tau. Hanya saja untuk pemahaman dan peng-implementasian butir
pancasila sendiri belum semua masyarakat bisa mengetetahuinya.
Masyarakat modern pada dewasa ini mempunyai
banyak problematika dari segi ekonomi , teknologi , sosial dan budaya. Dengan banyaknya problematika ini masyarakat
modern dituntut untuk tetap exist dalam kehidupan sehari-hari, disinilah perlunya peran dari nilai pancasila yang
seharusnya bisa di implemetasikan dalam kehidupan sehari-hari.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
definisi Masyarkat Modern?
2.
Bagimana
definisi Pancasila?
3.
Bagaimana
problematika umat yang terjadi di zaman sekarang ini?
4.
Bagaimana
hubungan antara problematika umat yang terjadi dengan Pancasila?
C.
Tujuan
1.
untuk
mengetahui definisi Masyarakat Modern.
2.
Untuk
mengetahui definisi Pancasila.
3.
Untuk
mengetahui problematika umat yang terjadi di zaman sekarang ini.
4.
Untuk
mengetahui hubungan antara problematika umat yang terjadi dengan Pancasila.
D.
Manfaat
Penulis dan Pembaca mendapatkan pengetahuan
lebih mengenai permasalahan yang terjadi pada umat dan kaitannya terhadap
Pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Masyarakat Modern
Istilah masyarakat modern[1]
terdiri dari dua kata, yaitu masyarakat dan modern. Istilah masyarakat dalam
bahasa inggris disebut society yang asal katanya socius yang
berarti kawan. Sedangkan dalam bahasa arab dikenal dengan istilah syirk yang
berarti begaul.Adapun kata moden dalam kamus bahasa indonesia diartikan dengan
terkini, muttakhit, dan terbaru.
Jadi, berdasarkan dua pengertian tersebut, maka masyarakat modern adalah
sekelompok manusia yang hidup dalam kebersamaan yang saling mempengaruhi dan
terikat dengan norma-norma serta sebagian besar anggotanya mempunyai orientasi
nilai budaya untuk menuju kehidupan yang lebih maju.
B.
Definisi
Pancasila
Secara
etmologis istilah Pancasila berasal dari bahasa Sansakerta dari India
(Bahasa Kasta Brahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut
muhammad Yamin[2],
dalam bahasa Sansakerta perkataan “Pancasila”
memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu :
“Panca”
artinya “Lima”
“syila”
vokal i pendek artinya “batu sendi”, “alas”,
atau “dasar”
“syiila”
vokal i panjang artinya “peraturan tigkah laku yangbaik, yang penting atau yang senonoh”
Kata-kata
tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa diartikan “susila”
yang memiliki hubungan dengan moralitas. Oleh karena it secara Etimologis kata “Pancasila”
yang dimaksudkan adalah istilah “Panca Syila” dengan vokal i pendek yang
memiliki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang
memiliki lima unsur”. Adapun istilah “Panca syiila” dengan huruf Dewanagari i
bermakna 5 aturan tingkah laku yang penting (Yamin, 1960 : 437)[3]
C.
Problematika
Umat yang Terjadi di Zaman Modern
Kehidupan masyarakat modern identik dengan mendewakan ilmu pengetahuan
dan teknologi, mengesampingkan pemahaman agama. Mereka beranggapan bahwa ilmu
pengetahuan dan teknologi akan mampu meningkatkan taraf kehidupan. Padahal
tidak selamanya seperti yang diharapkan karena kemajuan di bidang teknologi
yang berkembang pada masyarakat modern akan memberikan dua dampak bagi
kehidupan manusia, yaitu dapat memberikan dampak positif dan, pada sisi lain,
juga dapat menimbulkan dampak negatif.
Dampak positifnya tentu saja akan meningkatkan keragaman budaya yang
tersedia melalui penyediaan informasi yang menyeluruh sehingga memberikan
kesempatan untuk mengembangkan keahlian baru dan dapat memberikan pengetahuan yang bermanfaat untuk meningkatkan
taraf masyarakat.
Adapun dampak
negatif dari kemajuan teknologi pada masyarakat modern,[4] ialah :
1. Desintegrasi Ilmu Pengetahuan.
Kehidupan modern ditandai dengan adanya
spesialisasi di bidang ilmu pengetahuan. Masing-masing ilmu pengetahuan memiliki caranya sendiri dalam memecahkan
masalah yang dihadapi. Keadaan berbagai ilmu pengetahuan yang saling bertolak belakang antara
satu disiplin ilmu atau filsafat dan lainnya terdapat kerenggangan, bahkan
tidak tahu-menahu. Hal ini merupakan pangkal terjadinya kekeringan spiritual. Maka manusia modern semakin berada pada garis tepi ,sehingga tidak lagi
memiliki etika dan estetika yang mengacu pada sumber ilahi.
