Minggu, 29 Mei 2016

Makalah PKN : Problematika Umat Zaman Modern dan Hubungannya Teradap Pancasila

PROBLEMATIKA UMAT ZAMAN MODERN DAN HUBUNGANNYA TERHADAP PANCASILA

oleh : Erni Mulyani

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pancasila merupakan suatu dasar negara, untuk itu segala sesuatu yang dilakukan negara harus berdasar pada Pancasila. Untuk itu masyarkat Indonesia khusunya perlu memahami makna dari pancasila bukan sekedar hafal bait-bait pancasilanya saja. Namun dalam kenyataan yang terjadi pemahaman mengenai pancasila tidak begitu banyak dipahami masyarakat. Sedangkan kalau ditanya apakah anda tahu Pancasila? Pasti jawabannya tau. Hanya saja untuk pemahaman dan peng-implementasian butir pancasila sendiri belum semua masyarakat bisa mengetetahuinya.
Masyarakat modern pada dewasa ini mempunyai banyak problematika dari segi ekonomi , teknologi , sosial dan budaya. Dengan banyaknya problematika ini masyarakat modern dituntut untuk tetap exist dalam kehidupan sehari-hari, disinilah perlunya peran dari nilai pancasila yang seharusnya bisa di implemetasikan dalam kehidupan sehari-hari.

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana definisi Masyarkat Modern?
2.      Bagimana definisi Pancasila?
3.      Bagaimana problematika umat yang terjadi di zaman sekarang ini?
4.      Bagaimana hubungan antara problematika umat yang terjadi dengan Pancasila?

C.    Tujuan

1.      untuk mengetahui definisi Masyarakat Modern.
2.      Untuk mengetahui definisi Pancasila.
3.      Untuk mengetahui problematika umat yang terjadi di zaman sekarang ini.
4.      Untuk mengetahui hubungan antara problematika umat yang terjadi dengan Pancasila.

D.    Manfaat

Penulis dan Pembaca mendapatkan pengetahuan lebih mengenai permasalahan yang terjadi pada umat dan kaitannya terhadap Pancasila.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Masyarakat Modern

Istilah masyarakat modern[1] terdiri dari dua kata, yaitu masyarakat dan modern. Istilah masyarakat dalam bahasa inggris disebut society yang asal katanya socius yang berarti kawan. Sedangkan dalam bahasa arab dikenal dengan istilah syirk yang berarti begaul.Adapun kata moden dalam kamus bahasa indonesia diartikan dengan terkini, muttakhit, dan terbaru.
Jadi, berdasarkan dua pengertian tersebut, maka masyarakat modern adalah sekelompok manusia yang hidup dalam kebersamaan yang saling mempengaruhi dan terikat dengan norma-norma serta sebagian besar anggotanya mempunyai orientasi nilai budaya untuk menuju kehidupan yang lebih maju.

B.     Definisi Pancasila

Secara etmologis  istilah Pancasila  berasal dari bahasa Sansakerta dari India (Bahasa Kasta Brahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut muhammad Yamin[2], dalam bahasa Sansakerta  perkataan “Pancasila” memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu :
“Panca” artinya “Lima”
“syila” vokal i pendek artinya  “batu sendi”, “alas”, atau “dasar”
“syiila” vokal i panjang artinya “peraturan tigkah laku yangbaik, yang penting atau  yang senonoh”
Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa diartikan “susila” yang memiliki hubungan dengan moralitas. Oleh karena it secara Etimologis kata “Pancasila” yang dimaksudkan adalah istilah “Panca Syila” dengan vokal i pendek yang memiliki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsur”. Adapun istilah “Panca syiila” dengan huruf Dewanagari i bermakna 5 aturan tingkah laku yang penting (Yamin, 1960 : 437)[3]

C.    Problematika Umat yang Terjadi di Zaman Modern

Kehidupan masyarakat modern identik dengan mendewakan ilmu pengetahuan dan teknologi, mengesampingkan pemahaman agama. Mereka beranggapan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi akan mampu meningkatkan taraf kehidupan. Padahal tidak selamanya seperti yang diharapkan karena kemajuan di bidang teknologi yang berkembang pada masyarakat modern akan memberikan dua dampak bagi kehidupan manusia, yaitu dapat memberikan dampak positif dan, pada sisi lain, juga dapat menimbulkan dampak negatif.
Dampak positifnya tentu saja akan meningkatkan keragaman budaya yang tersedia melalui penyediaan informasi yang menyeluruh sehingga memberikan kesempatan untuk mengembangkan keahlian baru dan dapat memberikan pengetahuan yang bermanfaat untuk meningkatkan taraf masyarakat.
Adapun dampak negatif dari kemajuan teknologi pada masyarakat modern,[4]  ialah :
1.      Desintegrasi Ilmu Pengetahuan.
Kehidupan modern ditandai dengan adanya spesialisasi di bidang ilmu pengetahuan. Masing-masing ilmu pengetahuan memiliki caranya sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Keadaan berbagai ilmu pengetahuan yang saling bertolak belakang antara satu disiplin ilmu atau filsafat dan lainnya terdapat kerenggangan, bahkan tidak tahu-menahu. Hal ini merupakan pangkal terjadinya kekeringan spiritual. Maka manusia modern semakin berada pada garis tepi ,sehingga tidak lagi memiliki etika dan estetika yang mengacu pada sumber ilahi.
2.      Kepribadian yang Terpecah.
Karena kehidupan manusia modern dipolakan oleh ilmu pengetahuan yang coraknya kering nilai-nilai spiritual, maka manusia menjadi pribadi yang terpecah. Kehidupan manusia modern diatur menurut rumus ilmu eksak dan kering. Akibatnya hilang proses kekayaan rohaniyah karena dibiarkannya perluasan ilmu-ilmu positif dan ilmu social. Jika proses keilmuan yang berkembang itu tidak berada dibawah kendali agama maka proses kehancuran pribadi manusia akan terus berjalan.
3.      Penyalahgunaan Iptek
Sebagai akibat dari terlepasnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari ikatan spiritual maka iptek telah disalahgunakan dengan segala implikasi negatifnya. Kemampuan di bidang rekayasa genetika diarahkan untuk tujuan jual-beli manusia. Kecanggihan di bidang teknologi komunikasi dan lainnya telah digunakan untuk menggalang kekuatan yang menghancurkan moral umat.
4.      Pendangkalan Iman.
Sebagai akibat lain dari pola pikiran keilmuan, khususnya ilmu-ilmu yang hanya mengetahui fakta-fakta yang bersifat empiris menyebabkan manusia dangkal imannya.Mereka tidak tersentuh oleh informasi yang diberikan oleh wahyu, bahkan informasi yang dibawa oleh wahyu itu menjadi bahan tertawaan dan dianggap sebagai tidak ilmiah dan kampungan.
5.      Pola Hubungan Materialistik.
Pola hubungan satu dan lainnya ditentukan oleh seberapa jauh antara satu dan lainnya dapat memberikan keuntungan yang bersifat material. Demikian pula penghormatan yang diberikan seseorang atas orang lain banyak diukur oleh sejauh mana orang tersebut dapat memberikan manfaat secara material. Akibatnya, menempatkan pertimbangan material di atas pertimbangan akal sehat, hati nurani, kemanusiaan dan imannya.
6.      Menghalalkan Segala Cara.
Sebagai akibat lebih jauh dari dangkalnya iman dan pola hidup materialistik,[5] maka manusia dengan mudah dapat menggunakan prinsip menghalalkan segala cara dalam mencapai suatu tujuan. Jika hal ini terjadi maka terjadilah kerusakan akhlak dalam segala bidang, baik ekonomi, sosial, politik, dan lain sebagainya.
7.      Stres dan Frustasi.
Kehidupan modern yang demikian kompetitif [6] menyebabkan manusia harus menyerahkan seluruh pikiran, tenaga dan kemampuannya. Mereka akan terus bekerja dan bekerja tanpa mengenal batas dan kepuasan. Apalagi jika usaha dan proyeknya gagal, maka dengan mudah kehilangan pegangan, karena memang tidak lagi memiliki pegangan yang kokoh berasal dari Tuhan. Akibatnya jika terkena problem yang tidak dapat dipecahkan maka akan stress dan frustasi yang jika hal ini terus-menerus berlanjut akan membuat manusia tersebut menjadi gila.
8.      Kehilangan Harga Diri dan Masa Depan.