2. Kepribadian yang Terpecah.
Karena kehidupan manusia modern dipolakan
oleh ilmu pengetahuan yang coraknya kering nilai-nilai spiritual, maka manusia menjadi pribadi yang terpecah. Kehidupan manusia modern diatur menurut rumus
ilmu eksak dan kering. Akibatnya hilang proses kekayaan rohaniyah karena dibiarkannya perluasan ilmu-ilmu
positif dan ilmu social. Jika proses keilmuan yang berkembang itu tidak berada dibawah kendali
agama maka proses kehancuran pribadi manusia akan terus berjalan.
3. Penyalahgunaan Iptek
Sebagai akibat dari terlepasnya ilmu
pengetahuan dan teknologi dari ikatan spiritual maka iptek telah disalahgunakan dengan segala
implikasi negatifnya. Kemampuan di bidang rekayasa genetika diarahkan untuk tujuan jual-beli
manusia. Kecanggihan di bidang teknologi komunikasi dan lainnya telah digunakan
untuk menggalang kekuatan yang menghancurkan moral umat.
4. Pendangkalan Iman.
Sebagai akibat lain dari pola pikiran
keilmuan, khususnya ilmu-ilmu yang hanya mengetahui fakta-fakta yang bersifat
empiris menyebabkan manusia dangkal imannya.Mereka tidak tersentuh oleh
informasi yang diberikan oleh wahyu, bahkan informasi yang dibawa oleh wahyu itu menjadi bahan tertawaan dan
dianggap sebagai tidak ilmiah dan kampungan.
5. Pola Hubungan Materialistik.
Pola hubungan satu dan lainnya ditentukan
oleh seberapa jauh antara satu dan lainnya dapat memberikan keuntungan yang
bersifat material. Demikian pula penghormatan yang diberikan seseorang atas orang lain
banyak diukur oleh sejauh mana orang tersebut dapat memberikan manfaat secara
material. Akibatnya, menempatkan pertimbangan material di atas pertimbangan akal sehat, hati nurani, kemanusiaan dan imannya.
6. Menghalalkan Segala Cara.
Sebagai akibat lebih jauh dari dangkalnya
iman dan pola hidup materialistik,[5]
maka manusia dengan mudah dapat menggunakan prinsip menghalalkan segala cara
dalam mencapai suatu tujuan. Jika hal ini terjadi maka terjadilah kerusakan akhlak dalam segala
bidang, baik ekonomi, sosial, politik, dan lain sebagainya.
7. Stres dan Frustasi.
Kehidupan modern yang demikian kompetitif [6]
menyebabkan manusia harus menyerahkan seluruh pikiran, tenaga dan kemampuannya.
Mereka akan terus bekerja dan bekerja tanpa mengenal batas dan kepuasan. Apalagi jika usaha dan proyeknya gagal, maka dengan mudah kehilangan pegangan, karena memang tidak lagi memiliki pegangan
yang kokoh berasal dari Tuhan. Akibatnya jika terkena problem yang tidak dapat dipecahkan maka akan
stress dan frustasi yang jika hal ini terus-menerus berlanjut akan membuat
manusia tersebut menjadi gila.
8. Kehilangan Harga Diri dan Masa Depan.
Terdapat sejumlah orang yang terjerumus atau
salah memilih jalan kehidupan. Masa mudanya dihabiskan untuk menuruti hawa nafsunya. Namun pada saat sudah tua renta, fisiknya sudah tidak berdaya, tenaganya sudah tidak mendukung, dan berbagai kegiatan sudah tidak bisa dilakukan. Fasilitas dan kemewahan hidup sudah tidak
berguna lagi, karena fisik dan mentalnya sudah tidak memerlukan lagi. Manusia yang seperti ini merasa kehilangan
harga diri dan masa depannya.
Selain problematika dalam aspek pengembangan intelektual khususnya
pengmbangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam masyarakat modern mengalami
berbagai problem dalam aspek lainnya, seperti dalam aspek politik, aspek
pluralisme agama, apek spiritual, dan aspek etika. Dalam aspek politik, banyak
terjadi perabutan kekuasaan, politik menghalalkan segala cara dan politik mampu menjadikan manusia lupa akan kehidupan
akhirat.