Terdapat sejumlah orang yang terjerumus atau salah memilih jalan kehidupan. Masa mudanya dihabiskan untuk menuruti hawa nafsunya. Namun pada saat sudah tua renta, fisiknya sudah tidak berdaya, tenaganya sudah tidak mendukung, dan berbagai kegiatan sudah tidak bisa dilakukan. Fasilitas dan kemewahan hidup sudah tidak berguna lagi, karena fisik dan mentalnya sudah tidak memerlukan lagi. Manusia yang seperti ini merasa kehilangan harga diri dan masa depannya.
Selain problematika dalam aspek pengembangan intelektual khususnya pengmbangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam masyarakat modern mengalami berbagai problem dalam aspek lainnya, seperti dalam aspek politik, aspek pluralisme agama, apek spiritual, dan aspek etika. Dalam aspek politik, banyak terjadi perabutan kekuasaan, politik menghalalkan segala cara dan politik mampu menjadikan manusia lupa akan kehidupan akhirat.
Selain itu aspek pluralitas agama, masyarakat seringkali mencampuri urusan kepercayaan agama lain, saling menganggap agama yang diikuti adalah benar dan yang lainnya adalah salah. Hal ini menimbulkan perpecahan antar umat beragama.
Dalam aspek spiritual, masyarakat modern senantiasa terbuai dalam situasi keglamoran, mendewakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadikan mereka meninggalkan pemahaman agama, hidup dalam sikap sekuler yang menghapus visi keilahian. Hilangnya visi dan keilahian tersebut  mengakibatkan kehampaan spiritual dan mengakibatkan manusia jauh dengan Sang Maha Pencipta, meninggalkan ajaran-ajaran yang dimuat dalam dogma agama. Akibat dari itu, maka dalam kehidupan masyarakat modern sering dijumpai banyak orang yang merasa gelisah, tidak percaya diri, strees dan tidak memiliki pegangan hidup. Kegelisahan hidup mereka sering disebabkan karena takut kehilangan apa yang dimiliki. Rasa khawatir terhadap masa depan yang tidak dapat dicapai sesuai dengan harapan, daya saing yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan hidup, dan akibat banyak pelanggaran dosa yang dilakukan.
Dalam aspek etika, masyarakat moderen mengalami krisis moral yang berkepanjangan. Masyarakat modern seringkali menampilkan sifat-sifat yang kurang dan tidak terpuji dan menyimpang dengan norma-norma yang berlaku, baik norma agama, adat istiadat dan hukum. Bentuk penyimpangan moral tersebut seperti, menurunnya kualitas moral bangsa yang dicirikan dengan membudayanya praktek KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), berbagai konflik yang merajalela (antar etnis, agama, politik, ormas dan lain-lain), meningkatnya kriminalitas diperbagai kalangan, serta menurunnya etos kerja di berbagai instansi-instansi pemerintahan, merosotnya nilai-nilai keadilan, spiritual, kemanusiaan dan masih banyak lagi.
Para kritisi barat mengemukakan sekurang-kurangnya sekarang ini di dunia pasca-modern mengalami lima krisis:
1.      Krisis identitas, dimana manusia sudah kehilangan kepribadiannya dan bentuk dirinya. Dalam hal ini, akan mudah mencari jawabannya dalam dakwah Islamiyah.
2.      Krisis legalitas, dimana manusia sudah mulai kehilangan penentuan peraturan untuk diri dan masyarakat. Dakwah islamiyah penuh dengan ajaran tentang tuntunan hidup itu.
3.      Krisis penetrasi[7], dimana manusia telah banyak kehilangan pengaruh yang baik untuk diri dan masyarakatnya, penuh dengan polusi fisik maupun mental. Dakwah Islamiyah datang untuk menjernihkan pikiran manusia dan filter terhadap tingkah lakunya, melalui persiapan mental yang etis dan bertanggung jawab.
4.      Krisis partisipasi, dimana manusia telah kehilangan kerjasama, terlalu individualistis.
5.      Krisis distribusi, dimana manusia dihantui oleh tidak adanya keadilan dan pemerataan income masyarakat..
Dari berbagai macam krisis moral di indonesia, korupsi menempati peringkat pertama. Sebagaimana hasil survei PERC (Political and Economic Risk Consultacy) Fenomena diatas merupakan sekilas gambaran umum problematika yang terjadi dalam kehidupan masyarakat maju dan modern yang terlihat cenderung obsesi keduniannya lebih mendominasi daripada spiritual dan ukhrawinya. Dengan demikian, manusia mengalami degradasi moral yang dapat menjatuhkan harkat dan martabatnya. Masyarakat kehilangan identitas diri, mereka merasa bingung karena proses modernisasi yang disalahgunakan dapat menimbulkan ketidakberesan di segala bidang aspek kehidupan manusia, seperti aspek hukum, moral, norma, etika dan tata kehidupan lainnya.