Selain itu aspek pluralitas agama, masyarakat seringkali mencampuri
urusan kepercayaan agama lain, saling menganggap agama yang diikuti adalah benar
dan yang lainnya adalah salah. Hal ini menimbulkan perpecahan antar umat
beragama.
Dalam aspek spiritual, masyarakat modern senantiasa terbuai dalam situasi
keglamoran, mendewakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadikan mereka
meninggalkan pemahaman agama, hidup dalam sikap sekuler yang menghapus visi keilahian.
Hilangnya visi dan keilahian tersebut mengakibatkan kehampaan
spiritual dan mengakibatkan manusia jauh dengan Sang Maha Pencipta,
meninggalkan ajaran-ajaran yang dimuat dalam dogma agama. Akibat dari itu, maka
dalam kehidupan masyarakat modern sering dijumpai banyak orang yang merasa
gelisah, tidak percaya diri, strees dan tidak memiliki pegangan hidup.
Kegelisahan hidup mereka sering disebabkan karena takut kehilangan apa yang
dimiliki. Rasa khawatir terhadap masa depan yang tidak dapat dicapai sesuai
dengan harapan, daya saing yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan hidup, dan akibat banyak
pelanggaran dosa yang dilakukan.
Dalam aspek etika, masyarakat moderen mengalami krisis moral yang
berkepanjangan. Masyarakat modern seringkali menampilkan sifat-sifat yang
kurang dan tidak terpuji dan menyimpang dengan norma-norma yang berlaku, baik
norma agama, adat istiadat dan hukum. Bentuk penyimpangan moral tersebut
seperti, menurunnya kualitas moral bangsa yang dicirikan dengan membudayanya
praktek KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), berbagai konflik yang merajalela
(antar etnis, agama, politik, ormas dan lain-lain), meningkatnya kriminalitas
diperbagai kalangan, serta menurunnya etos kerja di berbagai instansi-instansi
pemerintahan, merosotnya nilai-nilai keadilan, spiritual, kemanusiaan dan masih
banyak lagi.
Para kritisi barat mengemukakan sekurang-kurangnya sekarang ini di dunia pasca-modern
mengalami lima krisis:
1. Krisis identitas, dimana manusia sudah
kehilangan kepribadiannya dan bentuk dirinya. Dalam hal ini, akan mudah mencari
jawabannya dalam dakwah Islamiyah.
2. Krisis legalitas, dimana manusia sudah mulai
kehilangan penentuan peraturan untuk diri dan masyarakat. Dakwah islamiyah
penuh dengan ajaran tentang tuntunan hidup itu.
3. Krisis penetrasi[7],
dimana manusia telah banyak kehilangan pengaruh yang baik untuk diri dan
masyarakatnya, penuh dengan polusi fisik maupun mental. Dakwah Islamiyah datang
untuk menjernihkan pikiran manusia dan filter terhadap tingkah lakunya, melalui
persiapan mental yang etis dan bertanggung jawab.
4. Krisis partisipasi, dimana manusia telah
kehilangan kerjasama, terlalu individualistis.
5. Krisis distribusi, dimana manusia dihantui
oleh tidak adanya keadilan dan pemerataan income masyarakat..
Dari berbagai macam krisis moral di indonesia, korupsi menempati
peringkat pertama. Sebagaimana hasil survei PERC (Political and Economic Risk
Consultacy) Fenomena diatas merupakan sekilas gambaran umum problematika yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat maju dan modern yang terlihat cenderung
obsesi keduniannya lebih mendominasi daripada spiritual dan ukhrawinya. Dengan
demikian, manusia mengalami degradasi moral yang dapat menjatuhkan harkat dan
martabatnya. Masyarakat kehilangan identitas diri, mereka merasa bingung karena
proses modernisasi yang disalahgunakan dapat menimbulkan ketidakberesan di
segala bidang aspek kehidupan manusia, seperti aspek hukum, moral, norma, etika
dan tata kehidupan lainnya.
D.
Hubungan
Problematika Umat di Zaman Modern dengan Pancasila
Pancasila
memiliki butir-butir pengimplementasian dalam berkehidupan pada setiap point
dasar pancasila. Namun dengan adanya problematika yang terjadi dimasyarakat
menjadikan setiap butir itu banyak sekali yang tidak terimplemetasikan. Adapun
butir-butir pancasila yaitu :
Ketetapan
MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima
asas dalam Pancasila menjadi 45 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi
pelaksanaan Pancasila.
Sila
Pertama
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya
dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan takwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan
bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama
umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan
Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Sila
kedua
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai
dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak,
dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan,
agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan
sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama
manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa
dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena
terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai
bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan
bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila
ketiga
1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan,
serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama
di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan
negara dan bangsa apabila diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air
dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan
dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas
dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan
kesatuan bangsa.
Sila
keempat
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat,
setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada
orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil
keputusan untuk kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi
oleh semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap
keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab
menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan
bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan
sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat
dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan
mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil
yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
Sila
kelima
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang
mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan
kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain
agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk
usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal
yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk
bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
9. Suka bekerja keras.
10. Suka menghargai hasil karya orang lain
yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka
mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Dari butir pancasila diatas kita dapat
membandingkan dengan pembahasan sebelumnya mengenai problematika umat yang
terjadi pada masa kini. Dari sila pertama mengenai Ketuhanan Yang Maha Esa
dimana maysarakat zaman sekarang sering terjadi pendoktrinan bahwa agamanyalah
yang paling benar sehingga muncul peerselisihan dan kehilangan sikap saling
menghormati diantara pemeluk agama. Sebagai contoh : pada hari selasa tanggal 21 Juli 2015
republika.co.id menerbitkan sebuah berita mengenai pertikaian antar agama yang
terjadi di Papua. Dimana terjadi insiden kekerasan yang dilakukan jemaat Gereja
Injiil Di Indoensia (GIDI) terhadap umat muslim di Tolikara. Meskipun ini
insiden yang pertama antar umat beragama yang terjadi di Papua namun tetap saja
hal ini terjadi karena tidak adanya rasa saling menghormati dan mengganggap
agamnya paling benar. Serta adanya oknum jahat yang menjadikan agama sebagai
alat untuk mengkambinghitamkan manusia.
Sila kedua pancasila mengenai sifat manusia
yang seharusnya beradab dan berperilaku adil. Dari butir-butir pancasila sila
kedua dapat kita rasakan sendiri semakin
sedikit manusia yang menjungjung tinggi nilai kemanusiaan. Karena dizaman yang
semakin modern ini dan segala sesuatu semakin canggih sering kita temui apalagi
di kota besar manusia semakin menjungjung tinggi sifat individualis, karena
lebih menyukai bercakap-cakap dengan gadgetnya daripada dengan tetangganya. Persamaan
derajatpun semakin jarang ditemuai di
kalangan masyarakat sendiri ini karena semakin banyak masyarakat yang lebih menyukai
berkumpul dengan orang yang mereka anggap sederajat dengannya yang akhirnya
menimbulkan kesenjangan sosial.
Sila ketiga pancasila mengenai persatuan
Indonesia, dari butir pancasila sila ketiga ternyata bukan hanya dimasyarakat
sendiri di Instansi pemerintah pula masih banyak oknum yang masih memanfaat
jabantannya untuk kepentingannya sendiri bukan untuk kepentingan bangsa apalagi
untuk memajukan bangsa Indoensia ini. Korupsi begitu merajarela di Indonesia
yang akhirnya menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap pemenrintah. Selasa,
9 Desember 2015 penulis mendengar sendiri percakapan para pedagang di bus
ketika dalam perjalanan pulang. Mereka sama sekali tidak mempedulikan terhadap PEMILU
yang akan datang hari esok, mereka berkata “Ah’ buat apa nyoblos mending dagang
daripada nyoblos ga dapet uang, lah mereka yang nyalon juga cuma janji di awal
doang kalau udah jadi mah seneng sendiri, rakyat mah tetap saja sengsara”
begitulah ungkapan mereka yang di terjemahkan kedalam bahasa Indonesia gaul. Padahal
pada dasarnya pemilihan pemimpin pada setiap daerah merupakan upaya agar bangsa
Indonesia dalam berhidupan dapat terarah ke hal yang lebih baik dan untuk dapat
memajukan bangsa Indonesia sendiri. Namun ternyata zaman sekarang sudah banyak yang tidak percaya
lagi pada aparat pemerintah.
Sila ke empat pancasila, dalam sila ini dimana
musyawarah menjadi inti dari makna yang tekandung didalamnya. Pada dasarnya
musyawarah masih terimplementasi di kehidupan masyarakat namun yang merusak
musyawarah ini terkadang ada beberapa oknum yang begitu ingin memenangkan suara
dimusyawarah ini dan ingin memiliki banyak pendukung, akhirnya mereka
menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tanpa
memperdulikan akibat yang akan terjadi dan terkadang mereka memanfaatkan
orang-orang yang berpendidikan rendah untuk dijadikan sebagai alat
perealisasian keinginan mereka, contoh dalam PEMILU tdak sedikit dari para
calon yang menghalakan segala cara agar mereka terpilih. Dari mulai menyogok
dan menjatuhkan pihak lawan dengan berbagai fitnah.