D.    Hubungan Problematika Umat di Zaman Modern dengan Pancasila

Pancasila memiliki butir-butir pengimplementasian dalam berkehidupan pada setiap point dasar pancasila. Namun dengan adanya problematika yang terjadi dimasyarakat menjadikan setiap butir itu banyak sekali yang tidak terimplemetasikan. Adapun butir-butir pancasila yaitu :
Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi 45 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila.
Sila Pertama
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Sila kedua
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila ketiga
1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sila keempat
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
Sila kelima
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
9.  Suka bekerja keras.
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Dari butir pancasila diatas kita dapat membandingkan dengan pembahasan sebelumnya mengenai problematika umat yang terjadi pada masa kini. Dari sila pertama mengenai Ketuhanan Yang Maha Esa dimana maysarakat zaman sekarang sering terjadi pendoktrinan bahwa agamanyalah yang paling benar sehingga muncul peerselisihan dan kehilangan sikap saling menghormati diantara pemeluk agama. Sebagai contoh :  pada hari selasa tanggal 21 Juli 2015 republika.co.id menerbitkan sebuah berita mengenai pertikaian antar agama yang terjadi di Papua. Dimana terjadi insiden kekerasan yang dilakukan jemaat Gereja Injiil Di Indoensia (GIDI) terhadap umat muslim di Tolikara. Meskipun ini insiden yang pertama antar umat beragama yang terjadi di Papua namun tetap saja hal ini terjadi karena tidak adanya rasa saling menghormati dan mengganggap agamnya paling benar. Serta adanya oknum jahat yang menjadikan agama sebagai alat untuk mengkambinghitamkan manusia.
Sila kedua pancasila mengenai sifat manusia yang seharusnya beradab dan berperilaku adil. Dari butir-butir pancasila sila kedua  dapat kita rasakan sendiri semakin sedikit manusia yang menjungjung tinggi nilai kemanusiaan. Karena dizaman yang semakin modern ini dan segala sesuatu semakin canggih sering kita temui apalagi di kota besar manusia semakin menjungjung tinggi sifat individualis, karena lebih menyukai bercakap-cakap dengan gadgetnya daripada dengan tetangganya. Persamaan derajatpun  semakin jarang ditemuai di kalangan masyarakat sendiri ini karena semakin banyak masyarakat yang lebih menyukai berkumpul dengan orang yang mereka anggap sederajat dengannya yang akhirnya menimbulkan kesenjangan sosial.
Sila ketiga pancasila mengenai persatuan Indonesia, dari butir pancasila sila ketiga ternyata bukan hanya dimasyarakat sendiri di Instansi pemerintah pula masih banyak oknum yang masih memanfaat jabantannya untuk kepentingannya sendiri bukan untuk kepentingan bangsa apalagi untuk memajukan bangsa Indoensia ini. Korupsi begitu merajarela di Indonesia yang akhirnya menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap pemenrintah. Selasa, 9 Desember 2015 penulis mendengar sendiri percakapan para pedagang di bus ketika dalam perjalanan pulang. Mereka sama sekali tidak mempedulikan terhadap PEMILU yang akan datang hari esok, mereka berkata “Ah’ buat apa nyoblos mending dagang daripada nyoblos ga dapet uang, lah mereka yang nyalon juga cuma janji di awal doang kalau udah jadi mah seneng sendiri, rakyat mah tetap saja sengsara” begitulah ungkapan mereka yang di terjemahkan kedalam bahasa Indonesia gaul. Padahal pada dasarnya pemilihan pemimpin pada setiap daerah merupakan upaya agar bangsa Indonesia dalam berhidupan dapat terarah ke hal yang lebih baik dan untuk dapat memajukan bangsa Indonesia sendiri. Namun ternyata   zaman sekarang sudah banyak yang tidak percaya lagi pada aparat pemerintah.
Sila ke empat pancasila, dalam sila ini dimana musyawarah menjadi inti dari makna yang tekandung didalamnya. Pada dasarnya musyawarah masih terimplementasi di kehidupan masyarakat namun yang merusak musyawarah ini terkadang ada beberapa oknum yang begitu ingin memenangkan suara dimusyawarah ini dan ingin memiliki banyak pendukung, akhirnya mereka menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tanpa memperdulikan akibat yang akan terjadi dan terkadang mereka memanfaatkan orang-orang yang berpendidikan rendah untuk dijadikan sebagai alat perealisasian keinginan mereka, contoh dalam PEMILU tdak sedikit dari para calon yang menghalakan segala cara agar mereka terpilih. Dari mulai menyogok dan menjatuhkan pihak lawan dengan berbagai fitnah.
Sila kelima Pancasila mengenai keadilan sosial yang seharusnya berlaku pada setiap masyarakat. Pada  dasarnya pemerintah yang berada pada posisi paling atas tidak sedikit yang sudah berusaha memajukan Indonesia dengan mencoba mensejahterakan rakyat Indonesia melalui keadilan yang berusaha mereka berikan kepada setiap masyarakat, namun tidak sedikit pula oknum yang menyelewengkan bahkan malah membuat keadaan menjadi sebaliknya. Ini karena banyak diantara para instansi pemerintah yang tidak bermoral yang akhirnya merka memanfaatkan jabatan untuk kepentingan sendiri. Yang kahirnya mengambil hak milik orang lain untuk dirinya sendiri. Dan di sila kelima ini bangsa Indonesia sangat kurang dalam pemberian apresiasi atau penghargaan terhadap orang lain yang akhirnya membuat mereka merasa tidak di hargai, salah satu contoh yang paling terkenal adalah Pak Habibi ketika membuat pesawat untuk Indonesia bukanya digunakan dan dimanfaatkan malah hanya digunakan sebagai pajangan di Musium.  Contoh hal kecil di lingkungan pendidikan ketika seorang anak mencoba maju kedepan kelas misalnya untuk menjawab soal matematika dan ternyata jawabanya salah seringkali yang terjadi adalah anak tersebut di sorakin dalam arti negatif yang akhirnya membuat mentalnya down. Sedangkan di negara lain mereka diberi tepuk tangan untuk menghargai keberanian anak tersebut walaupun apa yang di jawab itu salah. Namun di sinilah letak permasalahan yang terjadi yang membuat mental anak-anak Indonesia lemah. Tidak adanya penghargaan terhadap sebuah karya. Dan karen kehidupan semakin instan maka banyak dari masyarakat yang ingin mendapatkan haknya dengan instan tanpa menunaikan kewajiban padahal tidak ada hak jika tidak ada kewajiban. Misalnya korupsi merupakan hal instan yang gampang dilakukan untuk mendapatkan uang yang lebih besar meskipun pada dasarnya itu bukan haknya namun banyak diantara mereka yang mengingkan kekayaan yang lebih sehingga mereka akhirnya korupsi, itu artinya kekayaan yang mereka peroleh bukan hasil sesungguhnya yang merka dapatkan melainkan hak orang lain yang mereka curi.

BAB III
SIMPULAN


Masyarakat modern adalah sekelompok manusia yang hidup dalam kebersamaan yang saling mempengaruhi dan terikat dengan norma-norma serta sebagian besar anggotanya mempunyai orientasi nilai budaya untuk menuju kehidupan yang lebih maju. Sedangkan Pancasila secara etimologis berarti dasar yang memiliki lima unsur.
Problematika umat yang terjadi pada zaman modern ini lebih berdampak pada rusaknya moral bangsa,m meskipun secara keilmuan msyarakat semakin maju dan tekhnologi yang digunakan semakin canggih namun kemajuan ini jika tidak diberangi dengan pembelajaran akhlak yang baik makan akan berdampak pada rusaknya moral  generasi penerus Bangsa.
Hubungan problematika Umat yang terjadi  pada zaman modern dengan Pancasila yaitu peangamalan butir-butir pancasila yang semakin terabaikan dan jauh dari yang seharusnya dilakukan bahkan tidak sedikit butir-butir itu yang dalam kenyataan pengamalannya berbanding terbalik dengan pernyataan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

 Deliar, Noer. 1987. Pembangunan di Indonesia. Jakarta : Mutiara
https://docs.google.com/document/d/1dB3VPBxT_NMmSiUuU0dgV0auwPS-cBkV6D8rbFUt2-A/mobilebasic?pli=1 diakses pada tanggal 9 Desember 2015 pukul 10.06
Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma
Moeljono, Djokosasonto.2000.Lead! Keunggulan Kompetitif. Jakarta: Erlangga
Mulder, Niels. 2000 Inside Indonesian Society : Culture Change in Java. Jakarta : Sinar Harapan
Suhardi, Imam dkk .2003. Pilar Islam bagi Pluralisme Modern.Jakarta : Tiga Serangkai
Yusuf, Asrof M.2002. Kaya karena Allah. Jakarta : Kawan Pustaka


[1] Niels Mulder (Inside Indonesian Society : Culture Change in Java) hlm.237
[2]Kaelan (2010). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma. Hlm. 21
[3] Kaelan (2010). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma. Hlm.21
[4] Imam Suhardi dkk (Pilar Islam bagi Pluralisme Modern ) hlm.92

[5] Muhammad Asrof Yusuf ,M.A(Kaya karena Allah) hlm4
[6] Dr.Djokosantoso Moeljono (Lead! Keunggulan Kompetitif) hlm.23

[7] Turner(Pengantar Teori Komunikasi 1) hlm.196

Tidak ada komentar:

Posting Komentar