Sila kelima Pancasila mengenai keadilan sosial
yang seharusnya berlaku pada setiap masyarakat. Pada dasarnya pemerintah yang berada pada posisi
paling atas tidak sedikit yang sudah berusaha memajukan Indonesia dengan mencoba
mensejahterakan rakyat Indonesia melalui keadilan yang berusaha mereka berikan
kepada setiap masyarakat, namun tidak sedikit pula oknum yang menyelewengkan
bahkan malah membuat keadaan menjadi sebaliknya. Ini karena banyak diantara
para instansi pemerintah yang tidak bermoral yang akhirnya merka memanfaatkan
jabatan untuk kepentingan sendiri. Yang kahirnya mengambil hak milik orang lain
untuk dirinya sendiri. Dan di sila kelima ini bangsa Indonesia sangat kurang
dalam pemberian apresiasi atau penghargaan terhadap orang lain yang akhirnya
membuat mereka merasa tidak di hargai, salah satu contoh yang paling terkenal
adalah Pak Habibi ketika membuat pesawat untuk Indonesia bukanya digunakan dan
dimanfaatkan malah hanya digunakan sebagai pajangan di Musium. Contoh hal kecil di lingkungan pendidikan
ketika seorang anak mencoba maju kedepan kelas misalnya untuk menjawab soal
matematika dan ternyata jawabanya salah seringkali yang terjadi adalah anak
tersebut di sorakin dalam arti negatif yang akhirnya membuat mentalnya down.
Sedangkan di negara lain mereka diberi tepuk tangan untuk menghargai keberanian
anak tersebut walaupun apa yang di jawab itu salah. Namun di sinilah letak
permasalahan yang terjadi yang membuat mental anak-anak Indonesia lemah. Tidak
adanya penghargaan terhadap sebuah karya. Dan karen kehidupan semakin instan
maka banyak dari masyarakat yang ingin mendapatkan haknya dengan instan tanpa
menunaikan kewajiban padahal tidak ada hak jika tidak ada kewajiban. Misalnya
korupsi merupakan hal instan yang gampang dilakukan untuk mendapatkan uang yang
lebih besar meskipun pada dasarnya itu bukan haknya namun banyak diantara
mereka yang mengingkan kekayaan yang lebih sehingga mereka akhirnya korupsi,
itu artinya kekayaan yang mereka peroleh bukan hasil sesungguhnya yang merka
dapatkan melainkan hak orang lain yang mereka curi.
BAB III
SIMPULAN
Masyarakat modern adalah sekelompok manusia yang hidup dalam kebersamaan
yang saling mempengaruhi dan terikat dengan norma-norma serta sebagian besar
anggotanya mempunyai orientasi nilai budaya untuk menuju kehidupan yang lebih
maju. Sedangkan Pancasila secara etimologis berarti
dasar yang memiliki lima unsur.
Problematika
umat yang terjadi pada zaman modern ini lebih berdampak pada rusaknya moral
bangsa,m meskipun secara keilmuan msyarakat semakin maju dan tekhnologi yang
digunakan semakin canggih namun kemajuan ini jika tidak diberangi dengan
pembelajaran akhlak yang baik makan akan berdampak pada rusaknya moral generasi penerus Bangsa.
Hubungan
problematika Umat yang terjadi pada
zaman modern dengan Pancasila yaitu peangamalan butir-butir pancasila yang
semakin terabaikan dan jauh dari yang seharusnya dilakukan bahkan tidak sedikit
butir-butir itu yang dalam kenyataan pengamalannya berbanding terbalik dengan
pernyataan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Deliar, Noer. 1987. Pembangunan di Indonesia.
Jakarta : Mutiara
https://docs.google.com/document/d/1dB3VPBxT_NMmSiUuU0dgV0auwPS-cBkV6D8rbFUt2-A/mobilebasic?pli=1
diakses pada tanggal 9 Desember 2015 pukul 10.06
Kaelan.
2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma
Moeljono, Djokosasonto.2000.Lead! Keunggulan Kompetitif. Jakarta:
Erlangga
Mulder, Niels. 2000 Inside Indonesian
Society : Culture Change in Java. Jakarta : Sinar Harapan
Suhardi, Imam dkk .2003. Pilar Islam bagi Pluralisme Modern.Jakarta : Tiga Serangkai
Yusuf, Asrof M.2002. Kaya karena Allah. Jakarta : Kawan Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar